Oktober 06, 2023
Home »
kultur tumbuhan
» kultur tumbuhan
kultur tumbuhan
Oktober 06, 2023
kultur tumbuhan
Teknik kultur jaringan atau kultur in-vitro yaitu teknik menumbuhkan organ, jaringan, sel ( protoplas) tumbuhan secara in vitro pada media yang mengandung nutrisi di laboratorium
dalam keadaan aseptik. Teknik ini didasari oleh teori totipotensi sel, yaitu teori yang mengatakan bahwa sel tumbuhan berpotensi untuk tumbuh menjadi tumbuhan secara utuh.Teknik ini dipakai untuk perbanyakan tumbuhan secara vegetatif dan anakan yang dihasilkan akan sama dengan induknya (true-to type). teknik ini lebih
efisien sebab dari bahan tanam yang berukuran kecil akan dihasilkan anakan dalam jumlah banyak. Bibit tumbuhan yang dihasilkan dengan kultur jaringan juga lebih sehat, terutama untuk
memperbanyak tumbuhan unggul hibrida,
tumbuhan unggul transgenik, tumbuhan yang tidak memiliki biji, tumbuhan yang bijinya tidak memiliki cadangan makanan. melalui kultur meristem (bagian ujung tunas yang meristematik
dan tanpa jaringan pembuluh) dapat dihasilkan tumbuhan bebas virus. Persilangan secara in-vitro melalui kultur dan fusi protoplas
berhasil dilakukan . ini untuk mengatasi
persilangan antar spesies/kultivar yang tidak cocok jika dilakukan di kebun . Embryo rescue melalui kultur embrio dilakukan melalui
teknik kultur jaringan. untuk menyelamatkan embrio zigotik hasil persilangan di kebun yang gugur sebelum menjadi biji.Target transformasi yang berwujud sel, kalus, protokorm maupun protocorm diproduksi, lalu ditumbuhkan menjadi tumbuhan secara utuh untuk menghasilkan
tumbuhan transgenik. Semua proses itu dilakukan in vitro. Permasalahan dalam perbanyakan tumbuhan dengan teknik kultur jaringan yaitu kontaminasi oleh mikroorganisme,
browning pada media dan vitrifikasi, yang memicu kematian pada jaringan eksplan. Permasalahan itu dapat dicegah dengan pemeliharaan tumbuhan donor eksplan.
Masalah lainnya yaitu variasi somaklonal yang kerap menghasilkan fenotip menyimpang dari induknya. Penyimpangan ini bersifat genetik (merubah struktur dan sekuen DNA ) maupun
epigenetik (dipicu oleh aktivasi/in-aktivasi gen tertentu sebab faktor lingkungan). Namun kadang variasi somaklonal bersifat menguntungkan jika penyimpangan itu secara tidak sengaja menghasilkan kultivar baru yang unggul.
Aklimatisasi : masa adaptasi tumbuhan hasil kultur jaringan yang semula keadaan nya terkendali menjadi lingkungan yang tidak terkendali (mengubah pola hidupnya dari heterotrof ke ototrof ). Tujuan aklimatisasi yaitu untuk mengkondisikan ulang tumbuhan agar tidak terjadi stress pada waktu ditanam di kebun .
Antioksidan : zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Arang aktif : Arang Aktif yaitu arang yang diproses sehingga memiliki daya serap tinggi dari bahan yang berbentuk larutan atau uap. Dalam kultur jaringan arang aktif sebagai penyerap
senyawa fenol yang tereksudasi dari jaringan
eksplan
Aseptik : Bebas dari mikroorganisme
Auksin : hormon dalam kultur jaringan
menstimulasi pertumbuhan dan pemanjangan akar. Auksin alami (fitohormon) / sintetik. Secara alami dihasilkan pada ujung tunas dan ujung akar.
Autoklaf : Alat untuk sterilisasi dengan prinsip steam heating.
Bipolar : untuk pertumbuhan ke dua arah (arah tunas/ ke atas dan arah akar / ke bawah) yang dialami sel/jaringan dalam embriogenesis.
Browning : pencoklatan yang terjadi pada media akibat oksidasi senyawa fenolik yang memicu kematian jaringan eksplan.
Dediferensiasi : terbentuknya sel-sel yang tidak terorganisir (kalus) dari suatu jaringan tumbuhan yang sudah terdiferensiasi.
DNA : Deoxyribose Nucleic Acid yaitu polynukleotida, berbentuk rantai ganda(double stranded) yang mengandung informasi genetik yang menentukan perkembangan biologis dari bentuk kehidupan sel.
Eksplan : Bahan tanam awal dalam kultur jaringan / in vitro Embriogenesis
somatik : Proses terbentuknya embrio dari sel-sel somatik.
Embryo resque : menyelamatkan embrio zigotik yang baru terbentuk melalui kultur embrio.
Fenolik : Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jaringan tumbuhan .
In vitro : Di dalam botol (gelas bening).
Kalus : Se-sel hidup yang tidak terorganisir.
Kontaminasi : Terserang oleh mikroorganisme.
Mikropropagasi : Perbanyakan tumbuhan dengan teknik kultur jaringan.
Mikrospora : Sel kelamin jantan/gamet jantan pada tumbuhan yang nantinya berkembang menjadi polen atau butir-butir serbuk sari
Kultur Jaringan tumbuhan
Monopolar : pertumbuhan ke satu arah (tunas atau akar) dalam organogenesis.
Organogenesis : Proses terbentuknya organ dari sel/jaringan eksplan yang ditanam.
Pengakaran : Tahap menumbuhkan akar dalam kultur jaringan dari tunas yang sudah terbentuk.
tanaman : tumbuhan yang dihasilkan dari perbanyakan melalui kultur jaringan / in vitro.
Ploriferasi : Perbanyakan bentuk yang sama secara cepat. contoh dalam kultur jaringan terjadi proliferasi kalus atau proliferasi tunas.
Polyphenol
oxidase (PPO):Enzim yang bersifat oksidatif dan berperan dalam terjadinya browning dalam kultur jaringan akibat teroksidasinya senyawa fenolik oleh enzim PPO
Propagul : bentukan baru yang muncul dari jaringan eksplan, dapat berwujud tunas maupun kalus.
Protokorm : Struktur yang muncul dari biji tumbuhan anggrek yang berkecambah, berwarna kuning kehijauan.
Protocorm Like Bodies (Plb) :Struktur mirip protocorm yang muncul dari kultur sel/jaringan somatik
Protoplas : Sel tanpa dinding sel
Rekayasa genetika :Perekayasaan terhadap genom tumbuhan sehingga dihasilkan tumbuhan transgenik.
Root Apical Meristem : Meristem ujung akar
Shoot Apical Meristem : Meristem ujung batang
Sitokinin : Kelompok hormon tumbuhan yang
berfungsi untuk pembelahan sel (sitokinesis),
sedang dalam kultur jaringan berfungsi untuk
menstimulasi pertumbuhan tunas. Ada yang
bersifat sintetik / alami. Sitokinin alami
dihasilkan di bagian akar tumbuhan ,
Subkultur : Memindahkan kultur ke media baru
Kultur Suspensi : Kultur cair
Totipotensi sel : Kemampuan setiap sel tumbuhan untuk beregenerasi membentuk tumbuhan secara utuh.
Variasi somaklonal : Variasi fenotip menyimpang yang muncul pada anakan hasil perbanyakan melalui teknik kultur jaringan.
Vitrifikasi : keadaan tumbuhan yang sel-selnya mengandung air berlebihan sehingga terjadi kerusakan secara fisiologi , ditandai dengan fenotip organ yang bening (glassy).
Kultur jaringan tumbuhan yaitu suatu teknik menumbuhkan sel, jaringan atau irisan organ tumbuhan di laboratorium pada suatu media buatan yang mengandung nutrisi yang aseptik (steril) untuk menjadi tumbuhan secara utuh. keadaan steril yaitu suatu syarat mutlak keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan, sehingga keadaan ini harus tetap dijaga selama proses kultur berlangsung. walau hanya satu spora jamur atau hanya satu sel bakteri yang masuk ke media kultur, maka pekerjaan kultur akan gagal dan tidak akan dihasilkan tumbuhan baru. Kultur jaringan tumbuhan didasari oleh teori totipotensi sel (cellular totipotency) yang mengatakan bahwa setiap sel tumbuhan memiliki
kapasitas untuk beregenerasi membentuk tumbuhan secara utuh tumbuhan baru yang diperoleh dengan cara ini bersifat identik dengan induknya, dan dinamakan tanaman .Jumlah tumbuhan baru yang dihasilkan tidak hanya satu, namun bisa puluhan hingga ratusan (dari satu bahan tanam atau eksplan) sehingga teknik kultur jaringan dipakai sebagai prinsip perbanyakan tumbuhan . prinsip perbanyakan tumbuhan yang dilakukan dengan teknik kultur jaringan tergolong perbanyakan vegetatif, artinya tidak melibatkan
adanya fertilisasi antara sel telur dan sel kelamin jantan seperti halnya pembentukan biji pada tumbuhan , itu sebabnya tanaman yang dihasilkan
identik dengan induknya. Perbanyakan tumbuhan dengan teknik kultur jaringan dinamakan juga mikropropagasi atau perbanyakan mikro. Kata
mikro mengacu pada bahan tanam awal yang dipakai yaitu eksplan yang berukuran kecil (micro=kecil), bahkan dapat mencapai ≤ 1 mm
pada kultur meristem.Kultur Jaringan tumbuhan
Dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif konvensional seperti budding, layerage, stek, cangkok, mikropropagasi memiliki kelebihan dan kekurangan , mikropropagasi memiliki keunggulan dari segi bahan tanam awal yang sangat kecil
namun menghasilkan anakan yang jauh lebih banyak. Dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif konvensional, perbanyakan dengan
mikropropagasi akan jauh menjadi lebih efisien untuk tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sebab biaya hak cipta yang mahal
akan tertutupi oleh harga jual tumbuhan yang tinggi.
Sejarah singkat perkembangan kultur jaringan tumbuhan secara kronologis ;
Tahun 1902 C.Haberlant
Orang pertama yang mengkulturkan sel tumbuhan secara in vitro pada medium buatan
Tahun 1922 WJ Robbins dan W. Kotte
Kultur akar dalam jangka pendek (kultur organ)
Tahun 1934 P R White
Demonstrasi kultur akar tomat
Tahun 1939 R J Gautheret dan P Nobecourt
Pengkulturan kalus pertama dan dalam jangka waktu relatif lama memakai eksplan dari jaringan
empulur pada wortel,
Tahun 1939 P R White
Kultur kalus dari jaringan tumor pada tembakau hibrid hasil persilangan antar spesies of Nicotina
glaucum X N.longsdorffi
Tahun 1941 J Van Overbeek
Penemuan pemakaian air kelapa untuk kultur embrio pada wortel.
Tahun 1942 P R White dan A C Braun
menumbuhkan jaringan tumbuhan yang bebas tumor,Penelitian pada crown gall dan
pembentukan tumor pada tumbuhan
Tahun 1948 A Caplan dan F C Stewart
pemakaian santan kelapa ditambah 2,4-D untuk proliferasi pada kultur jaringan wortel dan kentang.
Tahun 1950. G Morel
Kultur jaringan tumbuhan monokotil memakai santan kelapa.Kultur Jaringan tumbuhan ,
Tahun 1953 W H Muir
Penemuan teknik kultur sel dengan melakukan kultur sel yang berasal dari kalus .
Tahun 1953 W Tulecke
Kultur haploid dari polen tumbuhan Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka)
Tahun 1955 C O Miller, F Skoog ,
menemukan faktor-faktor yang memicu pembelahan sel,Penemuan sitokinin,yaitu Kinetin
Tahun 1955 E bal
Kultur jaringan tumbuhan Gimnospermae .
Tahun 1957 F Skoog dan C O Miller
hipotesa bahwa pembentukan akar atau tunas dari kultur kalus diregulasi oleh proporsi
atau rasio auksin dan sitokinin dalam medium.
Tahun 1960. E C Cocking
Isolasi protoplas memakai enzim dan kultur protoplas.
Tahun 1960 G Morel
Pengembangan teknik kultur tunas apikal.
Tahun 1964 G Morel
mengembangkan teknik kultur meristem dan memperoleh anakan tumbuhan anggrek yang bebas virus dari induk tumbuhan yang
terjangkit virus.
Tahun 1966 S G Guha and S C Maheshwari
Kultur anter dan kultur polen , memperoleh embrio haploid.
Tahun 1974 J P Nitsch
Kultur mikrospora dari tumbuhan Datura dan Nicotiana untuk menggandakan jumlah kromosom
dan panen biji dari tumbuhan double haploid yang homozigot dalam waktu 5 bulan.
Tahun 1978 G Melchers Fusi
protoplas untuk memperoleh hibrid somatik
Tahun 1983 K A Barton , W J Brill , J H Dodds
Bengochea
Insersi gen dengan memakai vector plasmid memakai target transformasi berwujud protoplas
tumbuhan .
.
Tahun 1983 M D Chilton
Transformasi gen pada masing-masing sel
tumbuhan tembakau dan transgenik.
Eksplan , yaitu istilah bahan tanam awal yang dipakai dalam mikropropagasi. Eksplan berwujud sel (kultur sel), protoplas (kultur protoplas), epidermis, empulur (kultur jaringan), meristem apikal atau lateral (kultur meristem), tunas apikal maupun lateral (kultur tunas),
dan irisan batang, daun maupun akar (kultur organ). Dengan melihat lihat bahan tanam yang dipakai , maka istilah kultur in vitro lebih tepat
dipakai untuk mikropropagasi dibandingkan kultur jaringan sebab yang dikulturkan sangat bervariasi , bukan hanya jaringan. In vitro berasal
dari bahasa Latin yang berarti di dalam gelas (dalam bahasa Inggris in glass), untuk menggambarkan proses biologi yang berlangsung di dalam tabung gelas atau botol kultur, di luar tubuh mahluk hidup.Eksplan itu ditanam pada media tanam steril yang
mengandung nutrisi. Adanya senyawa fenol pada jaringan tumbuhan , kerap memicu eksplan berubah warna menjadi coklat dan diakhiri dengan kematian jaringan eksplan. Warna coklat dipicu
oleh peran enzim polyfenoloksidase yang mengoksidasi senyawa fenol yang keluar dari irisan eksplan. Senyawa fenol yaitu metabolit
sekunder dan tersimpan dalam vakuola sel tanamn. saat eksplan diiris, vakuola pecah sehingga terjadi eksudasi senyawa fenol dan
teroksidasi. Istilah pencoklatan eksplan ini dinamakan browning. Efek oksidasi senyawa fenol ini juga bisa memicu pencoklatan pada
media kultur. Istilah pencoklatan pada media ini dinamakan staining atau browning. Eksplan yang masih hijau pada media yang mengalami browning harus dipindah ke media baru. Pemindahan kultur ke media baru dinamakan
subkultur. beberapa alasan dilakukannya subkultur selain pencoklatan media, diantaranya yaitu : media terkontaminasi oleh
mikroorganisme, namun eksplan masih sehat, media kultur mengering populasi kultur sudah terlalu padat; dilakukannya pengakaran (rooting)
sehingga harus disubkultur ke media induksi akar. Eksplan yang ditanam akan membentuk bentukan baru sebelum menjadi tanaman . Bentukan baru yang terbentuk sesudah eksplan ditanam pada media kultur dinamakan propagul. Propagul berwujud kalus, organ Kultur Jaringan tumbuhan ,(tunas, akar) atau embrio somatik. Kalus yaitu kumpulan sel yang tidak terorganisir. Kalus terbentuk jika eksplan ditanam pada media
yang ditambah dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk menginduksi kalus, contoh ZPT golongan sitokinin dan auksin dengan konsentrasi
yang sama atau ZPT 2,4-Dichloropenoxy acetic acid (2,4-D). Istilah dediferensiasi diberikan untuk eksplan berwujud organ tumbuhan yang
sudah terdiferensiasi seperti daun, batang, tunas, akar yang membentuk kalus. Organ tumbuhan itu yang sel-selnya sudah terdiferensiasi dikembalikan lagi menjadi tidak terdiferensiasi. Jika nanti kalus-kalus ini kembali membentuk tunas, dinamakan mengalami rediferensiasi.
Kultur jaringan dimanfaatkan untuk tujuan :
-Perbanyakan tumbuhan hibrid yang bersifat unggul. tumbuhan hibrid yaitu hasil persilangan antara 2 tumbuhan yang masing-masing membawa sifat khusus , sehingga sifat yang dimiliknya yaitu kombinasi yang berasal dari dua tertua . tumbuhan hibrid harus diperbanyak
secara vegetatif untuk mempertahankan sifat unggul yang dimilikinya. Kultur jaringan yaitu prinsip perbanyakan vegetatif sehingga sangat tepat dipakai untuk perbanyakan tumbuhan hibrid.
- Memperbanyak GM (Genetically Modified) Plants atau tumbuhan transgenik. tumbuhan transgenik bersifat agronomi yang khusus sesuai dengan gene of interest yang disisipkan.
Perbanyakan tumbuhan ini harus dilakukan secara vegetatif agar anakan yang dihasilkan secara genetis identik dengan induknya.
Perbanyakan tumbuhan melalui kultur jaringan mempercepat Kultur Jaringan tumbuhan
proses perbanyakan seragam identik secara genetik dengan induknya.
- Memperbanyak tumbuhan yang tidak memiliki biji tumbuhan tanpa biji seperti pisang harus diperbanyak secara vegetatif. Secara vegetatif konvensional pisang diperbanyak melalui anakan dan atau mata bonggol. Namun perbanyakan
tumbuhan pisang dengan teknik kultur jaringan biasa dilakukan oleh pelaku agribisnis untuk komoditi pisang secara komersial. Selain diperoleh bibit dalam jumlah banyak dengan
waktu yang relatif singkat, juga diperoleh bibit yang seragam dan sehat, Di Malaysia contoh , agribisnis pisang mas dilakukan secara besar-besaran dengan bibit pisang yang diperoleh melalui kultur jaringan, Buah pisang ini diekspor ke negara kita ,Singapura, Hongkong,
-Mempermudah pengiriman tumbuhan dalam container steril, Pengiriman tumbuhan jarak jauh dapat dipermudah jika tumbuhan yang dikirim itu berukuran relatif kecil dan bebas patogen.
Bebas patogen diperlukan untuk mengatasi masalah karantina yang biasanya disyaratkan oleh negara tujuan. Ukuran tumbuhan
yang kecil dan steril hanya dimungkinkan jika
tumbuhan itu dihasilkan melalui kultur jaringan.
- Teknik kultur jaringan dipakai sebagai teknik perbanyakan tumbuhan ,seperti transformasi rekayasa genetik juga memerlukan teknik kultur jaringan jika transfer gen dilakukan secara in vitro. Jadi teknologi menghasilkan tumbuhan transgenik secara in vitro mutlak memerlukan kultur jaringan. Menumbuhkan target transformasi berwujud kalus, protocorm like bodies maupun tunas in vitro untuk menjadi calon tanaman transgenik,
-Memperbanyak tumbuhan yang bijinya sulit berkecambah Nepenthes, Anggrek, tumbuhan anggrek dan Nepenthes yaitu jenis tumbuhan yang memiliki biji yang sulit berkecambah pada keadaan normal pada media tanah seperti jenis tumbuhan angiospermae (tumbuhan berbiji) lainnya. Jenis tumbuhan ini memiliki biji sangat
kecil, tanpa cadangan makanan (atau kalaupun ada, sangat sedikit), sehingga biji itu memerlukan cadangan makanan dari luar (eksternal) untuk berkecambah. Pada penanaman secara in vitro
di laboratorium, biji-biji jenis tumbuhan ini ditanam pada media steril yang mengandung nutrisi dan sukrosa, yang dipakai oleh embrio biji untuk tumbuh dan berkecambah. Selain tidak
tersedianya cadangan makanan eksternal, penanaman secara normal pada media tanah dapat memicu biji-biji anggrek yang sangat kecil itu dimakan serangga seperti semut atau
hanyut oleh siraman air.
- Beberapa spesies tumbuhan embrionya tidak berkembang sesudah terjadinya fertilisasi. Untuk masalah seperti ini maka dilakukan kultur embrio. Penyelamatan embrio melalui kultur embrio ini
dinamakan embryo rescue. contoh para breeder (pemulia tumbuhan ) jeruk keprok di Balai Penelitian Hortikultura di negara kita melakukan kultur embrio sesudah melakukan persilangan jeruk secara konvensional. ini dipicu oleh gugurnya bunga sesudah fertilisasi terjadi sehingga para pemulia jeruk melakukan kultur embrio sesudah melakukan persilangan buatan.
- Menghasilkan tumbuhan double haploid melalui kultur mikrospora Dihasilkannya tumbuhan double haploid yang homozigot melalui kultur mikrospora atau kultur anther memiliki arti yang penting bagi bidang pemuliaan tumbuhan sebab cara ini dapat mempersingkat waktu yang diperlukan pemulia tumbuhan secara
konvensional.
-Menghasilkan tumbuhan bebas virus dari kultur meristem, Meristem yaitu bagian tumbuhan yang sel-selnya bersifat meristematik (aktif membelah). Meristem terletak di ujung tunas (apikal maupun aksilar) dan ujung akar. Jaringan pembuluh
(xylem dan phloem) belum berkembang pada meristem dan virus biasanya ada pada jaringan pembuluh, sehingga meristem menjadi bebas virus. Kultur meristem yang menghasilkan
tumbuhan bebas virus pertama diperkenalkan oleh George Morrell pada tahun 1960 an. Morrell kala itu memperoleh anakan yang bebas virus dari kultur anggrek Cymbidium yang terserang
virus. Hingga kini kultur meristem banyak dipakai untuk perbanyakan tumbuhan secara komersial
- Tujuan dari fusi protoplas yaitu untuk menyilangkan (crossing) tumbuhan yang dilakukan secara in vitro. Yang pertama dilakukan
yaitu membuat kultur sel (dari organ dengan sel-sel somatik) dari Kultur Jaringan tumbuhan
tumbuhan yang akan disilangkan itu . lalu dilakukan isolasi protoplas yaitu dengan cara mendegradasi dinding sel dengan enzim selulase dan pektinase sehingga yang tersisa hanya
protoplasmanya (sel tanpa dinding sel). lalu dilakukan kultur protoplas dan lalu dilakukan fusi (peleburan) antara dua tipe protoplas itu secara in vintro. Hasil peleburan itu lalu ditumbuhkan untuk jadi tumbuhan . tumbuhan hasil perbanyakan melalui fusi protoplas ini akan membawa sifat-sifat yang diturunkan dari dua tumbuhan yang berbeda,
Laboratorium kultur jaringan minimal memiliki 4 ruang, yaitu ruang preparasi, ruang tanam ,ruang kultur (ruang inkubasi),dapur,
-Ruang tanam yaitu ruang untuk menanam kultur. Ruangan ini harus dijaga sterilitasnya agar pekerjaan kultur terhindar dari kontaminasi ruang tanam dilengkapi dengan lampu pembunuh mikroorganisme. Lampu ini dinyalakan 30 menit sebelum pekerjaan dimulai dan dimatikan saat sudah mulai menanam,Pada laboratorium kultur
yang lebih modern, sebelum memasuki ruang tanam, setiap orang harus disterilisasi dengan memasuki ruang pembersih yang dilengkapi dengan sprayer automatis yang menyemprotkan safety disinfectant ke tubuh orang, Di dalam ruang kultur ada meja kerja steril berwujud enkas yaitu meja kerja yang sangat sederhana dan tidak memakai daya listrik yaitu laminar air flow cabinet. Laminar ini banyak variasinya , Ruang tanam sebaiknya dilengkapi dengan pendingin (AC) untuk memberi kenyamanan pada pekerja kultur.
-Ruang kultur (inkubasi) yaitu ruang untuk menumbuhkan hasil kultur dilengkapi dengan pendingin yang bisa diatur suhunya. biasanya suhu yang diperlukan berkisar 20-24° C sebab morfogenesis dalam kultur biasanya terjadi pada kisaran suhu itu ,Di dalam ruang kultur
diletakkan rak-rak kultur yang dipakai untuk menaruh kultur. Ruang ini juga harus dijaga sterilitasnya untuk menghindarkan kultur dari
kontaminan. Sterilitas dijaga dengan cara menyemprotkan desinfectan secara berkala dan membersihkan ruangan dan menyingkirkan kultur
yang sudah terkontaminasi. Kultur yang sudah terkontaminasi ini akan menjadi sumber kontaminan untuk kultur yang sehat,
-Dapur yaitu tempat pencucian alat-alat sebelum disterilisasi, Di dapur ada tempat pencucian (shink) dengan kran, bak sampah dan rak tempat menaruh alat-alat sesudah dicuci,
- Ruang preparasi yaitu tempat pembuatan media. Pada ruangan ini diletakkan rak yang berisi zat kimia, timbangan, magnetic stirrer, kulkas (tempat zat kimia yang harus disimpan pada suhu dingin, seperti vitamin,zat pengatur tumbuh, media kemasan ) dan meja untuk
melakukan pekerjaan pembuatan media. Jika autoklaf yang dipakai untuk sterilisasi memakai daya listrik, maka alat ini juga diletakkan
di ruang preparasi, Namun jika autoklaf yang dipakai yaitu jenis yang memakai kompor, maka sebaiknya diletakkan di dapur dan tidak
di ruangan preparasi. Ruangan preparasi harus dijauhkan dari nyala api sebab ada banyak bahan kimia ,juga agar terhindar dari suhu tinggi yang mungkin dapat merusak bahan kimia yang ada di ruangan itu . Meja yang ada di ruang preparasi juga dipakai untuk melakukan preparasi eksplan sebelum dibawa ke ruang tanam.
berapa peralatan yang dipakai dalam kultur jaringan, antaralain:
-Rak kultur yaitu tempat untuk meletakkan eksplan sesudah ditanam pada media steril dan menumbuhkanya hingga menjadi tanaman . Rak kultur diletakkan dalam ruang kultur atau ruang inkubasi,Semua proses morfogenesis hingga terbentuknya tanaman berlangsung di ruang kultur pada rak kultur
- Glasswares yaitu semua peralatan kecil yang terbuat dari bahan gelas seperti botol kultur,gelas ukur, gelas labu Erlenmeyer, Alat-alat ini dapat disterilisasi dengan oven maupun dengan autoklaf. Alat-alat ini harus dibungkus dengan kertas saat sterilisasi agar keadaan steril tetap terjaga sampai alat itu dipakai ,Botol-botol bekas
dapat dipakai untuk botol kultur. dissecting kit (perataan untuk memotong/mengiris), pinset, spatula dari bahan logam (stainlessteel). Spatula yaitu pengaduk atau dipakai untuk mengambil bahan berwujud serbuk. Pinset dipakai untuk menjepit benda, Scalpel yaitu gagang pisau yang berpasangan dengan pisau untuk mengiris ,
-Autoklaf yaitu alat untuk sterilisasi dengan prinsip uap panas (steam heating). Ada dua jenis jika dilihat dari daya yang dipakai,Yang pertama yaitu autoklaf yang memakai kompor dan yang kedua yaitu autoklaf yang memakai daya listrik.
Keduanya memiliki cara kerja yang sama dalam proses sterilisasi. Autoklaf yang memakai daya kompor,Autoklaf dilengkapi dengan “sarangan” seperti pada dandang untuk mengukus. Pada sarangan ini diletakkan benda yang akan disteril.
sedang pada dandang (dibawah sarangan) diisi dengan air untuk menghasilkan uap, mirip seperti dandang pengukus. sesudah benda yang
akan disterilisasi dimasukkan, autoklaf ditutup katup uap dibiarkan tetap terbuka. sesudah itu autoklaf diletakkan di atas kompor (untuk
yang memakai daya kompor) dan dihubungkan stop kontak (yang memakai daya listrik). Katup uap ditutup jika sudah mengeluarkan uap agar suhu dan tekanan naik. Perlahan suhu dan tekanan akan naik. Jika sudah mencapai tekanan 17,5 Psi atau suhu 121°C, kompor harus segera dikecilkan, lalu suhu ini dijaga selama waktu yang
diperlukan untuk sterilisasi. contoh untuk sterilisasi media selama 20-30 menit, peralatan kecil dan glasswares selama 1 jam. Untuk jenis
autoklaf listrik, naiknya suhu sangat lambat dan tekanan 17,5 Psi dicapai dalam waktu yang lebih lama. lalu stabil dalam tekanan ini tanpa harus mencabut stop kontak seperti halnya mengecilkan kompor pada autoklaf kompor, Pada autokalf daya listrik, besaran suhu akan berjalan secara automatis sesuai pengaturan suhu yang kita lakukan.
-oven dipakai untuk Sterilisasi juga namun hanya
untuk alat-alat kecil dan glasswares dan tidak bisa untuk sterilisasi media dalam laboratorium, oven diletakkan di ruang preparasi,prinsip sterilisasi dengan oven dikenal dengan dry heating, sebab proses sterilisasi memakai udara kering yang panas. Oven ini memakai daya listrik, dilengkapi dengan pengatur suhu dan waktu, sehingga proses sterilisasi bisa dilakukan dengan menekan tombol sesuai dengan kebutuhan.
-Meja Kerja meja tanam, (Enkas, laminar) dalam kultur jaringan tempat yang dipakai untuk menanam. Enkas tidak memakai daya listrik. Di
bagian depan ada dua lubang yang dipakai untuk memasukkan tangan pemakainya ,Bagian dalam enkas dijaga sterilisasinya dengan cara menyemprotnya dengan alkohol atau spiritus. alat,bahan yang akan dipakai dan tangan pemakainya juga disemprot dengan alkohol. Meja kerja lainnya yaitu laminar air fl ow cabinet
(LAFC) (Gambar 6). LAFC lebih modern dari enkas, memakai daya listrik dan dilengkapi dengan lampu ultra violet (UV) yang berguna
untuk membasmi mikroorganisme dan lampu neon sebagai penerang. Lampu UV ini dinyalakan 30 menit sebelum LAFC dipakai dan dimatikan segera saat LAFC mulai dipakai . Prinsip kerja LAFC yaitu dengan hembusan udara (air fl ow) yang steril. Pertama udara dari luar disaring oleh filter pertama yang letaknya biasanya di bagian atas laminar. Udara ini lalu memasuki sistem
filter yang kedua dalam laminar dan menjadi steril. Udara steril ini akhirnya dihembuskan pada
areal meja kerja ke arah luar laminar, sehingga jika ada mikroorganisme yang masuk dari arah luar secara automatis akan terhembus ke luar
laminar.Sama halnya seperti enkas, sebelum dan sesudah bekerja, laminar harus disemprot dengan alkohol, Semua benda yang akan dimasukkan ke dalam laminar, termasuk tangan pemakai juga disemprot dengan alkohol, Prinsip kerja steril yaitu syarat mutlak dalam pekerjaan kultur jaringan.
-Timbangan digital bervariasi jenisnya untuk menghitung satuan massa suatu benda dengan
teknik digital. Dalam lab kultur, alat ini dipakai untuk menimbang bahan/zat yang dipakai dalam kultur, contoh zat pengatur tumbuh, bahan untuk media, gula, agar, contoh timbangan yang dipakai dalam kultur jaringan yaitu timbangan analitik dengan kapasitas timbang 210 g dan kemampuan baca hingga 4 digit di belakang koma atau 0,0001g , timbangan dengan kapasitas timbang
610 g dan kemampuan baca hingga 2 digit di belakang koma atau 0,01g , Sebelum menimbang bahan, Pilihan jenis timbangan yang akan dipakai disesuaikan dengan berat bahan yang akan ditimbang dan kapasitas timbangan.
a= kapasitas timbang 210g; b=kapasitas timbang 610g
cara pemakaian timbangan yaitu : Timbangan dihubungkan dengan stop kontak listrik (plug-in), lalu tekan tombol “on/off” untuk mengaktifkan. Sebelum dipakai timbangan dinolkan terlebih dahulu. sesudah alas timbang (untuk menaruh bahan yang akan ditimbang) diletakkan pada timbangan, timbangan kembali dinolkan. lalu bahan yang akan ditimbang ditaruh pada alas timbang yang sudah disiapkan. lalu , berat benda yang ditimbang akan terbaca pada layar. sesudah pekerjaan penimbangan selesai, timbangan harus dibersihkan, dinolkan dan stop kontak harus dicabut.
-Magnetic stirrer untuk pemanasan (heating) dan pengadukan (stirring) dipakai untuk proses pembuatan media dan larutan dari senyawa yang berbentuk padat. Alat ini dilengkapi dengan magnet sebagai pengaduk,
Eksplan (berwujud sel, jaringan atau irisan organ) yang ditumbuhkan secara in vitro pada media buatan, juga memerlukan hara untuk terjadinya morfogenesis dan pertumbuhan. media buatan itu mengandung materi , antaralain :
- Hara makro (macro nutrient).
Hara makro yaitu unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah banyak oleh tumbuhan , yaitu magnesium (Mg), sulfur (S),nitrogen (N), posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
Ca untuk sintesis dinding sel, fungsi membran dan
berperan dalam aktifnya signal sel.
Mg yaitu kofaktor enzim dan materi klorofi l. S yaitu materi beberapa asam amino dan beberapa kofaktor enzim.
N yaitu materi dalam pembentukan protein dan asam amino dalam tubuh tumbuhan , juga yaitu elemen pada beberapa koenzim.
P yaitu materi pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) diperlukan sebagai sumber energi transfer.
K diperlukan untuk mengatur potensial osmotik sel tumbuhan .
- Hara mikro (micro nutrient) yaitu unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan , yaitu molybdenum (Mo),ferum/zat besi(Fe), manganese (Mn), zinc (Zn), cobalt (Co), copper (Cu) ,
Fe yaitu materi cytochrome yang berperan dalam
transfer electron. Mn yaitu kofaktor enzim, Zn berperan dalam sintesis klorofi l dan juga yaitu kofaktor enzim. Co yaitu materi beberapa vitamin. Cu yaitu kofaktor enzim dan
berperan dalam reaksi transfer elektron. Mo juga yaitu kofaktor enzim dan materi dari enzim nitrate reductase. Baik hara makro maupun hara mikro, keduanya diberikan dalam bentuk
garam inorganik.
- Jenis gula yang biasa dipakai dalam kultur in vitro yaitu sukrosa, jumlahnya berkisar 2-3 % atau 20-30 gram/liter media. Selain sukrosa, beberapa jenis gula lainnya yaitu laktosa,
galaktosa, maltosa , glukosa , fruktosa. Gula diberikan pada media kultur sebagai sumber karbohidrat untuk respirasi sebab tumbuhan kultur bersifat heterotroph, tidak dapat melakukan
fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat.
- Respirasi menghasilkan energi yang dipakai oleh sel tumbuhan untuk melakukan pembelahan sel. maka gula ditambahkan pada media kultur sebagai sumber energi.
- Vitamin diperlukan tumbuhan sebagai katalisator dalam berbagai proses metabolisme. Vitamin dipakai untuk pertumbuhan sel dan proses diferensiasi sel dan jaringan yang ditanam secara in vitro. Beberapa jenis vitamin yang dipakai dalam kultur in vitro yaitu pyridoxine, thiamin, nicotinic acid Diantara ketiganya, yang bersifat esensial yaitu thiamin (vitamin B1) yang
diperlukan untuk pertumbuhan sel tumbuhan . Nicotinic acid dan pyridoxine (vitamin B6) diperlukan hanya oleh spesies tumbuhan
tertentu. beberapa jenis vitamin lainnya yang dipakai dalam kultur in vitro namun bersifat tidak khusus hanya untuk kultur tertentu, yaitu p-amino-benzoic acid,,biotin, folic acid, ascorbic acid, ribofl avin, pantothenic acid, tocopherol (vitamin E),
- Myo-inositol yaitu senyawa golongan karbohidrat yang ditambahkan pada media kultur dalam jumlah sedikit untuk menstimulasi pertumbuhan sel pada banyak spesies tumbuhan .
walau bukan tergolong vitamin, namun senyawa ini akan terpecah menjadi vitamin C dan pectin. Myo-inositol berperan dalam pembelahan sel, dipakai dalam konsentrasi 50-5000 ppm. Pada kultur kalus tembakau, dibuktikan
bahwa hanya thiamin (dari kelompok vitamin) dan myo-inositol yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal kalus tembakau.
- Zat pengatur tumbuh biasanya ada dua golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang
dipakai dalam kultur in-vitro, yaitu golongan auksin dan sitokinin. ZPT golongan auksin yang biasa dipakai dalam kultur in-vitro yaitu : 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) , naphthalene- acetic acid (NAA),indole-3- acetic acid (IAA), indole-3- butricacide (IBA),
ZPT dari golongan sitokinin yaitu : BA (Benzyladenine), BAP (6-benzyloaminopurine), 2-
iP (isopentenyl adenine), kinetin (6
furfurylaminopurine), Zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine) dan TDZ
(thidiazuron). Rasio kedua golongan ZPT ini akan mempengaruhi arah morfogenesis yang terjadi pada kultur. Rasio auksin yang lebih tinggi dari sitokinin akan menstimulasi terbentuknya akar,
sedang rasio sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan menginduksi terbentuknya tunas. Jika auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang sama (rasio 1) maka akan terbentuk kalus.
Untuk pembentukan kalus juga dapat dipakai 2,4-D.
Ada beberapa jenis ZPT lainnya yang dipakai dalam kultur in vitro. ZPT itu yaitu gibberellin (GA3) untuk pembentukan tunas pada spesies tertentu, dan asam absisik (ABA) untuk pematangan embrio pada proses embriogenesis somatik. Dalam proses pembuatan larutan stok ZPT, untuk IAA, 2,4-D dan NAA dapat dilarutkan awal dengan beberapa tetes alkohol 95% /NaOH 1N, sedang untuk sitokinin dipakai setetes dimethylsulfoxide (DMSO) atau HCL 1N ,Jika
bahan sudah terlarut oleh pelarut awal, maka baru ditambah DD water (Double distilled water) untuk mencapai volume yang diinginkan. pemakaian pelarut awal ini untuk menghindari terjadinya penggumpalan akibat tidak larutnya ZPT itu .
- Penambahan senyawa pemadat untuk membuat media menjadi padat maupun semi padat. Pemadat itu dapat berwujud gellan gum,agar atau agarose , Agar dan agarose dipakai dalam konsentrasi 0.7-1.0% (7-10 gram per-liter media), gellan gum 0.2-0.6% (2-6 gram per-liter media). Gellan gum dijual dengan nama dagang Kelcogel,Gellrite, Phytagel ,Media kultur sebaiknya tidak terlalu padat agar penyerapan nutrisi
dapat berjalan baik. juga pada perkecambahan biji secara in-vitro, diperlukan media semi padat untuk mempermudah terjadinya perkecambahan.
- Asam amino tidak selalu harus ditambahkan pada media kultur, namun diperlukan untuk kultur sel dan kultur protoplas. pemakaian nya secara campuran atau tunggal dari beberapa asam amino. Asam amino menyediakan sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel. Senyawa nitrogen ini lebih mudah diserap oleh sel tumbuhan dibandingkan sumber nitrogen dari garam inorganik. Asam amino yang biasa dipakai yaitu asparagine, L-arginine, cysteine , L-tyrosine,casein hydrolysate, L-glutamine, L-asparagine, adenine, glycine, glutamine,
-Senyawa organik alami seperti ekstrak pisang, ekstrak kentang ,air kelapa, santan kelapa, jus/ekstrak tomat,,kerap ditambahkan pada media kultur untuk menstimulasi pertumbuhan sel/Kebutuhan akan jenis dan jumlahnya tergantung spesies tumbuhan nya. contoh , untuk menstimulasi perkecambahan biji anggrek Vanda tricolor dari Bali diperlukan 100-200 gram ekstrak tomat per-liter media, sedang anggrek Phalaenopsis amabilis memerlukan 100 gram ekstrak tomat yang dicampur dengan 150 ml air kelapa (per-liter media) untuk menstimulasi perkecambahan bijinya. Selain itu, penambahan arang aktif/active charcoal kadang juga
dipakai dalam kultur in vitro untuk tujuan tertentu, contoh untuk mengatasi browning (pencoklatan) pada kultur organ tumbuhan yang banyak mengandung senyawa fenol. Arang aktif
ditambahkan pada media kultur untuk merangsang perakaran, sebab perakaran tumbuh lebih baik pada media yang berwarna gelap.
Beberapa jenis media yang dipakai untuk kultur in vitro ditambah materi nya ,Media itu ada yang dijual dalam kemasan jadi sehingga pemakai hanya menimbang media dengan jumlah tertentu yang sudah tertera pada label media, lalu menambahkan materi lain seperti senyawa lain ,gula, pemadat yang diperlukan. materi
media dasar itu juga dijual secara terpisah, sehingga pembuatannya melalui proses pencampuran materi . Preparasi media
dilakukan dengan pembuatan larutan stok terlebih dahulu. Tujuannya yaitu untuk menghindarkan penimbangan banyak materi secara berulang jika pembuatan media dilakukan berkali-kali. Selain itu, untuk mempermudah penimbangan hara mikro yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit.
cara pembuatan larutan stok dibuat untuk media dasar MS ,untuk pembuatan 1 liter media MS.: tuang air destilasi sebanyak kurang lebih 200 ml
ke dalam gelas beker ukuran 1000 ml. Timbang dan masukkan secara berurutan materi satu persatu sambil dilakukan pengadukan dengan
stirrer pada magnetic stirrer.
Keterangan:MS=Murashige & Skoog; G5=Gamborg; W=White; VW=Vacin &Went;
Nitsch& Nitsch (Sumber : Saad & Elshahed, 2012).
Jika semua materi sudah larut, terakhir ditambahkan air destilasi hingga volume mencapai 500 ml. dipakai air destilasi steril untuk pembuatan larutan stok. untuk
memperkecil resiko kontaminasi. lalu larutan stok yang sudah homogen ini disimpan pada suhu 4 °C. Larutan stok Fe-EDTA disimpan
dalam keadaan kedap cahaya dengan cara membungkus botol dengan aluminium foil sebab cahaya dapat merusak Fe.
Cara pembuatan media dengan memakai magnetic stirrer yaitu Magnetic stirrer dihubungkan dengan listrik. Gelas erlenmeyer yang akan dipakai sebagai wadah pembuatan media diletakkan diatas magnetic stirrer. Ukuran erlenmeyer biasanya lebih besar dari volume media yang dibuat untuk menghindari tumpahnya
media pada saat media mendidih. contoh untuk pembuatan volume media satu liter, dipakai gelas erlenmeyer 2 liter. Pembuatan satu liter media MS dari larutan stok dilakukan dengan cara menambahkan larutan stok A, B, C, D dan E secara berurutan pada erlenmeyer/gelas beker yang sudah berisi kurang lebih 400 ml air destilasi.
Volume larutan stok yang dipipet tergantung dari konsentrasi stok yang dibuat dan volume larutan stok. Yang pertama harus dicari yaitu konsentrasi larutan stok sebetulnya. contoh untuk volume 500 ml stok dengan “50 x konsentrasi”. sebab volume larutan stok yaitu 500 ml, sementara yang ditimbang yaitu 50
x konsentrasi (dari materi untuk pembuatan 1000 ml media), berarti konsentrasi larutan stok yaitu (1000/500) x 50 = 100 kali. Untuk membuat 1000 ml media, maka yang dipipet didapat dengan rumus
V1N1 = V2N2
V1=1000 ml (media yang akan dibuat), N1=konsentrasi media yang
akan dibuat (dalam ini 1 kali), V2= volume larutan stok yang harus dipipet, N2=konsentrasi larutan stok (dalam ini 100 kali). Maka akan di dapat V2=(1000x1)/100=10 ml.
ZPT atau senyawa organik alami (jika diperlukan) ditambahkan sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan . lalu ditambahkan gula sebanyak 20-30 gram, diaduk terus dengan magnet stirrer hingga homogen. Air destilasi ditambahkan hingga volumenya 1000 ml dan dilakukan penyesuaian pH menjadi 5.6-5.8 dengan menambahkan NaOH (jika terlalu asam) atau HCl (jika terlalu basa). sesudah penyesuaian
pH, ditambahkan pemadat, diaduk terus sambil dipanaskan hingga suhu 80oC. Suhu ini yaitu suhu maksimal untuk menjaga agar bahan
aktif yang terkandung dalam zat kimia tidak rusak. Larutan media itu lalu dituang dalam botol-botol kultur steril (volume media biasanya sekitar 25-30 ml per botol), ditutup dan disterilisasi dengan autoklaf. Lamanya sterilisasi tergantung volume media
Skala = 1 cm
Gambar 8. Media kemasan jadi MS (kiri) dan materi MS yang dijual secara terpisah (kanan)
pekerjaan kultur jaringan antaralain tiga tahap samapi penanaman kultur (culture hak cipta ) dan tiga tahap sesudah itu sebelum dipindah ke kebun , yaitu:
- Isolasi bahan tanam (eksplan) dari tumbuhan induk
- Sterilisasi eksplan
- Penanaman eksplan pada media steril yang sesuai (culture hak cipta ). sesudah eksplan ditanam, ada 4 tahap lagi yang diperlukan sampai tumbuhan siap ditanam di kebun , yaitu:
Pemindahan tumbuhan ke kebun ,Aklimatisasi,Pengakaran,Pengakaran,
Isolasi bahan tanam dimulai dari pemilihan dan pemeliharaan tumbuhan induk. tumbuhan induk yang dipilih harus sehat, bebas penyakit dan memiliki pertumbuhan yang baik. ini diperlukan agar bahan eksplan yang dipakai dalam kultur jaringan tidak menjadi sumber kontaminan sehingga keadaan aseptik kultur tetap terjaga. Sebelum eksplan diambil, tumbuhan induk dapat diberi perlakuan, contoh penyemprotan dengan pestisida untuk menjaga kesehatan tumbuhan dan diberi pupuk agar pertumbuhan vigor. Penyemprotan ZPT jenis sitokinin dan atau pemangkasan tunas apikal dapat dilakukan pada tumbuhan induk jenis dikotil untuk merangsang pertumbuhan tunas lateral. Tunas lateral
yang baru tumbuh ini baik dipakai sebagai bahan eksplan, sebab bahan eksplan dengan sel-sel yang masih aktif membelah (tunas yang
baru tumbuh) memiliki daya regenerasi yang tinggi.contoh sterilisasi eksplan yang sederhana. Bahan tanam yang dipilih (contoh daun tumbuhan stroberi) diambil dari tumbuhan induk, lalu dipotong menjadi lebih kecil dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan. lalu dicuci bersih dengan detergen (disikat dengan sikat gigi yang lembut) dibawah air kran yang mengalir. lalu bahan tanam direndam dengan fungisida (konsentrasi 2 gram per liter) selama 10 menit sambil digoyang. sesudah itu dibilas dengan air steril tiga kali lalu
dimasukkan dalam laminar. Dalam laminar, bahan tanam disterilisasi lagi dengan memakai sodium hipoklorida atau clorox. Pemutih
pakaian dapat dipakai sebagai pengganti sodium hipoklorida sebab bahan aktif ini terkandung di dalam walau ada pencampur lain ,Perendaman dengan clorox dilakukan dua kali. Yang pertama, direndam pada clorox dengan konsentrasi 10% selama 5
menit (sambil digoyang), lalu dibilas air destilasi steril hingga 3 kali. Yang kedua, dengan clorox konsentrasi 5% selama 5-7 menit, lalu dibilas lagi dengan air steril hingga 3-4 kali. Pada beberapa
spesies tumbuhan juga dipakai antibiotik untuk mengeliminasi bakteri, contoh pemakaian cefotaxime dengan konsentrasi 300 ppm.
lalu juga dibilas dengan air steril hingga 3 kali.
Yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi permukaan bahan eksplan yaitu konsentrasi sterilan dan lamanya perendaman. Angka
yang tepat biasanya diperoleh melalui penelitian awal (trial and error), sebab khusus untuk masing-masing spesies tumbuhan dan
jenis dan usia bahan eksplan. Konsentrasi yang terlalu tinggi akan memicu kematian pada sel-sel tumbuhan , sedang konsentrasi yang terlalu rendah tidak efektif sebab tidak mampu membasmi mikroorganisme yang ada di permukaan eksplan.Jika tumbuhan induk sumber eksplan yaitu tumbuhan hasil kultur dan berada dalam botol kultur, maka prosedur sterilisasi ini
tidak diperlukan. contoh jika bahan eksplan yaitu perkecambahan (bibit) anggrek dalam botol, maka sterilisasi bahan eksplan tidak diperlukan
sebab tumbuhan induk sumber eksplan sudah steril.
Eksplan yang sudah steril lalu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, contoh menjadi pangkal dan ujung daun, lalu ditanam pada media steril yang sudah disiapkan.Media tanam yang dipakai mengandung ZPT tertentu tergantung dari tujuan kultur. Jika yang diinginkan yaitu pembentukan
kalus, maka bahan eksplan ditanam pada media induksi kalus, contoh media dengan 2,4-D. juga jika tujuannya untuk menginduksi tunas maka ditanam pada media untuk induksi tunas, contoh media yang mengandung sitokinin atau mengandung GA3. ,eksplan daun stroberi yang ditanam pada media yang mengandung 5 ppm GA3 untuk induksi tunas dan eksplan berwujud
umbut kelapa sawit yang ditanam pada media MS dengan 3 ppm 2,4-D untuk induksi kalus. Umbut yaitu tunas apikal yang meristematik pada kelompok tumbuhan palma (palem-paleman) termasuk kelapa sawit.
a= eksplan daun stoberi; b= eksplan umbut kelapa sawit; skala = 0.5 cm.
keadaan aseptik harus tetap dijaga selama proses penanaman, baik ruang tanam, pekerja dan juga alat-alat yang dipakai untuk menanam.
keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh kemampuan menjaga keadaan aseptik.
l
Propagul yaitu bentukan baru hasil morfogenesis yang terbentuk dari jaringan eksplan yang ditanam. Propagul berwujud kalus, tunas atau embrio somatik. Proliferasi itu dapat dilakukan
dengan melakukan subkultur ke medium baru, dapat berwujud medium induksi kalus untuk perbanyakan kalus dan medium induksi tunas
untuk perbanyakan tunas. Proliferasi embrio somatik dilakukan dengan subkultur pada media tanpa hormon sesudah sebelumnya diinisiasi
pembentukannya dengan 2,4-D.
perbanyakan propagul berwujud kalus
pada kultur umbut kelapa sawit. Tampak kalus yang terbentuk dari eksplan umbut kelapa sawit disubkultur ke media induksi kalus sehingga
diperoleh lebih banyak kalus, dimana kalus-kalus itu lalu diinduksi menjadi tunas dengan melakukan sub kultur ke media induksi tunas.
Tunas-tunas ini kembali diperbanyak lagi sehingga diperoleh lebih banyak tunas. Tunas-tunas ini siap memasuki tahap / berikutnya
yaitu pengakaran. Skala = 1 cm.
Tahap pengakaran yaitu tahap dimana tunas-tunas yang sudah tumbuh dipindahkan ke media induksi akar agar terbentuk tanaman . Pengakaran dilakukan secara in-vitro atau eks-vitro ,Induksi akar secara in-vitro dilakukan tetap di laboratorium dalam keadaan aseptik. Untuk menstimulasi pertumbuhan akar, pada media kultur ditambahkan ZPT dari golongan auksin.
Induksi akar secara eks-vitro dilakukan dengan cara melakukan transplanting tunas-tunas mini ke media semi steril di luar laboratorium. Pangkal-pangkal tunas ini biasanya dicelupkan dahulu ke larutan yang mengandung auksin untuk merangsang tumbuhnya akar sebelum
ditanam pada media semisteril yang sudah disiapkan. Pengakaran eks-vitro lebih efisien sebab in-vitro lebih rumit ,tumbuhan hasil kultur jaringan tidak dapat ditanam langsung di kebun , sebab memerlukan proses adaptasi bertahap terhadap lingkungan barunya , sebab keadaan lingkungan mikro botol kultur memicu tumbuhan hasil kultur jaringan tidak memiliki lapisan lilin dan stomata tidak berfungsi sehingga berisiko jika langsung ditanam di kebun . Aklimatisasi dalam kultur in-vitro yaitu proses adaptasi dari tumbuhan hasil kultur in-vitro (tanaman ) terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di kebun . keadaan lingkungan baru itu antaralain kelembaban,suhu, cahaya , Kematian tanaman sesudah aklimatisasi kerap terjadi sehingga tahap ini perlu dilakukan
secara hati-hati. Jika keadaan suhu kultur 20oC, sedang keadaan kebun 35oC, maka suhu pada saat aklimatisasi ditingkatkan secara gradual diantara suhu itu . contoh aklimatisasi tahap 1,
selama dua bulan pada suhu 25oC, lalu masuk ke aklimatisasi tahap 2 yaitu selama 1 bulan pada suhu 32oC, baru lalu dipindahkan ke keadaan kebun . juga untuk cahaya ditingkatkan secara
gradual, sampai akhirnya tercapai cahaya penuh di kebun . Perlakuan suhu dan cahaya saat aklimatisasi ini bisa dilakukan dengan pemberian
atap paranet dengan tingkat pori-pori paranet yang semakin renggang dari waktu ke waktu. Untuk perlakuan cahaya bisa ditambahkan lampu. sedang untuk kelembaban dengan
menyemprotkan air dengan mist blower mirip kabut. Kelembaban pada lingkungan mikro tumbuhan kultur berkisar 80-90%, sedang kelembaban lingkungan di kebun yang panas terik
sekitar 50-70%, Pada aklimatisasi tahap 2 tumbuhan sudah ditransplanting ke pot yang lebih besar ini lalu dapat dipindahkan ke kebun .
eksplan beregenerasi, mengalami morfogenesis dan tumbuh menjadi tanaman dalam kultur jaringan melalui organogenesis dan embriogenesis
Masing-masing terbagi lagi menjadi dua cara, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung ( kalus ),Embriogenesis somatik yaitu proses terbentuknya struktur mirip embrio dari sel-sel somatik. tahap embriogenesis somatik ini mirip tahap terbentuknya embrio zigotik hasil fertilisasi. Embriogenesis somatik terbentuk dari masing-masing sel ,lalu memasuki tahap bentuk bundar, tahap bentuk hati dan tahap bentuk mirip torpedo lalu menjadi embrio. Pada tahap
torpedo, meristem ujung batang dan meristem ujung akar sudah dapat terdeteksi. Meristem ujung batang nantinya akan berkembang menjadi
tunas dan meristem ujung akar menjadi akar. Proses terbentuknya embrio somatik ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(melalui kalus). Pada embriogenesis somatik secara tidak langsung, contoh tumbuhan wortel
(Daucus carota). Eksplan yang berasal dari jaringan pada umbi wortel (contoh empulur) disterilisasi dan ditanam pada media dasar MS padat yang mengandung 1mg/liter 2,4-D untuk menginduksi kalus. Kalus yang terbentuk lalu disubkultur ke media MS cair tanpa hormon
untuk menginduksi sel-sel (massa sel) yang embriogenik (sel-sel yang berpotensi membentuk embrio) yang lalu membentuk embrio somatik. Kultur sel dalam media cair ini dilakukan dengan
penggoyangan. lalu embrio somatik ini disubkultur ke media MS padat yang mengandung 0,025 mg/liter ABA (absicic acid) untuk pematangan embrio (membentuk mature embryos). Dari embrio ini lalu terbentuk tanaman .
Contoh lain dari embriogenesis somatik secara tidak langsung (melalui kalus) pada tumbuhan
anggrek Coelogyne cristata. Kalus diinduksi dari irisan daun (panjang 3-5 mm) yang berasal dari perkecambahan dalam botol dengan cara menanam
pada media MS (konsentrasi penuh) yang ditambah hormon 2,4-D dan Benzyladenine (BA). Konsentrasi 2 mgL-1 2,4-D dan 2 mgL-1
BA memberi hasil optimal untuk pembentukan kalus. lalu kalus itu disubkultur pada media ½ MS tanpa hormon dengan penambahan 2gL-1 arang aktif untuk pembentukan embrio somatik.
lalu terjadi pematangan embrio dan membentuk tumbuhan secara utuh (tanaman ) sesudah 30 hari subkultur.Embriogenesis secara langsung jarang dilakukan dalam perbanyakan tumbuhan melalui kultur jaringan dibandingkan secara langsung. Contoh untuk tumbuhan alfalfa (Medicago falcata). Eksplan yang berwujud daun trifoliate muda disterilisasi dan diiris menjadi potongan-potongan kecil dan diletakkan lpada media dasar B5 cair yang mengandung glutathione (10 mg/liter) 2,4-D (4 mg/liter), kinetin (0,2 mg/liter), adenin (1 mg/liter), dan dishaker selama 10-15 hari. lalu eksplan dicuci bersih dan dipindah ke
media B5 cair tanpa hormon yang mengandung polyethylene glycol dan maltose untuk pembentukan embrio somatik. Pematangan embrio dilakukan dengan melakukan subkultur ke media dasar B5 padat yang mengandung ABA. lalu embrio ini membentuk tanaman .Jika dilihat dari proses pembentukan embrio somatik, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebetulnya melewati dua tahap yang sama. tahap pertama yaitu pemakaian 2,4-D konsentrasi tinggi untuk inisiasi embrio dan tahap kedua yaitu tanpa 2,4-D untuk produksi embrio.
Jadi disini ditekankan bahwa untuk terbentuknya embrio somatik, media harus bebas dari 2,4-D sebab 2,4-D menginduksi sel-sel untuk terus
menerus berada pada tahap tidak terdiferensiasi ,
sehingga embrio tidak terbentuk. Pemindahan ke media tanpa hormon diperlukan untuk terjadinya diferensiasi sel menjadi embrio.
Organogenesis dalam kultur jaringan dalam proses terbentuknya organ dari jaringan eksplan secara langsung, maupun tidak langsung (melalui tahap kalus). regenerasi tumbuhan
melalui organogenesis dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: - Organogenesis secara tidak langsung melalui tahap kalus,
- Organogenesis secara langsung dari eksplan yang memiliki primordia tunas,
- Organogenesis secara langsung dari eksplan yang tidak memiliki primordia tunas,
Organogenesis secara langsung dari eksplan yang memiliki primordia tunas dapat terjadi jika jaringan eksplan yang dipakai memiliki bakal tunas yang belum muncul ke permukaan. Tunas apikal , tunas lateral dan irisan buku/ruas pada batang dapat dijadikan bahan eksplan untuk pilihan tipe ini. Media kultur direkayasa dengan
menambahkan hormon untuk induksi tunas sehingga bakal tunas itu dapat muncul ke permukaan. Adanya hormon jenis sitokinin
dapat memunculkan tunas-tunas itu , tidak hanya satu tunas namun terjadi proliferasi sehingga muncul tunas dalam jumlah banyak. Tunas
yang muncul dari prinsip mikropropagasi dengan cara ini dinamakan tunas aksilar, dinamakan axillary bud formation (abf). Khusus untuk anggrek dari genus Phalaenopsis, ruas tangkai
bunganya berisi bakal tunas sehingga kerap dipakai untuk bahan eksplan dalam mikropropagasi dengan prinsip abf.
Organogenesis secara langsung dari eksplan yang tidak memiliki bakal tunas dapat terjadi jika tunas muncul secara langsung contoh dari irisan daun. , tunas kecil dapat tumbuh secara langsung
dari irisan daun anggrek Vanda tricolor yang ditanam pada media dasar MS tanpa hormon , lalu tunas ini disubkultur ke media untuk induksi akar untuk menghasilkan tanaman . Tunas yang
muncul dari jaringan tumbuhan yang tidak memiliki bakal tunas dinamakan tunas adventif. tunas adventif juga dipakai untuk perbanyakan
tumbuhan secara vegetatif konvensional, contoh untuk tunas yang muncul dari stek daun tumbuhan cocor bebek (Coleus sp).
Organogenesis secara tidak langsung terjadi jika organ yang terbentuk dalam hal ini tunas terjadi melalui tahap kalus. Contohnya pada kultur umbut kelapa sawit , Kalus yang awalnya terbentuk dari eksplan umbut kelapa sawit disubkultur ke media yang mengandung
hormon untuk induksi tunas. lalu tunas-tunas ini dipindahkan ke media pengakaran untuk membentuk tanaman secara utuh.
Bodies pada tumbuhan Anggrek Protocorm yaitu struktur berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan yang dihasilkan dari perkecambahan biji-biji anggrek. biji anggrek berjumlah jutaan dalam sebuah kapsul ( buah anggrek), jika berkecambah membentuk struktur bulat berwarna putih pada awalnya. Lama kelamaan struktur putih akan berubah menjadi kuning, lalu hijau kekuningan dan hijau. Protocorm memiliki bakal akar dan bakal tunas seperti halnya embrio
zigotik sebab protocorm berasal dari biji. Pada anggrek V. tricolor, meristem ujung batang akan terdeteksi 12 minggu sesudah penanaman.
Protocorm like bodies (plb) yaitu struktur mirip protocorm yaitu hasil morfogenesis dari eksplan yang berasal dari sel-sel somatik. contoh jika bahan eksplan yaitu organ tumbuhan anggrek,
seperti irisan daun atau irisan akar. Plb juga memiliki bakal akar dan bakal tunas seperti protocorm, sehingga plb sebetulnya mirip
embrio somatik. plb usia 6 MST yang sudah
menampakkan bakal tunas. Akar terbentuk dengan sendirinya tanpa melalui pemindahan ke media pengakaran, menunjukan bahwa plb memiliki bakal akar seperti protocorm dari biji. maka , plb yang terbentuk dari sel-sel somatik itu
lebih mirip embrio somatik, sehingga prosesnya lebih kepada embriogenesis dibandingkan organogenesis. Jadi plb bersifat bipolar,
artinya memiliki bakal tunas dan sekaligus bakal akar. Sifat bipolar dan monopolar yaitu perbedaan yang paling mendasar antara embriogenesis dan organogenesis , Organogenesis dicirikan oleh sifat monopolar, atau pertumbuhan ke satu arah yaitu
pembentukan dan pertumbuhan tunas (ke arah atas) atau pembentukan dan pertumbuhan akar (ke arah bawah), sedang pada embriogenesis
pertumbuhan terjadi ke dua arah. Pada organogenesis, pertumbuhan yang terjadi masih berhubungan dengan jaringan eksplan asalnya, sedang pada embriogenesis pertumbuhan yang terjadi bersifat mandiri dan tidak berhubungan lagi dengan jaringan eksplan asalnya.berdasar dari bahan eksplan yang dipakai , kultur jaringan tumbuhan dibedakan menjadi :
- Kultur anther/mikrospora (Anthere/microspore cultures)
- Kultur kalus dan kultur sel (callus cultures and cell cultures)
- Kultur biji (seed cultures),
- Kultur meristem(meristem cultures)
- Kultur ujung tunas (shoot-tip cultures)
- Kultur embrio (Embrio cultures)
- Kultur dan Fusi protoplas (Protoplast cultures)
- Kultur meristem (meristem cultures) yaitu bagian tananaman yang sel-selnya bersifat
meristematik dan aktif membelah. Pada tubuh tumbuhan posisi meristem ada pada ujung tunas (tunas apikal maupun aksilar) yang berfungsi
menambah panjang tunas, pada ujung akar berfungsi menambah panjang akar dan pada kambium batang yang memicu bertambah besarnya diameter tumbuhan . Pada tumbuhan suku graminae (rumput-rumputan) ada meristem khusus yang dinamakan meristem interkalar yang posisinya ada pada buku batang yang memicu bertambah panjangnya ruas batang.
Dalam kultur jaringan, meristem yang biasa dipakai sebagai bahan eksplan yaitu meristem ujung tunas (apikal maupun aksilar). Kultur meristem memakai bahan eksplan yang sangat kecil, berukuran ≤ 1 mm. Eksplan meristem harus diambil memakai mikroskop dalam laminar. Irisan meristem terdiri dari apical dome
(ujung tunas yang posisinya paling atas) dan dua primordia daun yang terkecil tanpa menyertakan jaringan pembuluh.Kultur meristem menghasilkan progeni (anakan) tumbuhan yang bebas virus walau bahan eksplan berasal dari tumbuhan yang terserang virus. yang memicu dihasilkannya tumbuhan bebas virus dari kultur meristem yaitu :
- Aktifitas metabolit yang tinggi pada sel-sel meristem yang aktif membelah sehingga tidak memungkinkan virus bereplikasi.Tingginya kandungan auksin endogen pada meristem mungkin menghambat replikasi virus.
- Sistem jaringan pembuluh belum berkembang pada meristem, sedang virus bergerak dalam tubuh tumbuhan melalui jaringan pembuluh.
Kultur meristem yaitu sistem organogenesis secara langsung, sehingga memungkinkan diperoleh anakan yang lebih stabil jika dibandingkan melalui tahap kalus. Produksi tumbuhan bebas virus dengan keadaan genetis yang stabil melalui kultur meristem sudah dilakukan untuk tumbuhan apel,kentang, tebu, pisang ,Makin besar ukuran eksplan makin mempermudah proses kultur dan memicu lebih banyak tanaman yang dihasilkan, namun
diperoleh anakan tumbuhan yang bebas virus makin sedikit ,Ukuran eksplan yang semakin besar memicu eksplan lebih kuat dalam proses sterilisasi sehingga memungkinkan persentase
eksplan bertahan hidup sesudah sterilisasi lebih besar dan diperoleh jumlah tanaman yang lebih banyak. semakin besar ukuran eksplan memicu keikutsertaan jaringan pembuluh pada eksplan
yang dipakai sehingga kemungkinan adanya virus pada tanaman yang dihasilkan akan menjadi lebih besar. Jika tujuan dari perbanyakan melalui kultur jaringan bukan untuk tujuan dihasilkannya tumbuhan bebas virus, maka lebih baik dipakai kultur ujung tunas yang memakai ukuran eksplan lebih besar sebab pengerjaannya menjadi lebih mudah.
Kultur ujung tunas memakai eksplan bakal tunas aksilar atau apikal , berukuran 3-20 mm, menyertakan primordia daun dan jaringan pembuluh. Eksplan bakal tunas aksilar dapat berwujud irisan buku sebab pada irisan buku (buku yaitu bekas tempat daun tumbuh) ada bakal tunas aksilar. Eksplan ditanam pada media induksi tunas (media dengan kandungan sitokinin)
untuk memunculkan pre-existing tunas yang ada dalam eksplan.Tunas dalam jumlah banyak bisa muncul ,namun bisa juga hanya dihasilkannya satu tunas dari satu eksplan. Jika dihasilkan banyak tunas, tunas-tunas itu disubkultur ke media perakaran (media dengan auksin) untuk dihasilkannya tanaman . Namun jika yang muncul hanya satu tunas, maka dilakukan kultur nodal segment kembali dari satu tunas yang dihasilkan itu . Caranya dengan menanam kembali irisan buku yang dihasilkan oleh tunas itu . Penanaman nodal segment dilakukan dengan posisi irisan buku tidur. Tunas yang muncul lalu bisa disubkultur ke media perakaran untuk dihasilkannya tanaman . Proses ini bisa diulang
kembali untuk diperoleh lebih banyak tanaman . Munculnya bakal tunas aksilar sebagai bahan eksplan pada tumbuhan induk dapat dilakukan
dengan menstimulasinya. Contohnya pada tumbuhan Aglaonema sp. Buku (node) pada batang disuntik dengan 30 μl BAP (konsentrasi
30 ppm) untuk memunculkan benjolan yang berwujud bakal tunas aksilar , Bakal tunas aksilar ini lalu diambil untuk dijadikan bahan eksplan. Perlakuan ini mempercepat pertumbuhan tunas aksilar secara in vitro dibandingkan dengan menanam irisan buku
secara in vitro tanpa perlakuan.Perbanyakan tumbuhan dengan kultur ujung tunas ini sukses
dilakukan untuk tumbuhan pisang. prinsip ini dinamakan superior (dibandingkan perbanyakan pisang secara konvensional dengan sucker)
dalam hal hasil yang diperoleh, kebersihan bibit sebab bebas penyakit ,keseragaman bibit dan sifat yang diturunkan ,
kultur embrio yaitu mengkulturkan embrio zigotik secara in vitro. Embrio zigotik yaitu hasil fertilisasi antara inti sel sperma dan sel telur yang terjadi pada proses fertilisasi ganda tumbuhan angiospermae. Embrio zigotik dapat dipakai sebagai bahan eksplan namun
untuk keadaan tertentu seperti:
- Embrio hasil fertilisasi tidak berkembang dan mati. Contohnya embryo rescue pada embrio zigotik hasil persilangan buatan yang dilakukan para pemulia tumbuhan jeruk keprok. sesudah melakukan persilangan buatan, embrio muda diambil dari tumbuhan induk dan ditumbuhkan secara in vitro sebab pada tumbuhan induknya embrio itu tidak berkembang dan mati,
- Embrio tidak bisa ditumbuhkan dalam keadaan biasa secara eks vitro sebab tidak memiliki cadangan makanan. contoh pada tumbuhan anggrek. Biji-biji anggrek yang berukuran sangat
kecil dan berjumlah sangat banyak mencapai ribuan dari sebuah kapsul tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) yang diperlukan oleh biji untuk perkecambahan. Biji-biji ini harus ditumbuhkan secara in vitro dengan memberi nutrisi buatan untuk dapat berkecambah ,
Kultur dan fusi protoplas mengacu pada sel tumbuhan tanpa dinding sel atau isi sel yang terbungkus hanya oleh membran plasma. Protoplas dari sebuah sel dapat dipisahkan dari dinding selnya secara enzimatik maupun mekanik. Protoplas yang sudah terpisah dari dinding
selnya ini dapat diregenerasikan menjadi tumbuhan secara utuh. regenerasi protoplas menjadi tumbuhan secara utuh pertama dilakukan pada protoplas daun tembakau
melalui kultur protoplas yang dilakukan oleh Takebe pada tahun 1970,Isolasi protoplas secara enzimatik pertama kali dilakukan oleh E.C. Cocking awal tahun 1960,Isolasi protoplas dan kultur protoplas menjadi dasar dilakukannya
fusi protoplas atau hibridisasi in vitro dari dua tertua tumbuhan dengan sifat-sifat yang unggul. Fusi protoplas atau hibridisasi in-vitro ini
dilakukan sebab adanya ketidakcocokan yang
terjadi pada persilangan buatan yang dilakukan secara konvensional di kebun sehingga gagal terbentuk embrio. Hasil fusi protoplas ini
bisa ditumbuhkan menjadi tumbuhan secara utuh yang membawa sifat dari dua tertua dari mana protoplas itu berasal. Fusi protoplas ini
memungkinkan dilakukannya persilangan antar dua tumbuhan yang berhubungan kekerabatan yang jauh, dimana persilangan itu sulit dilakukan.
prinsip isolasi protoplas yang biasa dilakukan yaitu secara enzimatik/ mekaniju, Secara
enzimatik, dinding sel dapat didegradasi dan dihilangkan dengan memakai enzim selulase dan pektinase sebab materi utama dari dinding sel tumbuhan yaitu senyawa selulosa dan pektin. Reagen atau larutan untuk mengisolasi protoplas, mengandung enzim selulase , pektinase dan larutan osmotik untuk menjaga stabilitas dari membran plasma agar terhindar dari kerusakan. Gula dan garam seperti CaCl2 dapat dipakai
sebagai larutan osmotik. pH reagen ,Bahan tumbuhan , jenis enzim yang dipakai untuk
isolasi protoplas berpengaruh terhadap jumlah protoplas yang diperoleh dalam proses isolasi itu . spesies tumbuhan berpengaruh terhadap reagen yang diperlukan . jaringan daun yang ditumbuhkan secara in vitro pada tumbuhan Jatropa curcas L. dan Ricinus communis L.
menghasilkan jumlah proptoplas terisolasi lebih banyak dibandingkan jika memakai kalus in vitro.
untuk R.communis L. jumlah protoplas terbanyak diperoleh dari pemakaian campuran enzim
CaCL22H2O , MES buffer (pH 5),cellulose Onuzuka R10, pectinase, mannitol,
untuk J. curcas L. protoplas terbanyak diperoleh
pada pemakaian reagen berwujud campuran enzim 2-(N-morpholino) ethane sulfonic acid (MES) buffer (pH 5,6), cellulose Onuzuka R10,
pectolyase Y23, mannitol, CaCL22H2O ,
Sebelum dilakukan fusi protoplas, hasil isolasi protoplas lalu dipurifikasi untuk memisahkannya dari kotoran sel , sisa sisa enzim , dari protoplas yang rusak. cara nya yaitu : Untuk memisahkan kotoran sel dipakai saringan yang terbuat dari steel atau nilon berukuran mesh 100μ pore, sedang untuk memisahkan dari sisa sisa
enzim dilakukan sentrifugasi 600 rpm selama 5 menit. Protoplas akan berada di dasar tabung, supernatan yang berisi enzim dibuang dengan
pipet. lalu protoplas dicuci untuk memisahkannya dari sisa-sisa enzim dengan larutan pencuci yang terdiri dari larutan osmotik dan nutrisi. Caranya diresuspensi lalu disentrifugasi kembali. ini dilakukan 2 hingga 3 kali. Protoplas utuh dipisahkan dari protoplas rusak dengan cara menambahkan larutan sukrosa 20-40%, disentrifugasi 350 rpm selama 5 menit. Protoplas utuh akan berada di bagian atas larutan
sukrosa dan lalu dipipet dengan hati-hati. lalu protoplas yang murni lalu diuji daya viabilitasnya.
Fusi protoplas dilakukan sesudah diperoleh protoplas yang murni , Terjadinya fusi protoplas memerlukan keadaan ion Ca++ yang tinggi dan pH larutan yang tinggi. Pengerjaan isolasi,
pemurnian dan fusi protoplas semua dilakukan dalam keadaan aseptik.
kultur Mikrospora yaitu sel kelamin (gamet) jantan pada tumbuhan angiospermae dan ditemukan pada bunga tumbuhan yang masih
kuncup. Mikrospora dapat dikatakan sebagai immature pollen (polen yang belum masak fisiologi ). Secara alamiah, mikrospora akan
berkembang menjadi polen atau serbuk sari. Polen ini nantinya akan berkembang menjadi inti sperma 1 dan inti sperma 2 pada penyerbukan
ganda tumbuhan angiospermae. Namun pada kultur mikrospora, mikrospora dibelokkan arah perkembangannya menjadi embrio, bukan
menjadi polen. Embriogenesis mikrospora atau androgenesis ini akan menghasilkan tanaman (tumbuhan ) yang bersifat haploid atau
double haploid (DH) , Dihasilkannya tumbuhan
DH melalui kultur spora yaitu teknik pemuliaan
tumbuhan dan juga riset-riset dasar. Dihasilkannya tumbuhan DH ini akan mempersingkat waktu yang diperlukan oleh pemulia tumbuhan secara konvensional untuk menghasilkan tumbuhan homozigot. Namun
kultur mikrospora juga memiliki kekurangan yaitu kerap terjadinya albinisme pada tanaman yang dihasilkan.Mikrospora dan anther (wadah mikrospora), keduanya dapat dipakai sebagai bahan eksplan, namun lebih baik dipakai
mikrospora yang sudah diisolasi dari anther
Jaringan anther dapat memberi dampak negatif dan bisa menjadi kalus diploid yang nantinya berkembang menjadi tumbuhan diploid yang tidak homozigot atau heterozigot, sedang jika murni mikrospora maka akan dihasilkan tumbuhan haploid. lalu melalui teknik doubling chromosome akan dihasilkan tumbuhan DH yang homozigot. banyak variasi teknik mikrospora Namun pada dasarnya, teknik itu memiliki cara yaitu: Menumbuhkan mikrospora menjadi embrio (induksi embriogenesis) Melakukan doubling chromosome jika diperlukan. Menumbuhkan tumbuhan donor/tumbuhan induk penghasil mikrospora,Panen organ bunga yang masih kuncup, Isolasi mikrospora, Embriogenesis mikrospora memerlukan perlakuan stress untuk menginduksi terbentuknya embrio dari mikrospora. Perlakuan itu dapat berwujud perlakuan secara in vivo maupun in vitro , Perlakuan secara in vitro
contoh keadaan anaerob, radiasi , perlakuan senyawa kimia dapat menjadi stimulus untuk terbentuknya embrio dari mikrospora. Secara in vivo contoh , perlakuan stress terhadap tumbuhan donor berwujud kekurangan nitrogen, kekurangan air dan perlakuan suhu rendah dapat meningkatkan jumlah embrio yang dihasilkan dari kultur mikrospora. Semua perlakuan stress itu dapat merubah program perkembangan mikrospora yang seharusnya menjadi polen untuk
menjadi embrio.Kultur Kalus dan Kultur Suspensi yaitu kumpulan sel yang belum terdiferensiasi. Kalus terbentuk pada bekas luka atau irisan pada organ tumbuhan . Secara in vitro kalus akan terbentuk pada bagian irisan dari organ yang dikulturkan, namun pada beberapa spesies tumbuhan , kalus dapat terbentuk pada bagian sebelah dalam ,semua organ jaringan tumbuhan yang sel-selnya masih hidup dapat membentuk kalus secara in vitro. namun jaringan tumbuhan yang masih muda (belum ada lignifikansi pada dinding selnya), atau jaringan muda yang bersifat meristematik akan lebih mudah menghasilkan kalus. perkecambahan (kecambah) yang dibuat
secara in vitro dari biji (yang sudah disterilkan) sangat baik dipakai sebagai bahan eksplan untuk pembuatan kalus. Kalus akan terbentuk
jika eksplan ditanam pada media kultur yang mengandung auksin dan sitokinin dengan rasio yang sama atau media yang mengandung 2,4-D.
Kalus yaitu bentuk antara sebelum terbentuknya embrio dalam proses indirect embriogenesis somatik maupun sebelum terbentuknya organ pada indirect organogenesis. Kalus juga yaitu
bahan stock untuk kultur suspensi.Pada kultur suspensi, kalus yang terbentuk akan diambil dan
dikulturkan pada media cair membentuk kultur cair atau kultur suspensi. Kalus yang remah dengan mudah lepas membentuk kultur sel. Kultur sel dilakukan dengan agitasi atau shaker (penggoyangan) untuk suplai oksigen. Pada perbanyakan tumbuhan melalui kultur in-vitro, kultur sel (melalui kalus) dipakai dalam embriogenesis secara tidak langsung , namun
anakan yang dihasilkan melalui kultur sel secara genetik bersifat tidak stabil sehingga prinsip ini jarang dipakai . Kultur sel biasanya dibuat
untuk produksi senyawa kimia tertentu, untuk riset-riset yang terkait dengan investigasi jalur biosintesis senyawa tertentu atau riset yang
terkait dengan fisiologi sel.Kultur biji dilakukan untuk biji tumbuhan yang tidak dapat dikecambahkan secara eks vitro atau kalau dapat berkecambah secara eks vitro maka persentase perkecambahannya sangat rendah. sebab biji-biji itu berukuran sangat kecil dan sedikit atau tidak sama sekali memiliki endosperm (cadangan makanan). kultur biji tanpa cadangan makanan ini dinamakan kultur embrio. Cadangan makanan pada biji diperlukan oleh embrio biji untuk proses respirasi sehingga menghasilkan energi untuk berkecambah. Alasan ini memicu biji-biji tumbuhan ini harus dikecambahkan secara in vitro dengan memberi sumber karbohidrat eksternal untuk respirasi. Selain itu, pada media juga ditambahkan nutrisi untuk pertumbuhan lanjutan dari biji yang sudah berkecambah. contoh biji tumbuhan anggrek.
Buah anggrek biasanya berbentuk kapsul. Di dalam satu buah anggrek ada jutaan biji anggrek. Biji anggrek ini dikecambahkan secara in vitro pada media kultur yang aseptik. Kandungan nutrisi pada media sama dengan media kultur biasanya, namun pada media kultur biji anggrek biasanya ditambahkan senyawa organik alami seperti ekstrak tomat, air kelapa, pisang, kentang,
Perkecambahan biji anggrek tergantung dari usia buah, kultivar (atau takson yang lebih rendah, forma), jenis dan konsentrasi senyawa ekstrak alami yang ditambahkan. bahwa pada media kultur NP (New Phalaenopsis) yang diperkaya
dengan ekstrak tomat, biji-biji anggrek Vanda tricolor dari buah usia 5 bulan (sesudah polinasi) memberi lebih banyak jumlah protokorm
berwarna dibandingkan buah usia 7 bulan. bahwa perkecambahan dan pertumbuhan biji V. tricolor var. suavis forma Bali (tumbuh alami ) lebih responsif terhadap pemberian ekstrak
tomat dibandingkan tumbuh alami di lereng Merapi,senyawa organik alami berwujud ekstrak tomat memberi pertumbuhan yang lebih baik untuk perkecambahan dan pertumbuhan lanjutan biji anggrek
V. tricolor dibandingkan dengan air kelapa, konsentrasi 100-200 gram ekstrak tomat per liter media memberi hasil optimal untuk pertumbuhan protokorm V. tricolor. cara menanam biji anggrek yaitu . Buah anggrek dicuci bersih, disikat dengan detergen dan dibilas dengan air kran hingga bersih. lalu buah anggrek itu dicelup ke dalam spiritus dan diekspose ke arah api, diulang hingga tiga kali, lalu dimasukkan ke dalam laminar. Di dalam laminar, buah itu kembali diekspose ke arah api satu kali, lalu diletakkan pada cawan petri steril. Buah ini dibelah dengan pisau steril dan bijinya
ditabur pada media steril yang sudah disiapkan. Proses penaburan biji anggrek ini semua berlangsung dalam laminar.Biji anggrek yang berkecambah akan membentuk protokorm.
Protokorm ini berkembang menjadi tanaman . Prosedur penanaman biji anggrek ini yaitu prosedur dalam pembuatan bibit anggrek botol.
tanaman yang sudah memiliki 3 atau 4 daun dan memiliki akar yang kuat sudah siap diaklimatisasi (dikeluarkan dari botol) untuk ditanam dalam comonity pot (compot), dimana dalam satu pot ada 10-20 tanaman , tergantung ukuran potnya. Jika tumbuhan sudah mencapai kurang lebih
tinggi 5 cm, tumbuhan anggrek dapat dipindah ke masing-masing pot (1 pot untuk 1 tumbuhan ).
Variasi somaklonal sebagai variasi genetik dan/atau fenotip yang terjadi diantara populasi tumbuhan yang diperbanyak secara vegetatif dari satu tumbuhan donor/tumbuhan induk ,Variasi somaklonal dapat diinduksi oleh proses in-vitro atau oleh lingkungan in-vitro. Variasi somaklonal dapat bersifat genetik atau epigenetik. Variasi somaklonal yang bersifat genetik contoh terjadinya perubahan pada urutan (sekuens) basa-basa DNA . mutasi gen (transisi, transversi, insersi, dilesi) , perubahan jumlah kromosom (poliploidi, euploidi), perubahan struktur kromosom
(translokasi, inversi, duplikasi), Variasi somaklonal yang bersifat genetik bersifat diturunkan (heritable) pada regenerasi berikutnya. Variasi somaklonal yang bersifat epigenetik
lebih dipicu oleh oleh faktor lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen. Kemungkinan bisa terjadi gene silencing (gen off) atau gene activation (gen on) dan tidak melibatkan perubahan pada struktur atau sekuens DNA . Variasi somaklonal yang bersifat epigenetik
ini bersifat tidak permanen atau dapat balik (reversible) dan tidak diturunkan pada generasi berikutnya , Perubahan faktor lingkungan akan memicu perubahan pada aktivasi/non-
aktivasi gen tertentu yang memicu adanya perubahan fenotip. Deteksi variasi somaklonal pada hasil perbanyakan melalui kultur in-vitro (contoh kultur organ) dapat dideteksi sejak dini secara genetik melalui Random Amplifi ed Polymorphism DNA (RAPD). RAPD memakai beberapa primer non-khusus yang mengamplifi kasi sepenggal DNA secara random dari DNA genom tumbuhan . Hasil amplifikasi menghasilkan data biner yang nantinya dengan suatu program (contoh NTSYSpc Version 2.10q) akan menghasilkan suatu dendrogram dengan similarity coeffi cient yang menunjukkan adanya
kesamaan/perbedaan secara genetik. Semakin tinggi koefisien, jarak dalam dendrogram akan semakin jauh, menunjukkan adanya perbedaan
secara genetis antar dua masing-masing itu semakin besar. hasil perbanyakan tumbuhan secara kultur in-vitro akan bersifat seragam secara genetik. Namun variasi genetik terjadi
pada populasi tumbuhan yang diperoleh dari kultur organ dari satu donor tumbuhan . Diperlukan riset untuk mengidentifikasi tentang
variasi genetik ini. Variasi somaklonal terdeteksi secara fenotipik pada tumbuhan kelapa sawit yang diperbanyak melalui jalur organogenesis secara tidak langsung atau melalui tahap kalus Kalus sebagai bentuk antara dalam organogenesis secara tidak langsung dan subkultur yang dilakukan secara berulang sebagai penyebab terjadinya ketidaknormalan pada daun kelapa sawit ini.Variasi somaklonal tidak selalu bersifat buruk. kadang
tumbuhan yang memiliki sifat unggul muncul secara tidak sengaja pada perbanyakan in-vitro. ini yaitu salah satu keuntungan dari adanya variasi somaklonal, namun tidak untuk perbanyakan tumbuhan yang bertujuan menghasilkan klon yang seragam, maka munculnya variasi somaklonal ini tidak diharapkan.
permasalahan l pada kultur tumbuhan secara in-vitro yaitu:
Kontaminasi oleh mikroorganisme yaitu permasalahan kultur jaringan dan memicu kegagalan, sehingga keadaan aseptik / persyaratan dalam kultur in-vitro. ini dipicu media kultur mengandung gula dan nutrisi lainnya yang tujuannya untuk pertumbuhan eksplan, namun disisi lain ini bisa dimanfaatkan oleh
mikroorganisme sebagai sumber makanan untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme yang biasanya menjadi sumber kontaminan pada kultur jaringan yaitu fungi/bakteri ,Sumber kontaminasi berasal dari jaringan eksplan maupun dari luar jaringan eksplan. Secara internal bisa dipicu oleh prosedur sterilisasi permukaan eksplan yang kurang sempurna sehingga eksplan tidak bebas dari mikroorganisme. Mikroorganisme itu lalu tumbuh saat eksplan ditanam pada media kultur.
ini memerlukan trial dan error sebab berbeda untuk jenis spesies dan macam bahan eksplan yang dipakai . Sterilan tidak hanya dapat
membasmi mikroorganisme, namun konsentrasi yang terlalu tinggi dapat membasmi jaringan eksplan. Sebaliknya jika konsentrasi terlalu
rendah maka proses sterilisasi tidak efektif.
Kontaminan internal juga dapat bersifat endogenous, berada di dalam jaringan eksplan sehingga tidak dapat dihilangkan hanya
dengan sterilisasi permukaan. pemakaian tumbuhan donor yang sehat, pemeliharaan tumbuhan donor dalam rumah kaca dengan perlakuan penyemprotan pestisida dapat mencegah kontaminan endogen dari jaringan eksplan. perendaman eksplan pada larutan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan bakteri endogen. Sumber kontaminan eksternal berasal dari media kultur, meja kerja pekerja ,Proses sterilisasi media yang kurang sempurna memicu adanya bibit mikroorganisme spora jamur dalam media kultur , Media kultur sebaiknya dipakai minimal 1 minggu sesudah dibuat untuk memberi peluang tumbuhnya bibit-bibit mikroorganisme ,Sterilisasi meja kerja (laminar) dengan penyemprotan alkohol dan pemakaian UV diperlukan untuk meminimalisir sumber kontaminan eksternal. pemakaian masker dan sarung tangan oleh pekerja;
membakar (pada api lampu bunsen) bibir botol kultur sebelum dan sesudah eksplan ditanam,
penyemprotan tangan dengan alkohol sebelum pekerjaaan dimulai; mencelupkan dan membakar dissecting kit sebelum dipakai untuk mengiris eksplan dalam laminar;
Pencoklatan (browning) yang terjadi pada media kultur memicu kematian jaringan eksplan. Browning di sebabkan oleh eksudasi senyawa fenolik dari jaringan eksplan. Senyawa fenolik yaitu senyawa metabolit sekunder terbanyak yang ada pada jaringan tumbuhan . Senyawa
fenolik itu tereksudasi dari jaringan tumbuhan akibat luka irisan baik saat eksplan diambil dari tumbuhan donor maupun saat preparasi
jaringan eksplan.Eksudasi senyawa fenolik ini memicu aktifasi enzim Polyphenol oxidase (P PO) yaitu enzim oksidatif sehingga terjadi oksidasi senyawa fenolik yang memicu kematian jaringan eksplan. Oksidasi senyawa fenolik ini menghasilkan senyawa kuinon yang beracun bagi tumbuhan sehingga memicu sel-sel tumbuhan mengalami nekrosis /mati ,
Selain enzim PPO, enzim oksidatif lainnya yaitu enzim Phenylalanine ammonia lyase (PAL) , enzim peroxidase (POD), kedua enzim ini katalisator untuk biosintesis polifenol
bahwa PPO dan POD bekerja secara kolektif
dalam oksidasi senyawa fenolik, PPO menstimulasi POD dalam oksidasi senyawa fenolik. pencegahan browning dilakukan dengan pemakaian antioksidan seperti ascorbic
acid (asam askorbat) atau citric acid (asam sitrat); kultur dalam gelap; sub-kultur 2-3 kali dalam periode yang singkat. pemakaian arang aktif (activated charcoal); pemakaian polyvinylpyrrolidone (PVP);
cara mengatasi browning tergantung pada spesies tumbuhan dan eksplan yang dipakai .
biasanya pemakaian arang aktif dilakukan dengan menambahkan 2-3 gram per liter pada media kultur, namun pada spesies tertentu pemakaian arang aktif sebanyak 10 gram per
liter baru memberi hasil dalam mengatasi browning. Arang aktif menyerap senyawa fenolik yang tereksudasi dari jaringan eksplan
sehingga browning pada media dapat dicegah. Arang aktif memiliki efek lain pada kultur, yaitu merangsang pertumbuhan akar. PVP mencegah browning dengan menyerap senyawa fenolik
yang tereksudasi dari jaringan eksplan melalui ikatan hydrogen, mencegah terjadinya oksidasi dan polimerisasi. PVP juga berkombinasi
dengan fenolik yang sudah teroksidasi dan mencegah oksidasi lanjutan. pemakaian PVP dilakukan dengan cara, yaitu perlakuan pada eksplan maupun ditambahkan pada media. Perlakuan eksplan dengan cara merendam eksplan dengan PVP atau merendam eksplan pada larutan PVP ditambah agitasi selama 1jam. pemakaian PVP pada media, ditambahkan dengan konsentrasi 0,05% sampai dengan 1%.
pemakaian antioksidan seperti asam askorbat paling berhasil dalam perbanyakan secara in vitro terutama untuk tumbuhan yang mengandung
senyawa fenol tinggi seperti pisang , Asam askorbat juga berperan mengatasi kematian eksplan sesudah infeksi dengan Agrobacterium tumefaciens pada transformasi genetik secara in-vitro ,Asam askorbat sebagai antioksidan yang
kuat, pemakan radikal bebas yang dihasilkan jaringan tumbuhan saat dilukai, maka mencegah terjadinya oksidasi. Asam askorbat mencegah browning dengan cara menghambat proses
oksidasi. bahwa asam askorbat tidak
berinteraksi secara langsung dengan enzim PPO, namun pencegahan browning melalui mekanisme penurunan substrat yang teroksidasi, maka memutus rantai oksidasi.Subkultur (interval pendek) 2-3 kali yaitu prinsip yang paling mudah untuk mengatasi browning. selama proses ini luka irisan tertutup dan menghentikan eksudasi senyawa fenol. Inkubasi awal kultur dalam gelap juga dapat mengatasi browning. bahwa penyimpanan kultur dalam gelap dapat mencegah atau menurunkan aktifitas enzim yang
terkait dengan biosintesis dan oksidasi fenol.
Vitrifikasi di sebabkan oleh kerusakan secara fisiologi pada tumbuhan sehingga menampilkan fenotip daun atau batang tumbuhan glassy (bening, seperti gelas). tumbuhan hasil perbanyakan secara in-vitro kerap menunjukkan fenotip seperti ini. Keadaan ini diikuti oleh nekrosis dan kematian jaringan eksplan ,
Vitrifikasi terjadi sebab sel-sel tumbuhan mengandung air yang berlebihan (hyperhydricity), defisiensi klorofil, kurangnya lignifikansi pada dinding sel. faktor yang mempengaruhi
terjadinya vitrifikasi pada tumbuhan hasil perbanyakan in vitro yaitu : jenis pemadat, hormon, senyawa organik , inorganik, suhu
ruang kultur, cahayad, lingkungan botol kultur ,
Pada kultur tumbuhan Chlorophytum borivilianum (jenis tumbuhan obat), hal hal yang
mengurangi vitrifikasi yaitu pemakaian botol kultur yang memiliki aerasi; penurunan konsentrasi BAP dari 2 mg/L menjadi 0 mg/L saat subkultur; pemakaian sitokinin jenis kinetin dibandingkan jenis BAP.Uap air yang berlebihan pada botol kultur dapat memicu vitrifikasi. ini dapat dipicu oleh matinya AC ruang kultur sehingga memicu adanya uap air yang berlebih dalam botol kultur.