mimpi 2

Tampilkan postingan dengan label mimpi 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mimpi 2. Tampilkan semua postingan

mimpi 2










MIMPI   bagian 2

Sebagai kualitas paling dekat dan langsung yang dirasakan oleh mahluk hidup,  qualia menjadi pusat dalam pembicaraan kesadaran secara non-fisik. 
Cognitive science sudah mencoba penyelidikan fisik tentang fenomena qualia di mana kesimpulannya berakhir pada reduksionisme.  terjadi tendensi ilmiah melalui penyelidikan keadaan fisik dari kelelawar untuk mengetahui bagaimana kelelawar memiliki kesadaran atas  tubuhnya. Namun penjelasan menandakan bahwa kesadaran itu sendiri memakai instrumen fisik 
dalam keberlangsungannya.Sebagai counter terhadap physicalism, qualia mengatakan keadaan mental dengan kualitas fenomenal dari pengalaman indrawi yang diterima  mahluk hidup. Frank Jackson, melalui Epiphenomenal Qualia mengatakan melalui contoh Fred yang memiliki kemampuan untuk membedakan warna  merah 1 dan merah 2 pada buah tomat yang matang. Secara fisiologis, sistem optikal Fred mampu membedakan gelombang warna merah tampak seperti halnya manusia lain membedakan warna kuning dan biru. Kemampuan yang dimiliki Fred tidak menandakan kualitas fisik yang  khusus. ini menjadi kelemahan physicalism yang tidak bisa menandakan kualitas khusus dari pengalaman mental mahluk hidup secara  berkualitas. Dalam contoh lain, Jackson mengatakan melalui Mary, seorang ilmuwan brilian di bidang neurophysiology of vision serta mampu  membedakan gelombang warna dari cahaya yang menghasilkan warna. Dalam contoh masalah ini, Mary diminta untuk membedakan warna dari dunia yang terlihat dalam duni hitam-putih selama hidupnya melalui pengertian spektrum warna, fenomena fisik secara neurokeilmiahan yang terjadi di otak saat mahluk hidup melihat warna, dan lain lain. Saat tiba Mary ditunjukkan warna asli dari dunia yang dilihatnya mealui televisi hitam-putih, tidak bisa  dipungkiri, ia mengetahui sesuatu yang baru. Namun ini bukan berarti bahwa Mary tidak mengetahui sesuatu tentang penglihatan terkait  spektrum warna sebelumnya (perhatikan bahwa Mary yaitu seorang  ilmuwan di bidang penglihatan secara neurokeilmiahan). berdasar dua contoh itu, qualia tidak cocok dengan argumen physicalism Penolakan terhadap qualia itu menjadi dasar pengembangan neurokeilmiahan untuk mengurangi kesadaran pada tingkat fisik. Urgensi qualia dalam kerangka ilmu kognisi terkait dengan  hubungan langsungnya dengan kesadaran yang juga berkaitan dengan  tingkah laku dan aksi manusia serta wujud  fenomena qualia yang terkait dengan sifat ilmiah atas perasaan-perasaan mahlukhidupseperti asan yang diperoleh tidak mengatakan kesadaran  sebagai fenomena mental yang bersifat pengalaman, melainkan hanya menandakan bahwa kesadaran itu sendiri memakai instrumen fisik dalam keberlangsungannya.
Sebagai counter terhadap physicalism, qualia mengatakan keadaan  mental dengan kualitas fenomenal dari pengalaman indrawi yang diterima 
mahluk hidup. Frank Jackson, melalui Epiphenomenal Qualia mengatakan  melalui contoh Fred yang memiliki kemampuan untuk membedakan warna  merah 1 dan merah 2 pada buah tomat yang matang. Secara fisiologis, sistem optikal Fred mampu membedakan gelombang warna merah tampak.seperti halnya manusia lain membedakan warna kuning dan biru. 
Kemampuan yang dimiliki Fred tidak menandakan kualitas fisik yang  khusus. ini menjadi kelemahan physicalism yang tidak bisa  menandakan kualitas khusus dari pengalaman mental mahluk hidup secara 
berkualitas. Dalam contoh lain, Jackson mengatakan melalui Mary, seorang ilmuwan brilian di bidang neurophysiology of vision serta mampu membedakan gelombang warna dari cahaya yang menghasilkan warna. .Dalam contoh masalah ini, Mary diminta untuk membedakan warna dari  dunia yang terlihat dalam duni hitam-putih selama hidupnya melalui pengertian spektrum warna, fenomena fisik secara neurokeilmiahan yang terjadi  di otak saat mahluk hidup melihat warna, dan lain lain. Saat tiba Mary ditunjukkan warna  asli dari dunia yang dilihatnya mealui televisi hitam-putih, tidak bisa  dipungkiri, ia mengetahui sesuatu yang baru. Namun ini bukan berarti bahwa Mary tidak mengetahui sesuatu tentang penglihatan terkait  spektrum warna sebelumnya (perhatikan bahwa Mary yaitu seorang  ilmuwan di bidang penglihatan secara neurokeilmiahan). berdasar dua contoh .itu, qualia tidak cocok dengan argumen physicalism  Penolakan terhadap qualia itu menjadi dasar pengembangan  neurokeilmiahan untuk mengurangi kesadaran pada tingkat fisik.  Urgensi qualia dalam kerangka ilmu kognisi terkait dengan  hubungan langsungnya dengan kesadaran yang juga berkaitan dengan  tingkah laku dan aksi manusia serta wujud  fenomena qualia yang  terkait dengan sifat ilmiah atas perasaan-perasaan mahlukhidupsepertirasa sakit, rasa takut, bau dari sepotong roti panggang yang sangat dekat  dengan aspek pusat kognisi dari manusia, maka , qualia yaitu rasa yang muncul berdasar  pengalaman dari kesadaran yang dialami mahluk hidup. Qualia dialami mahluk hidup saat  melihat warna hijau, atau biru, mendengar suara dentuman dari ledakan  eksperimen kimia, atau merasakan rasa pahit dari obat yang menandakan suatu rasa tertentu saat mengalaminya. rasa itu hanya bisa  dirasakan saat pengalaman dialami langsung oleh mahluk hidup. Berbagai  penjelasan dan deskripsi fisik tentang bagaimana sel neorun bekerja saat  manusia melihat warna jingga belum mengindikasikan fenomena qualia sebagai kualitas dari kesadaran itu sendiri. Qualia sebagai kualitas kesadaran mahluk hidup muncul dalam wujud berkualitas yang keberadaan atau kemunculannya dipengaruhi oleh pengalaman. wujud  dari qualia yang secara mahlukhidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan  melalui media bahasa mendapat celah melalui manifestasinya di kehidupan  nyata di mana perspektif orang ketiga memungkinkan untuk menempati  posisi observer atau pengamat dalam bahasan qualia. Sisi mahluk hiduptif-objektif  yang diadopsi dari pengertian kesadaran dari Searle ini diterapkan dalam membahas qualia sebagai kualitas yang sepenuhnya bersifat mahlukhidup namun penonjolannya dapat terlihat dalam perspektif objektif. berdasar  hal itu, fenomena qualia memiliki sisi atributif yang menandakan kemunculannya, terdalam pengalaman yang mengikutsertakan anggapan indrawi mahluk hidup tanpa harus terjebak pada reduksionisme fugsionalis yang  berangkat dari neurokeilmiahan untuk mengatakannya.  anggapan yang diterima mahluk hidup lewat pengalaman memiliki pengaruh atas manifestasi qualia itu sendiri dalam kesadaran. Secara berkualitas, qualia menandakan fungsi kesadaran lewat munculnya interaksi dunia fisik luar diri mahluk hidup yang masuk ke dalam mental kesadaran mahluk hidup. Hal yang menurut dualisme Cartesian yaitu persilangan metafisis ini tidak lepas dari kesadaran mahluk hidup atas keadaan eksternal dirinya yang berhubungan secara  fisik. Berikut penjelasan tentang qualia dengan perspektif pengalaman mahluk hidup yang memperhitungkan atribut yang meliputi sifat,  penjelasan fungsionalis sebagai counter-theory, serta posisi dari qualia itu  sendiri sebagai kualitas dari kesadaran. Fenomenal qualia yang bersifat mahlukhidupmemiliki sisi objektif yang  terangkum dalam sifat keberadaannya. sifat ini  dipengaruhi oleh faktor mahlukhidup itu sendiri di mana stimuli yang muncul  belum tentu seragam responnya pada setiap mahluk hidup yang menerima. Faktor mahlukhidup itu tidak terlepas dari situasi keadaan mahluk hidup  yang terkait pula dengan faktor spasio-temporal seperti warna segelas  susu pada saat matahari tenggelam yang akan berbeda penampilan  visualnya pada saat tengah hari cerah. sifat yang dipengaruhi faktor mahlukhidupitu dapat  terbagi atas 4 karakter yaitu: pertama, qualia tidak dapat  terjelaskan. Penjelasan dalam itu mengacu pada kontektualisasi qualia melalui media bahasa. Berbagai imajinasi serta penjelasan fisik dari  neurokeilmiahan tidak dapat dipungkiri memiliki kegunaannya sendiri dalam  mengatakan fenomena kualitas kesadaran ini, namun ketepatan  penjabaran secara berkualitas tidak menyamainya samasekali. Penjelasan  yang bereferensi pada pengalaman lain yang memiliki kesamaan kualitas  pun seringkali dipakai untuk mengindikasikan kualitas yang diterima  dalam suatu anggapan, namun bahasa kembali menjadi sebagai  penghubung eksperimental untuk kualitas qualia dan tidak mengatakan  secara utuh. Kedua, qualia bersifat mahluk hiduptif. itu bersifat mutlak  dalam wujud  kualitasnya yang terkandung dalam kesadaran mahluk hidup. Meskipun rujukan bahasa yang dipakai untuk mengatakan kualitas  materil seperti warna, rasa, dan wujud  serta kualitas immateriil seperti emosi, perasaan, dan suasana hati berasal dari faktor eksternal mahluk hidup yang dalam penyampaiannya dapat dimengerti oleh mahluk hidup lain yang  memiliki pengertian sama atas referensi itu, namun kualitas  otentik dari anggapan yang diterima mahluk hidup tidak memenuhi kualitas  referensi yang disampaikan melalui bahasa itu. Ketiga, qualia terhubung dan terikat secara langsung dengan kesadaran  . Sebagai atribut dari pengalaman, qualia menjadi imajinasi pengetahuan  bagaimana suatu informasi muncul dalam diri mahluk hidup. imajinasi yang  ditangkap sebagai informasi ini tidak mengalami penundaan apapun yang  memicu qualia itu sendiri tidak memiliki referensi dikotomis atas nilai  benar atau salah. Keempat, qualia bersifat intrinsik. pengertian filosofis membagi properti intrinsik dan ekstrinsik bagi mahluk hidup. Properti ekstrinsik  memiliki implikasi relasional, seperti  menjadi seorang paman  yang  memerlukan entitas lain sebagai tujuan hubungannya, dan dalam itu  yaitu keponakan. Properti intrinsik tidak bergantung pada hubungan  semacam itu. Dalam itu, qualia dengan sifat berkualitas-nya  terlepas dari berbagai macam hubungan dengan faktor luar diri mahluk hidup.maka , qualia yaitu properti dari pengalaman  yang bermanifestasi dalam kesadaran dan hanya dapat dirasakan secara  berkualitas oleh mahluk hidup sendiri serta pembahasannya yang mengikutsertakan  faktor luar mahluk hidup memerlukan media bahasa untuk sebagai imajinasi 
metafor kualitas kesadaran ini. Fungsionalisme yaitu doktrin yang mengidentikkan wujud   fungsional dalam ketentuan hubungan kausal antara input, output, dan  keadaan mental lainnya , Fungsionalisme memandang  qualia memiliki kegunaan tertentu secara alamiah. seperti, dari rasa  sakit yang tidak berbeda dengan rusaknya fungsi jaringan  kulit sehingga terjadi peringatan di otak untuk bereaksi atas kerusakan itu. Fungsionalisme memiliki dua argumen kuat yang menolak qualia, yaitu inverted qualia dan absent qualia. Keduanya berangkat dari  segi fungsional kesadaran yang mengacu pada pengertian neurokeilmiahan di  mana fungsi otak itu sendiri yang menentukan kesadaran mahluk hidup hingga  wujud  kualitasnya.  Inverted qualia berangkat melalui inverted spectrum hypothesis yang menyatakan bahwa semua mahluk hidup memiliki organ fungsional yang sama, demikian pula dengan rasa yang terjadi saat satu mahluk hidup melihat  satu warna merah yang secara fenomenal sama dengan rasa saat  mahluk hidup lain melihat warna hijau. berdasar hipotesis itu, maka  keadaan mental setiap mahluk hidup yaitu sama, meskipun ada  keadaankeadaan yang berbeda secara berkualitas atau fenomenal. Karakterisasi argumen inverted qualia gagal mengatakan aspek kualitas dari qualia itu sendiri. Sebagai imajinasi, keadaan berkualitas  mental satu mahluk hidup, jika inverted qualia dimungkinkan, tidak identik  dengan wujud  fungsionalnya. Jika fungsionalisme meng-klaim bahwa keadaan mental yaitu wujud  fungsional, maka fungsionalisme 
terjebak pada kesalahan argumennya sendiri di mana fungsi tidak dapat disamakan dengan keadaan .
Argumen kedua atas penolakan fungsionalisme terhadap qualia yaitu absent qualia yang memiliki argumen melalui imajinasi bahwa  keadaan mental mahluk hidup x dapat berfungsi identik dengan keadaan mental y, meskipun keadaan mental mahluk hidup x memiliki karakter berkualitas yang lebih 
dibandingkan karakter berkualitas mahluk hidup y,
Bagi Chalmers argumen absent qualia pada 
dasarnya sama dengan prinsip argumen inverted qualia yang  mengedepankan segi fungsional dari cara kerja otak. Dalam absent  qualia, argumen intuitif tentang keseragaman fisis manusia menjadi  landasan bagaimana kesadaran pada dasarnya fenomena yang dapat  terjadi pada setiap mahluk hidup dengan kualitas yang mirip. Namun dari segi  kualitas, secara fisik dan empiris tidak mungkin keseragaman itu dapat diterima. Melalui contoh, pengertian batang pohon yang berwarna  coklat tidak akan sama pada mahluk hidup yang memiliki penglihatan normal  dengan mahluk hidup yang memiliki kelainan buta warna total. Secara fisik  ada  perbedaan antara keadaan mahluk hidup yang mengalami kelainan buta  warna total dengan mahluk hidup yang memiliki penglihatan normal. Perbedaan  fisik itu menjadi dasar bagi fungsionalisme membedakan kesadaran yang dialami oleh masing-masing mahluk hidup. Meskipun dualisme pada  dasarnya menyadari perbedaan keadaan itu, namun pandangan  atas fungsi tetap dianggap sebagai bagian dari rantai kausal atas fenomena kesadaran. Melalui contoh itu terlihat bagaimana  fungsionalisme sendiri terjebak dalam memposisikan qualia sebagai  kajian yang objektif setara dengan kajian lain dalam keilmiahan. Sekalipun pada dasarnya mahluk hiduptivisme dari qualia tidak dapat dipungkiri, namun  objektivisme dapat menjadi variasi dalam perspektif bahasan qualia.  maka , kesalahan argumen dari fungsionalisme yang  mendasar pada masalah fungsi fisis otak terletak pada hubungan yang tidak  dicapai dari qualia dengan kesadaran dalam wujud  fisis. Dualisme  sendiri menerima konsep deskripsi fisik dari fenomena mental sebagai  informasi kausalitas atas kesadaran. ini menjadi dasar bagi dualisme yang membagi kesadaran sebagai fenomena mental yang  kausalitas fisiknya yaitu instrumen semata. qualia sebagai properti intrinsik dari mahluk hidup menujukkan wujud  yang  berkualitas dari kesadaran. wujud  berkualitas ini yaitu manifestasi dari  kesadaran yang menandakan bagaimana kesadaran muncul dalam pikiran manusia melalui interaksi persilangan metafisis antara mental mahluk hidup dengan dunia eksternal mahluk hidup dalam wujud  pengalaman. Di sisi lain,  fenomena mental itu tidak lepas dari usaha fungsionalis yang mengemukakan kesadaran sebagai fenomena kausal dari kegiatan fisis  otak melalui neurokeilmiahan.
Sebagai pusat dalam perdebatan philosophy  pikiran, kesadaran memiliki posisi khusus yang ditunjukkan dalam wujud  atributnya.  Kesadaran sendiri memiliki beberapa perspektif dalam bahasan kontemporernya, mulai dari dualisme Cartesian hingga physicalism yang 
yaitu wujud  ilmiah sistematis dari materialisme. masalah qualia sendiri memiliki posisi khusus dalam kesadaran. Kemunculannya sendiri  menjadi perdebatan yang terus berlanjut secara  tidak nyata dan  penjelasan-penjelasan ilmiah. Afirmasi terhadap qualia didukung oleh  pengertian dualisme yang menerima gagasan bahwa keberadaannya  bersifat mental serta tidak bisa dibuktikan secara fisik. Garis besar dalam urutan  penjelasan latar belakang, kesadaran, dan qualia ini ditujukan  pada teks  penelitian untuk mengatakan qualia sebagai kesadaran yang  mengatakan secara tidak langsung posisi kesadaran itu sendiri.Counter yang dijelaskan melalui fungsionalisme berusaha  menegaskan  qualia terkait dengan kemunculannya yang bergantung pada properti fisik   manusia atas kesadarannya, yaitu otak. Namun, fungsionalisme sendiri yang mengacu pada neurokeilmiahan tidak menjawab penyelesaian bagaimana kesadaran dapat muncul sebagai fenomena mental. Bagi dualisme, penjelasan yang berhasil dicapai neurokeilmiahan hanya terbatas pada hubungan kausalitas kesadaran dengan properti fisik  itu. ini menjadi kelemahan bagi fungsionalisme sendiri  tentang bagaimana fungsi fisik tidak bisa disejajarkan dengan keadaan mental yang tidak memiliki kualitas fisik.Melalui sisi mahlukhidup  pengalaman mental yang dialami  mahluk hidup, qualia dari kesadaran tidak dapat dipungkiri kemunculannya .melalui berbagai pengalaman yang mengikutsertakan anggapan mahluk hidup, baik  indrawi maupun non-indrawi. mahluk hiduptivitas dari qualia pun tidak lepas 
dari fenomena kesadaran yang berdasar pengertian dualisme yaitu sepenuhnya keadaan yang dialami mahluk hidup secara langsung Dari sisi objektif, bahasan tentang qualia tidak akan tersampaikan 
tanpa perspektif orang ketiga melalui media bahasa. keadaan langsung .dari kesadaran dan qualia itu hanya dapat tersampaikan kepada  pihak di luar mahluk hidup melalui bahasa. Bahasa sendiri tidak sepenuhnya 
menjadi media yang mengindikasikan objektivitas dari qualia. Diperlukan pemakaian bahasa yang bersifat metafor untuk dapat  mengindikasikan pengalaman qualia itu sendiri. Objektivisme yang .dimaksud hanya sebatas dalam perspektif yang memungkinkan qualia
sebagai kualitas kesadaran itu dapat tersampaikan.
maka , qualia sebagai kualitas bagi kesadaran 
melalui pengalaman yang diterima mahluk hidup atas stimuli di luar dirinya .berdasar fondasi dualisme dapat diterima yang dilengkapi pula keadaan dalam mahluk hiduptivisme dari kualitasnya sendiri serta objektivisme dalam memposisikan perspektif orang ketiga untuk bahasan  referensial qualia itu sendiri di luar diri mahluk hidup. Di sisi lain, melalui dualisme konseptual yang dijelaskan Searle, sisi naturalis dari  kesadaran terakomodir melalui kesadaran itu sendiri sebagai bagian dari .fenomena biologis manusia tanpa harus terjebak pada reduksionisme dari fungsionalis. Dari sisi objektif, bahasan tentang qualia tidak akan tersampaikan  tanpa perspektif orang ketiga melalui media bahasa. keadaan langsung dari kesadaran dan qualia itu hanya dapat tersampaikan kepada 
pihak di luar mahluk hidup melalui bahasa. Bahasa sendiri tidak sepenuhnya  menjadi media yang mengindikasikan objektivitas dari qualia. 
Diperlukan pemakaian bahasa yang bersifat metafor untuk dapat  mengindikasikan pengalaman qualia itu sendiri. Objektivisme yang dimaksud hanya sebatas dalam perspektif yang memungkinkan qualia
sebagai kualitas kesadaran itu dapat tersampaikan.
maka , qualia sebagai kualitas bagi kesadaran 
melalui pengalaman yang diterima mahluk hidup atas stimuli di luar dirinya berdasar fondasi dualisme dapat diterima yang dilengkapi pula keadaan dalam mahluk hiduptivisme dari kualitasnya sendiri serta 
objektivisme dalam memposisikan perspektif orang ketiga untuk bahasan referensial qualia itu sendiri di luar diri mahluk hidup. Di sisi lain, melalui  dualisme konseptual yang dijelaskan Searle, sisi naturalis dari kesadaran terakomodir melalui kesadaran itu sendiri sebagai bagian dari  fenomena biologis manusia tanpa harus terjebak pada reduksionisme dari fungsionalis. Kerangka pengertian  kesadaran yang telah disintesiskan itu dipakai pada bagian selanjutnya, yaitu untuk mengatakan posisi qualia. berdasar afirmasi posisi qualia dalam  pengertian kesadaran yang juga melingkupi pemikiran Freud itu, sisi berkualitas dari qualia dijelaskan secara analogis dengan pengertian mimpi dari Freud yang akan menuju tesis   dari penelitian ini, yaitu menandakan mimpi  sebagai qualia kesadaran melalui interpretasi mimpi dari Sigmund Freud. pengertian tentang interpretasi mimpi berdasar Sigmund Freud mendasar  pada psikoanalisanya. berdasar hal itu, Freud menganggap sisi mental  manusia lebih penting dibandingkan fenomena fisik ketubuhannya. gagasan dasar tentang pikiran-fisik berdasar dualisme Cartesian menjadi fondasi  dalam pengertian struktur pikiran dari Freud dalam pskoanalisanya. Dalam kerangka pengertian kesadaran yang diungkapkan oleh Searle, kesadaran yaitu fenomena biologis yang muncul secara alami sebagai bagian dari  manusia. Sebagai fenomena biologis, tidak bisa dipungkiri kesadaran memiliki  keterkaitan dengan instrumen fisik manusia sendiri, yang   yaitu otak. Namun ini tidak harus berarah pada gagasan fungsionalisme yang mengurangi konsep kesadaran dari cara kerja otak sendiri hingga perangkat terkecil  dalam skala sistem saraf. Tendensi reduksionisme dari fungsionalis itu diatasi melalui gagasan dualisme konseptual yang diungkapkan Searle sendiri tentang pikiran yang diaplikasikan pada pengertian kesadaran sebagai fenomena biologis yang memiliki manifestasi mental dalam mengolah anggapan-anggapan  indrawi yang diterima mahluk hidup sebagai pengalaman.Dalam pengertian tentang gagasan mimpi Freud yang mendasar pada psikoanalisanya, kesadaran   memiliki posisi paling menonjol dalam kemunculannya di kehidupan mahluk hidup sehari-hari. Sebagai bagian dari tampilan mahluk hidup dalam berinteraksi dan menandakan dirinya dihadapan mahluk hidup lain, seringkali kesadaran ini dianggap sebagai imajinasi dari diri mahluk hidup itu sendiri.Struktur preconscious menjadi perantara bagi imajinasi yang muncul dalam mimpi  dari kesadaran mahluk hidup melalui recollection. Proses ini terjadi secara kondensasi di mana konten atau makna yang terkandung dalam mimpi itu sendiri selalu lebih besar dari imajinasi mimpi yang muncul dan dialami oleh mahluk hidup. Namun, pengaruh  paling fundamental bagi kesadaran itu sendiri yaitu tidak sadar  yang bermanifestasi melalui prekesadaran melalui ingatan-ingatan, nilai-nilai, dan lain lain.  yang tidak disadari  oleh mahluk hidup sendiri wujud  pengaruh terhadapkesadarannya  . Mimpi sendiri terjadi dalam keadaan tidak sadar dari  mahluk hidup sebagai fenomena kesadaran. Fenomena kesadaran yang terjadi dalam  mimpi ditunjukkan dengan munculnya anggapan indrawi yang bersifat analog dengan keadaan sadar. wujud  kesadaran yang muncul dalam keadaan mimpi tidak  sepenuhnya mengindikasikan pengalaman mahluk hidup dalam wujud  imajinasi ulang  atas pengalaman itu. 
Mimpi itu sendiri hanya dapat terjadi dalam keadaan tidak sadar atau  tidak sadar. Namun, manifestasi yang terjadi dalam mimpi memiliki keterkaitan  yang erat dengan kesadaran mahluk hidup. ini menandakan hubungan yang terjadi antara keadaan mimpi dan pengalaman yang dialami mahluk hidup dalam 
kesadaran. Dalam hubungannya dengan psikoanalisa Freud, keterkaitan itu menandakan penonjolan aspek dan struktur mental dari manusia. Menurut Freud, 
aspek mental atau pikiran dari manusia menandakan manifestasi kesadaran dari mahluk hidup yang terwujud  dari tahap-tahap krusial dalam masa pertumbuhannya. Secara menonjol, Freud menunjuk masa kecil memiliki peranan penting atas  terwujud nya dasar pengertian mahluk hidup atas kenyataan dunia sekitarnya. Penjelasan tentang tahap-tahap dari psikoanalisa memiliki intensi atas penjelasan kejiwaan dari manusia yang menjadi dasar bagi pengembangan psikoanalisa secara praktis  dalam aplikasinya yang sejalan dengan psikologi. Tahap yang terdiri atas tahap  oral, tahap anal, tahap phallic, tahap laten, dan tahap genital ini sepenuhnya  menandakan pewujud kan diri mahluk hidup di mana tahap terakhir atau tahap genital  menjadi keadaan dari mahluk hidup sebagai identitasnya saat berinteraksi dengan mahluk hidup lain. Dalam kerangka pemikiran Sigmund Freud dengan psikoanalisanya, aspek  dan struktur pikiran menjadi dasar untuk memahami kesadaran mahluk hidup. Dengan tidak sadar sebagai fundamen paling penting bagi pikiran mahluk hidup, Freud .mengatakan bahwa kesadaran menjadi tampilan paling artifisial dan minim dari keseluruhan pikiran mahluk hidup. Terkait dengan gagasan tentang mimpi yang  diungkapkannya sebagai salah satu jalan untuk memahami tidak sadar dari manusia  Freud mengungkapkan mimpi secara interpretatif terkait dengan kejadiannya yang berlangsung dalam keadaan tidak sadar di mana anggapan yang diterima tidak bersifat referensial empirik atau artinya, .objek yang diterima sebagai pengalaman lewat anggapan dalam mimpi tidak ada .secara empiris. Sisi tidak nyata dari fenomena mimpi itu menandakan perbedaan menonjol antara mimpi dengan pengalaman kesadaran mahluk hidup dalam dunia kenyataanya sendiri. Namun ini tidak menjadi distorsi bagi  kesadaran untuk memiliki pengaruh terhadap terjadinya mimpi. Pengalaman yang dialami mahluk hidup lewat kesadaran tetap berpengaruh kuat terkait referensial konten imajinasi yang muncul dalam mimpi itu sendiri. Lain halnya dengan tahap pewujud  mahluk hidup, sisi kesadaran atau pikiran dari mahluk hidup dipandang Freud memiliki pertimbangan spasio-temporal dan tetap mendasar pada fondasi tidak sadar. Kesadaran itu memiliki ketegangan  struktural dalam diri mahluk hidup yang terdiri atas id, ego, dan super ego. Struktur pikiranitu bermanifestasi dalam kesadaran mahluk hidup dalam ranah kenyataan di mana terjadi ketegangan antara ketiganya melalui dorongan-dorongan atau keinginankeinginan yang muncul dari id mahluk hidup dari aspek tidak sadar dan belum tentumendapat pemenuhan terkait keputusan yang dipegang oleh ego untuk mengungkapkannya atau tidak Sebagai manifestasi dari kesadaran manusia dalam keadaan tidak sadar yang selalu memiliki kecenderungan untuk menuju preconscious dalam keadaan  kesadaran dari mahluk hidup, gejala fisik yang ditunjukkan tidak bisa lepas dari  ketegangan itu. maka , tidak sadar menjadi bagian fundamental 
dan terbesar dari mental manusia yang terlingkup di dalamnya kesadaran itu sendiri.  Dalam kaitannya dengan mimpi, kejadian yang muncul dalam mimpi 
memiliki referensi penuh dari kesadaran yang juga aktif dalam keadaan  tidak sadar. Kembali pada pengertian dasar psikoanalisa Freud tentang  aspek pikiran, mimpi sebagai kegiatan   mental menjadi wilayah khusus dalam  tidak sadar  bagi kesadaran untuk bermanifestasi. ini menandakan  posisi mimpi yang berupa proses mental tidak sadar yang menjadi bagian dari kesadaran manusia di mana melalui interpretasi dimungkinkan untuk tercapai  pengungkapannya kembali dalam keadaan sadar . Dalam kerangka pengertian mimpi dari Freud, mimpi memiliki fungsi 
menonjol dalam mengatasi pemenuhan keinginan. Mimpi sebagai pemenuhan keinginan memiliki peran sublimasi bagi mahluk hidup untuk melepas ketegangan yang mungkin menjadi konflik lebih jauh dalam wujud  represi jika tidak mendapatkan 
pemenuhan. Pemenuhan keinginan dalam mimpi menandakan adanya distorsi  pemenuhan keinginan dalam keadaan sadar yang juga mengikutsertakan kesadaran mahluk hidup  untuk mencapainya, bukan semata-mata sepenuhnya faktor eksternal yang tidak 
memungkinkan mahluk hidup untuk memenuhinya. Aspek pikiran yang berpengaruh dalam menentukan apakah suatu dorongan atau keinginan dalam keadaan sadar mahluk hidup dapat terpenuhi atau tidak dalam kenyataan yaitu super ego. Super ego sebagai manifestasi dari berbagai nilai yang ditanamkan pada mahluk hidup pada masa perkembangannya menjadi referensi bagi ego dalam ranah kesadaran untuk bisa 
meneruskan dorongan atau keinginan yang berasal dari id. Proses ini dapat melahirkan represi dari mahluk hidup pada keadaan di mana dorongan tidak terpenuhi. 
Represi itu menjadi dasar terjadinya mimpi yang mendasar pada pemenuhan  keinginan. Contoh masalah yang mengikutsertakan aspek super ego dalam manifestasi  pemenuhan keinginan pada keadaan mimpi yaitu  mimpi basah  dari anak lakilaki yang baru menginjak usia pubertas. Dengan pengertian puritan tentang hubungan seksual sebagai sesuatu yang tabu bagi usianya, represi cenderung  dilakukan oleh mahluk hidup, dalam itu anak laki-laki. Tanpa disadarinya, dorongan atau keinginan itu tidak sepenuhnya hilang begitu saja melalui represi, 
melainkan tertahan dalam tidak sadar  mahluk hidup yang mendapat pemenuhan di luar kendali kesadaran mahluk hidup pada keadaan mimpi.Selain dari faktor kesadaran mahluk hidup, faktor kenyataan yang tidak mendukung  menjadi latar belakang bagi fenomena mimpi sebagai pemenuhan keinginan.Berbagai ketegangan dalam kenyataan muncul secara nyata di hadapan mahluk hidup yang  menandakan hal-hal apa saja yang harus serta tidak boleh dilakukan. Ketentuan 
tentang anjuran serta larangan itu seringkali bertepatan dengan keinginan mahluk hidup yang muncul di luar kendali mahluk hidup sendiri. Selain itu, distorsi terhadap pemenuhan keinginan dengan latar belakang faktor kenyataan mahluk hidup itu dapat terjadi atas dasar ketidakmampuan mahluk hidup untuk mencapainya dalam rentang waktu munculnya keinginan dalam kesadaran mahluk hidup. tentang mimpi anak perempuannya yang bernama Anna dan pada saat itu masih berusia 19 bulan. Pada keadaan sakit yang ditunjukkan dengan muntahmuntah pada pagi hari, Anna dibiarkan tidak diberikan makanan seharian. Pada hari berikutnya, dengan penuh semangat Anna mengigau (meracau bicara sendiri 
dalam keadaan tertidur – tidak sadar/tidak sadar,  buah stroberi  yaitu buah kesukaan Anna. Hal itu, berdasar Freud, menandakan keinginan Anna yang terepresi dalam tidak sadar  atas keadaannya yang tidak diberi makan.berdasar pengertian atas mimpi sebagai pemenuhan keinginan yang  disertai dengan contoh mimpi yang menandakan sisi pemenuhan keinginan 
itu, kesadaran memiliki peran menonjol dalam manifestasinya dalam proses dan terjadinya mimpi. Kesadaran sebagai fenomena mental yang aktivitasnya tidak lepas dari pengalaman yang dialami oleh mahluk hidup. Pengalaman mahluk hidup sendiri tidak lepas dari interaksi dirinya sebagai bagian dari kenyataan di mana bagian dari dirinya termanifestasi dalam wujud  keinginan. Secara somatik, kesadaran sebagai 
ranah munculnya keinginan memperhatikan keadaan kenyataan serta pertimbangan aspek super ego dalam dirinya untuk dapat segera dipenuhi, ditunda atau   
direpresi. Keinginan yang pada akhirnya tertunda atau terepresi dapat  termanifestasi dalam mimpi untuk mendapat pemenuhan meskipun secara simbolik. mahluk hidup sendiri tidak merasakan secara real pemenuhan keinginan melalui mimpi, namun yang ditunjukkan lewat mimpi sebagai pemenuhan 
keinginan yaitu rasa bagaimana jika keinginan itu terpenuhi. Di sisi lain, ini dapat menjadi pemenuhan secara rasaonal dalam kesadarannya, namun mahluk hidup sendiri dapat menjadi lebih menginginkan keinginannya itu.Pada masalah mimpi yang berupa pemenuhan keinginan secara real dan lebih bersifat dorongan biologis seperti contoh pada fenomena  mimpi basah  dari anak laki-laki yang mencapai tahap pubertas. Asosiasi fisik yang terjadi pada wujud  
pemenuhan keinginan dalam fenomena mimpi yang kedua pada umumnya tidak menimbulkan dorongan lebih jauh karena rasa yang dialami bukan lagi sekedar 
secara mental dalam kesadarannya, tapi juga pemenuhan rasa fisik.Dari segi mekanisme terjadinya mimpi, kesadaran mahluk hidup mempengaruhi 
bagaimana suatu mimpi yang dialami mengalami kondensasi untuk menandakan sisi pemenuhan keinginannya. Kesadaran mahluk hidup yang berinteraksi langsung dengan kenyataan dunia eksternal luar diri mahluk hidup turut mewujudkan   dasar pengertian mahluk hidup atas dunia kenyataan itu sendiri. itu menjadi latar belakang bagi mimpi untuk memiliki konten yang dapat diartikan sebagai bagian dari kesadaran mahluk hidup. Sebagai bagian dari kesadaran, mimpi bersifat manifestasi yang 
menandakan bahwa mahluk hidup sendiri setidaknya berkesadaran. Manifestasi ini terjadi atas proses somatik dari pikiran mahluk hidup dengan kenyataan yang dihadapinya sehari-hari. imajinasi dalam wujud  suasana  pada keadaan mimpi muncul dengan referensi kesadaran terhadap ingatan-ingatan atas berbagai pengalaman yang telah dialaminya dalam kenyataan ,Berbagai ingatan dari detail pengalaman itu tersimpan dalam prekesadaran mahluk hidup yang 
disusun kembali dengan mekanisme kondensasi dalam keadaan tidak sadar yang menghasilkan mimpi. Susunan dari ingatan dalam wujud  imajinasi yang muncul dalam mimpi itu bersifat acak di mana keteraturan atas ingatan mahluk hidup terhadap satu objek dapat terwujud  secara lain dengan variasi detail dari objek Bagi Freud, mimpi itu mengindikasikan keadaan mahluk hidup yang bermimpi di mana dirinya yaitu manusia dari kelas sosial yang biasa saja, namun dalam kehidupannya ia harus menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial kelas atas. Di luar sisi pemenuhan keinginan dari mimpi yang ditunjukkan itu, mekanisme mimpi yang mengadopsi imajinasi-imajinasi yang diingatnya sebagai percampuran antara berbagai pengalaman yang telah dialaminya dalam keadaan sadaruntuk mengadopsi kondensasi dari mimpi sehingga sifat simboliknya terpenuhi. 
imajinasi dari mimpi yang muncul atas referensi ingatan-ingatan mahluk hidup atas pengalaman kesadarannya itu, mengindikasikan bahwa dalam manifestasinya pada keadaan mimpi, kesadaran itu sendiri tidak memiliki suatu aturan untuk muncul 
sebagai recollection di hadapan mahluk hidup. artinya, tidak ada aturan bagaimana ingatan muncul dalam mimpi mahluk hidup secara partikular atau terulang 
kembali, dan ini terjadi di luar kendali mahluk hidup. Dalam itu, secara mekanistik sekalipun mimpi masih yaitu manifestasi dari kesadaran untuk dapat muncul dalam keadaan tidak sadar daam fenomena mimpi.Sebagai pengalaman yang terjadi dalam keadaan tidak sadar, mimpi tidak sepenuhnya berada dalam kendali mahluk hidup. imajinasi yang muncul dalam mimpi, 
baik dalam wujud  kejadian, pengalaman, dan lain lain., bersifat simbolik dan tidak sepenuhnya terbukti secara empiris pada dunia kenyataan mahluk hidup. Setiap imajinasi yang muncul dalam mimpi pada dasarnya memiliki referensi penuh dari kesadaran mahluk hidup. Dalam proses mimpi, imajinasi yang muncul dapat berupa percampuran  antara berbagai detail pengalaman yang telah dialami mahluk hidup dalam 
kesadarannya. itu yang menandakan sisi hiperbola dari mimpi yang juga bisa berasosiasi dengan faktor spasio-temporal mahluk hidup saat bermimpi itu. Dalam 
hubungannya dengan pemenuhan keinginan, mekanisme mimpi berperan dari segi .kondensasinya dengan imajinasi yang didramatisasi.Sebagai contoh, melalui satu film Hollywood dengan judul Inception yang  memakai mimpi sebagai variasi   dalam plot ceritanya menandakan  bagaimana tokoh Dom sebagai mahluk hidup yang bermimpi harus dibangunkan dari
praktik lucid dream yang tengah dilakukannya. Dalam keadaan itu, Dom  dijatuhkan dari kursi tempat ia tertidur ke bathtub berisi air penuh. imajinasi dalam mimpi Dom ditunjukkan melalui datangnya air dari berbagai penjuru dari posisi di mana Dom berada. Asosiasi somatik dari kesadaran mahluk hidup dalam keadaan tidak sadar melalui fenomena mimpi itu menandakan koneksi yang kuat  antara pikiran mahluk hidup dengan lingkungan sekitar yang diterimanya secara indrawi  meskipun keadaan mahluk hidup dalam keadaan tidak sadar. Contoh menarik lain yang 
juga yaitu adaptasi dari film Hollywood dengan judul 127 Hours di mana tokoh   yang bernama Aron terjebak dalam retakan sempit dilembah bebatuan dengan keadaan tangan yang terjepit runtuhan batu besar. Aron terjebak  selama 127 jam atau sekitar 5 hari di mana pada saat terjebat ia mulai kehabisan persediaan air minumnya. Disertai dengan perasaan terdesak ingin segera bebas  dari jepitan batu yang menahan dirinya, dalam keadaan tidak sadar Aron mulai bermimpi bagaimana hujan mulai turun dan diserta dengan banjir besar. Manifestasi kesadaran dari tokoh Aron itu muncul dalam keinginannya yang membutuhkan air serta wujud  dramatisasi atau hiperbol dari mimpi itu 
menjadi pemenuhan keinginan atas keinginannya yang lain dan lebih mendesak, yaitu terbebas dari jebakan batu di retakan sempitnya.  Di sisi lain, Freud mengungkapkan penonjolan keadaan mental manusia yang berkaitan dengan gangguan mental atau kegilaan dalam keadaan mimpi.Dengan referensi pada konten mimpi yang dialami oleh mahluk hidup, Freud melihat bagaimana imajinasi yang muncul dalam mimpi itu mengindikasikan sisi kegilaan dari mahluk hidup yang jelas tidak disadarinya pada keadaan conscious. itu 
memiliki keterkaitan erat pula dengan mimpi sebagai pemenuhan keinginan. imajinasi yang muncul dalam mimpi yang diasosiasikan dengan pemenuhan 
keinginan dari mahluk hidup dapat dikaitkan dengan bagaimana mahluk hidup merepresinya dalam kesadarannya. Represi yang berlebihan memberikan beban tersendiri bagi  tidak sadar untuk menanggungnya. itu berkaitan juga dengan keinginan 
itu yang tidak kunjung terpenuhi dalam kesadaran mahluk hidup sehingga kehilangan rasa kejutan atas pemenuhannya secara kesadaran. Melalui contoh 
dari film The Dangerous Method yang mengindikasikan hubungan antara Freud dengan muridnya yang paling menonjol, yaitu Carl Gustav Jung dalam  mempelajari psikoanalisa melalui praktik pengobatan terhadap mahluk hidup yang mengalami gangguan mental terkait traumatis. Film yang diadaptasi dari latar 
belakang yang benar-benar terjadi ini mengikutsertakan satu pasien dengan gangguan 
mental, yaitu Sabina Spielrein. Sabina selalu mengalami kegelisahan dan ledakan emosional yang tidak menentu terkait dengan pengobatan dirinya sendiri. Sabina menandakan gejala yang cenderung pada represi terhadap dorongan seksual terkait kejadian traumatis yang dialaminya pada masa kecil di mana ayahnya seringkali memukulinya dengan tongkat kayu. Hukuman masa kecilnya itu bermanifestasi menjadi pengalaman traumatis bagi Sabina di mana ia
mengasosiasikan berbagai aksi mahluk hidup lain di luar dirinya mengarah pada hal  yang sama. Di sisi lain, Sabina merepresi keinginannya sendiri di mana ia belum  pernah merasakan hubungan seksual 
Hubungan somatik antara pemenuhan keinginan dalam mimpi dengan  kegilaan berpotensi mengandung delirium di mana keadaan mimpi dan kegilaan itu memiliki ketegangan yang sama dalam kesadaran mahluk hidup. Pada keadaan itu, mahluk hidup telah lepas kendali atas kesadarannya sendiri sehingga kenyataan yang dihadapinya sendiri tidak mampu ia pastikan sendiri sebagai kenyataan yang 
nyata serta mengikutsertakan mahluk hidup lain yang memiliki tumpuan kepentingan atas dirinya sendiri juga.Hubungan mimpi dengan kegilaan itu mengindikasikan kemungkinan manifestasi kesadaran dalam wujud  mimpi berlanjut hingga kaburnya kesadaran mahluk hidup untuk menyadari bahwa ada ketegangan yang dapat terjadi pada keadaan 
nyatanya  di mana represi itu sendiri yaitu bagian dari mekanisme kesadaran.Pada dasarnya, kesadaran tidak mungkin mengakomodir semua dorongan dan 
keinginan yang muncul dari diri mahluk hidup untuk terpenuhi secara tepat dan segera yang didukung juga dengan faktor kenyataan yang tidak selalu mendukung. Fungsi mimpi sebagai pemenuhan keinginan menjadi bagian dari pelepasan kurangnya  akomodasi dari pemenuhan keinginan dari dorongan yang muncul dalam diri mahluk hidup itu. Namun, mimpi sebagai fenomena kesadaran yang terjadi dalam keadaan 
tidak sadar itu sendiri memiliki keterbatasan untuk melepaskan atau memanifestasikan keinginan mahluk hidup untuk muncul sebagai pemenuhan. ini 
terjadi atas tingkat urgensi dari keinginan itu sendiri serta sublimitas atas konten mimpi yang telah sedemikian terkondensasi yang mungkin saja tanpa interpretasi lebih jauh telah terpenuhi secara simbolik.
pengertian serta gagasan mimpi yang diungkapkan Freud itu pada dasarnya memang berfundamen pada dualisme yang membagi entitas pikiran dan fisik di mana keduanya sepenuhnya terpisah namun memiliki interaksi yang rumit dalam wujud  kesadaran. Mimpi itu sendiri, sebagai bagian dari tidak sadar, memiliki manifestasi kuat dari pikiran manusia di mana aspek dan struktur mental memiliki peranan kuat. Sebagai bagian dari fenomena mental, mimpi itu sendiri 
memiliki keterikatan yang mutlak dengan kesadaran dalam hal referensialnya.Proses mimpi yang menandakan fenomena fisik menjadi ranah bagi 
neurokeilmiahan dengan variasi Rapid Eye Movement (REM) yang yaitu sisi ilmiah dari fungsionalisme untuk mengatakan mimpi sebagai fenomena dari 
kesadaran. gagasan dari materialisme tentang mimpi ini menjadi bagian dari counter-theory terhadap konsep mimpi yang mendasar pada dualisme dan juga 
diungkapkan oleh Freud. gagasan ini tidak sepenuhnya dihindari oleh  perkembangan mimpi dalam dualisme. Melalui dualisme konseptual yang diadopsi dari Searle, pengertian ilmiah itu dianggap sebagai informasi 
yang melengkapi tahap kausal dari fenomena kesadaran termasuk mimpi. Dari segi interpretasi sendiri, meskipun Freud mengakui bahwa pengertian yang diungkapkannya masih bersifat spekulatif dan tidak pasti, sisi ilmiah masih berusaha dicapai. ini menandakan keterbukaan dualisme untuk terus 
menerima konstruksi dari materialisme, baik secara konseptual dari nyatasifungsionalisme maupun yang ilmiah dari neurokeilmiahan. Dari segi interpretasi sendiri, Freud mengungkapkan referensi yang 
dijelaskannya masih bersifat pelengkap bagi studi psikoanalisanya yang memandang fundamen pikiran dari manusia yaitu unconcious. ini menandakan bahwa tujuan Freud tidak berorientasi pada penetapan mimpi 
sebagai fenomena yang bisa diselidiki secara ilmiah, namun jika dimungkinkan ini akan sangat membantu perkembangan studi mimpi ke depannya.pengertian kesadaran yang dicampur dengan gagasan mimpi dari 
Freud itu menjadi dasar bagaimana kesadaran memiliki hubungan erat bagi mimpi sebagai manifestasinya dalam keadaan tidak sadar. Mimpi itu sendiri menandakan interaksi yang terjadi antara kesadaran dan tidak sadar . Namun ini tidak sedemikian bersifat kontradiksi terkait kesadaran
yang muncul dalam tidak sadar , proses itu harus dipahami dalam kerangkan Freudian di mana ranah itu terintegrasi sebagai struktur dari pikiran manusia yang interaksi di antaranya tidak dapat terhindari.Kualitas kesadaran atau qualia terjadi saat mahluk hidup menerima anggapan baik indrawi seperti melihat warna merah, merasakan rasa asin, dan meraba permukaan batu pualam atau mental seperti emosi, ingatan, dan suasana hati. Sebagai rasa dari pengalaman indrawi yang dialami dengan segera, qualia bersifat mahluk hiduptif. Seperti halnya kesadaran yang memiliki sisi objektif dari segi 
bahasannya dengan mahluk hidup lain melalui media bahasa, demikian pula dengan qualia yang tidak lepas pembahasannya dari medium bahasa.Kualitas itu mengalami penonjolan yang berlebihan dalam wujud  
hiperbola dalam keadaan mimpi. Namun dalam kerangka interpretasi mimpi dari Freud, penonjolan itu tidak selalu sejalan dengan makna yang ditunjukkan 
imajinasi yang diterima mahluk hidup dalam mimpi dalam referensinya dengan kesadaran mahluk hidup. itu ditunjukkan dengan sublimitas mimpi yang dapat lebih menandakan makna menonjol pada imajinasi mimpi yang tidak terlalu mahluk hidup perhatikan kemunculannya.Manifestasi dari kesadaran yang muncul dalam wujud  mimpi bersifat referensial atas pengalaman yang telah dimiliki mahluk hidup berdasar pengalamanpengalamannya di masa lalu. Dalam hubungan yang terjadi antara mimpi dan kesadaran, terlihat bagaimana mimpi yaitu bagian yang tidak terlepas dari kesadaran. ini sejalan dengan prinsip dari qualia yang yaitu rasa dari kesadaran atas suatu pengalaman tertentu. Keterkaitan mahluk hiduptivitas 
dari mimpi pun berpengaruh atas dekatnya keadaan mimpi dengan kesadaran mahluk hidup itu sendiri. Hanya dengan bermimpi mahluk hidup dapat memastikan mengerti bagaimana rasanya bermimpi, dirinya tidak membutuhkan otoritas mahluk hidup lain 
untuk mengafirmasi dan memastikan bahwa dirinya bermimpi. Pengalaman yang muncul dalam keadaan mimpi bersifat langsung dan pribadi, dalam artian 
tidak diperlukan mekanisme khusus secara fisik untuk mengalaminya selain dalam keadaan tertidur atau tidak sadar serta dialami seorang diri tanpa ada interaksi dengan mahluk hidup lain secara riil. Kualitas itu sejalan dengan pengertian qualia yang langsung dan pribadi dalam artian mahlukhidupyang dialami oleh mahluk hidup.Dari segi kerangka kesadaran serta pengertian dan gagasan mimpi dari Sigmund Freud, dengan mekanisme mimpi melalui kondensasi, mimpi sebagai pemenuhan keinginan, serta hubungan mimpi dengan gangguan mental atau kegilaan, sisi berkualitas dari kesadaran itu sendiri dapat terjelaskan melalui bagaimana kesadaran memiliki peran menonjol dalam terjadinya fenomenmimpi itu. Dalam pengertian mekanisme mimpi yang mengikutsertakan proses kondensasi dari mimpi, wujud  berkualitas dari kesadaran terlihat  masih dalam wujud  referensial materi imajinasi yang muncul dalam mimpi. Meskipun imajinasi yang muncul dalam mimpi mahluk hidup termanifestasi sebagai objek, namun sisi nonempirik memicunya bersifat berkualitas. Dalam itu, kondensasi yang terjadi dalam mimpi atas imajinasi serta makna yang terkandung di dalamnya menjadi kualitas dari kesadaran itu sendiri sebagai bukti kemampuannya untuk bermanifestasi atau muncul sebagai referensial materi bagi terjadinya suatu mimpi.maka , mimpi memiliki sisi berkualitas sebagai qualia dari kesadaran 
atas mekanisme mimpi dengan kondensasinya.
Dalam interpretasi mimpi yang diungkapkan oleh Freud, mimpi yang muncul tidak memiliki keterkaitan seperti halnya pengalaman dalam dunia kenyataan mahluk hidup dengan keadaan kesadarannya. keadaan ketiadaan relasi logis antar kejadian yang muncul dalam imajinasi mimpi memicunya tidak bisa dihubungkan dengan daya intelek mahluk hidup. 
Manifestasi kesadaran yang muncul dalam mimpi yaitu ingatan-ingatan yang dimiliki mahluk hidup tanpa adanya kendali untuk muncul atau tidak dalam suatu keadaan mimpi. pengertian itu berkaitan dengan konsep interpretasi mimpi dari Freud tentang mekanisme mimpi dengan kondensasinya. 
Kondensasi yang memwujud  imajinasi mimpi menjadi sedemikian sublim namun tetap bereferensi pada kesadaran mahluk hidup menandakan percampuran 
yang tidak memiliki pola apapun. Pola acak dari imajinasi yang muncul atas berbagai detail dari pengalaman yang dimiliki mahluk hidup ini juga mempengaruhi bagaimana mimpi tidak memiliki relasi logis dalam imajinasi yang dimunculkannya dan tidak memiliki hubungan dengan daya intelek dari mahluk hidup sendiri. Dari segi pemenuhan keinginan, sisi yang direpresi mahluk hidup menjadi referensi bagi mimpi untuk terjadi. ini memiliki kaitan erat dengan 
kesadaran secara langsung di mana keinginan itu sendiri yaitu produk atas kesadaran sendiri untuk muncul dalam kenyataan mahluk hidup. Pada dasarnya dorongan atau keinginan berasal dari aspek id mahluk hidup yang di luar kendalinya, namun penonjolan keinginan baru muncul saat ia disadari dalam kesadaran mahluk hidup. Keinginan yang 
dapat dikatakan kembali dalam ranah tidak sadar sesudah sempat muncul dalam kesadaran mahluk hidup dalam fenomena mimpi sebagai pemenuhan keinginan menjadi imajinasi atas kesadaran mahluk hidup itu sendiri. keadaan itu dapat dinamakan 
berkualitas terkait dengan materi keinginannya yang juga yaitu otoritas mahluk hidup sendiri. Keinginan dari mahluk hidup yang terepresi dan kemudian muncul dalam fenomena mimpi dalam keadaan tidak sadar mahluk hidup mengindikasikan sisi berkualitas dari 
mimpi itu sendiri sebagai manifestasi dari kesadaran. Terkait dengan referensi langsung atas keinginan itu sendiri dan pengalaman langsung atas fenomena 
mimpi yang dialami mahluk hidup, ini menandakan sisi berkualitas dari kesadaran itu sendiri yang yaitu dasar atas gagasan qualia. Sisi kualitiatif itu pun tidak lepas dari mahluk hiduptivitas yang ditunjukkan oleh mimpi sebagai pemenuhan keinginan yang semakin menegaskan mimpi itu sendiri sebagai qualia
dari kesadaran.Dalam hubungan mimpi dengan gangguan mental atau kegilaan, sisi yang kuat sebagai manifestasi kesadaran dalam fenomena mimpi masih ditunjukkan melalui referensinya. Gangguan mental atau kegilaan yang muncul atas represi dari  mahluk hidup atas suatu dorongan atau keadaan mental yang mengalami konflik tak terselesaikan (unfinished) serta tidak mengalami pemenuhan dalam keadaan mimpi
memiliki hubungan erat dengan kesadaran mahluk hidup yang tidak terdeliberasi. keadaan mahluk hidup yang demikian mengalami beban yang sedemikian berat dalam kesadarannya dan tidak sadar-nya di mana begitu banyak manifestasi keinginan 
yang mungkin tidak terpenuhi. Di sisi lain, pengaruh pengalaman traumatis yang sedemikian terepresi muncul dalam kesadaran mahluk hidup dalam keadaan yang tidak terkendali. ini menandakan sisi berkualitas dari kesadaran yang tidak terselesaikan dalam kesadarannya. Lain halnya dengan mimpi sebagai pemenuhan keinginan yang referensinya bersifat langsung atas dorongan dan keinginan mahluk hidup yang muncul dalam kesadaran namun tidak terakomodir dalam kesadaran itu atas faktor keterbatasan kenyataan atau aspek mental sendiri yang memicunya sulit terpenuhi, hubungan mimpi dengan kegilaan bersifat berkualitas dari segi kesadaran mahluk hidup yang mengalami distorsi manifestasinya dalam wujud  kesadarannya 
langsung ataupun dalam keadaan mimpi. wujud  berkualitas yang ditunjukkan oleh .manifestasi kegilaan dalam hubungannya dengan mimpi yang yaitu 
manifestasi dari kesadaran menandakan wujud  qualia dari kesadaran itu sendiri.wujud  hubungan antara kegilaan dengan mimpi yang menjadi kualitas dari 
kesadaran tidak mengurangi esensi mimpi itu sendiri sebagai qualia dari kesadaran terkait dengan langsungnya keadaan gangguan mental atau 
kegilaan yang dialami mahluk hidup dengan dirinya. Hal yang harus diperhatikan dalam itu yaitu bahwa hubungan mimpi dengan kegilaan itu yang menandakan segi berkualitas dari kesadaran atau qualia, bukan kegilaannya langsung. Dari segi mahluk hiduptivitas, telah jelas bahwa gangguan atas keadaan mental yang sedemikian sulit terdeteksi secara artifisial dan tidak selalu menandakan gejala fisik secara langsung dialami oleh mahluk hidup. Namun, dalam konteks mahluk hidup yang mengalami gangguan mental itu juga akan mengalami gangguan dalam penyampaian keadaannya sendiri menjadi peran bagi interpretasi serta psikoanalisa untuk melihatnya dari perspektif orang ketiga yang mengafirmasi 
bahwa mahluk hidup yang mengalami kegilaan pada dasarnya memang tetap berkesadaran, hanya sulit mengendalikan keadaan sadarnya dalam kompleksitas 
kenyataan yang menganut nilai-nilai tertentu. 
Dalam pandangan fungsionalis, mimpi yang dibahas dan diselidiki secara fisik sebagai fenomena dari kegiatan otak yang dapat menghasilkan kesadaran 
dalam keadaan tidak sadar. Bagi dualisme, ini masih yaitu penjelasan tahap kausal dari fenomena mimpi sebagai manifestasi dari kesadaran. penonjolan mimpi masih terletak pada fenomena mentalnya serta menifestasi dari kesadarannya yang bersifat referensial.
Generalisasi yang terjadi terhadap fenomena mimpi dapat terjebak pada reduksi terhadap teori representasi otak yang kembali menjadi tendensi dasar materialisme untuk mengatakan fenomena mental sebagai fenomena fisik yang dapat terjelaskan melalui keilmiahan. Fenomena fisik itu sendiri mejadi bahasan bagi neurokeilmiahan yang secara  khusus membahas kegiatan dari sistem saraf dalam otak manusia. 
gagasan tentang mimpi yang leih jauh dibahas dari segi fisis dengan penelusuran ilmiah menjadi ranah neurokeilmiahan untuk mengembangkan pengertian atas kesadaran. ini pun berlaku bagi fenomena mimpi yang berusaha direduksi gejala fisisnya untuk mengetahui apakah ada hubungan langsung 
antara keadaan sadar mahluk hidup dengan keadaan mimpinya. ini menjadi counter-theory terhadap dualisme yang menganggap ranah fenomena 
kesadaran dan mimpi berada sepenuhnya pada wilayah mental. Bagi dualisme, posisi penjelasan gejala fisis, baik atas kesadaran ataupun mimpi hanya 
menempati tahap kausalitas atas informasi yang diterima dari materialisme melalui fungsionalisme dan neurokeilmiahan. maka  counter-thoery dari 
fungsionalisme sebagai proses dialektis dalam filsafat yang pada dasarnya diperlukan juga untuk pengembangan lebih lanjut gagasan dualisme dapat 
dijadikan variasi pelengkap bagi dualisme sendiri untuk mengatakan pikiran atau kesadaran sebagai fenomena mental. berdasar pengertian atas kesadaran yang dicampur dengan gagasan mimpi dari Freud dalam interpretasi mimpi yang melingkupi mimpi sebagai pemenuhan keinginan, mekanisme mimpi dengan kondensasinya, serta hubungan mimpi dengan kegilaan, sisi berkualitas dari mimpi sebagai manifestasi kesadaran dalam keadaan tidak sadar sejalan dengan pengertian qualia sebagai kualitas dari kesadaran dalam wujud  rasa yang dirasakan langusng oleh mahluk hidup.Seperti halnya qualia dalam wujud  pengalaman indrawi dari manusia yang harus dialami sendiri untuk mengerti keberadaannya melalui rasa yang muncul langusng, demikian pula dengan mimpi yang secara mahlukhidupharus dialami sendiri oleh mahluk hidup untuk mengerti bagaimana mimpi itu sendiri memiliki rasa tersendiri yang muncul atas pengaruh kesadaran sendiri. Kesadaran sebagai fenomena biologis yang menandakan kegiatan mental dari mahluk hidup muncul di luar kendali mahluk hidup sebagai keadaan yang paling dekat dengan dirinya. Hanya dengan mengalaminya, mahluk hidup dapat mengerti bagaimana kesadaran itu. Hal terebut pun berlaku pada kualitas kesadaran atau qualia. Untuk 
mengerti bagaimana rasa dari melihat warna merah pada buah apel atau rasa manis dari gula tebu, mahluk hidup harus mengalaminya sendiri langsung. Demikian pula dengan mimpi di mana mahluk hidup hanya bisa mengerti rasa dari fenomena bermimpi melalui bermimpi.Sebagai fenomena yang muncul dalam keadaan tidak sadar, mimpi diterima oleh mahluk hidup sebagai anggapan yang sepenuhnya diterima 
Menifestasi kesadaran dalam wujud  mimpi yang bersifat referensial menandakan sisi berkualitas dari mimpi itu sendiri sebagai kualitas kesadaran. Di sisi lain, sebagai fenomena yang dialami langsung oleh mahluk hidup dan bersifat mahluk hiduptif, 
sejalan dengan gagasan qualia dalam wujud  rasa atas pengalaman dari kesadaran mahluk hidup itu sendiri.
wujud  qualia yang muncul dalam kesadaran identik dengan pengalaman mahluk hidup dalam menerima anggapan atas suatu objek yang ditemuinya. Melalui 
pengertian mimpi, pengalaman yang muncul dengan wujud  imajinasi dalam mimpi bersifat ilusi atau tidak riil. Ketiadaan keterarahan atas kesadaran dalam 
mimpi ini memicu pengalaman dalam mimpi menjadi masalahTeori yang mungkin mengakomodir pengertian tentang pengalaman dalam mimpi masih berada dalam perdebatan dan pertanyaan terbuka yang sejauh ini sudah terbagi atas tiga kategori, yaitu: pengalaman yang mendasar pada tingkah laku manusia, pengalaman yang cenderung pada penyampaian mahluk hidup untuk menceritakan apa yang dialaminya, dan pengalaman yang berkaitan dengan retrospective atau recollection untuk penyampaiannya kembali. Mimpi sendiri masuk ke dalam tiga kategori itu dengan rekayasa pada setiap kategorinya. Kategori-kategori itu memiliki kecenderungan terhadap behaviourisme yang 
mengidentikkan kesadaran dengan pengertian mahluk hidup terhadap dunia luarnya berdasar tingkah lakunya. itu disesuaikan dalam konteks mimpi di mana 
mimpi itu sendiri yang yaitu manifestasi atas kesadaran. Sebagai menifestasi dari kesadaran, mimpi tidak terlepas dari bagaimana mahluk hidup itu 
berkesadaran. Pada kategori kedua, penyampaian pengalaman menjadi krusial untuk menandakan bahwa mahluk hidup telah benar-benar mengalami pengalaman itu. Dalam keadaan mimpi, sulit dipastikan bahwa yang disampaikan mahluk hidup 
tentang imajinasi yang muncul dalam mimpinya bersifat pasti, teratur, . ini dipengaruhi juga oleh imajinasi mimpi yang tidak sepenuhnya mungkin diingat oleh mahluk hidup. maka , kategori ini mengalami rekayasa dalam penyampaian secara interpretatif di mana penyampaian ulang dari mimpi yang telah dialami oleh mahluk hidup harus ditelusuri makna dibalik apa yang disampaikannya. Pada kategori ketiga, penyampaian ditekankan pada 
konteks retrospective dan recollection di mana kemampuan mahluk hidup untuk mengungkapkan kembali pengalaman yang telah dialaminya. Dalam konteks mimpi, kategori ini memrlukan rekayasa dalam wujud  penyampaian yang disesuaikan retrospective-nya, dalam artian ingatan tentang imajinasi mimpi 
yang muncul dari keadaan mimpi mahluk hidup tidak sepenuhnya benar. Seperti halnya kategori kedua, wujud  recollection atas ingatan atas imajinasi mimpi kembali harus direkayasa melalui interpretasi serta penelusuran makna dibaliknya.Namun ini tidak serta merta memicu mimpi setara dengan pengalaman 
itu sendiri. Mimpi menjadi pengalaman yang menifestasinya bergantung pada ketersediaan kesadaran melalui prekesadaran dalam keadaan sadar. maka , hubungan mimpi dengan kesadaran yang sedemikian menonjol dalam wujud  manifestasi memerlukan interpretasi untuk menandakan bahwa 
ada  segi berkualitas dari mimpi itu sendiri sehingga dapat muncul dalam tidak sadar  mahluk hidup. 
Dalam konteks interpretasi mimpi dari Freud, hubungan antara mimpi dan kesadaran melalui manifestasi dalam keadaan tidak sadar menandakan penonjolan yang mendasar sebagai wujud  analogi keadaan mimpi itu dengan kualitas kesadaran yang didukung oleh penjelasan menjauh tentang mekanisme mimpi melalui kondensasi, mimpi sebagai pemenuhan keinginan, serta hubungan mimpi dengan gangguan mental atau kegilaan. Dalam mekanisme mimpi yang 
mengikutsertakan berbagai detail pengalaman mahluk hidup atas kesadaran sebagai referensinya 
menandakan sisi berkualitas pada kemampuan kesadaran untuk bermanifestasi atau  muncul sebagai referensi bagi imajinasi mimpi. Kualitas itu menandakan analogi dengan kualitas kesadaran dalam wujud  qualia di mana rasa yang diterima mahluk hidup saat menerima atau mengalami suatu anggapan indrawi atau mental bersifat referensial dengan pengalaman yang telah dimilikinya serta dipengaruhi 
juga dengan faktor spasio-temporal dari kejadian fenomena qualia itu. Dalam peran mimpi sebagai pemenuhan keinginan, referensi atas kesadaran diperoleh atas represi atau penundaan yang mungkin terjadi terhadap keinginan itu dalam keadaan sadar mahluk hidup. Segi berkualitas dari mimpi sebagai 
pemenuhan keinginan terkait dengan materi keinginannya yang juga yaitu otoritas mahluk hidup sendiri. Ketegangan dalam kesadaran mahluk hidup menandakan analogi sisi berkualitas itu sehingga pemenuhan keinginan dari mahluk hidup dapat tercapai melalui mimpi. Analogi kualitas kesadaran dengan mimpi sebagai pemenuhan keinginan itu ditunjukkan melalui imajinasi yang muncul sebagai pemenuhan keinginan langsung dalam keadaan mimpi seperti halnya pemenuhan keinginan dalam kesadaran mahluk hidup.Dalam hubungan mimpi dengan kegilaan, referensi kesadaran ditunjukkan melalui represi yang berlebihan terhadap dorongan yang muncul dalam kesadaran mahluk hidup atau yang muncul sebagai gejala traumatis dari pengalaman masa lalu yang 
dialami oleh mahluk hidup. wujud  berkualitas dari hubungan mimpi dan kegilaan terletak pada manifestasi kesadaran dalam konflik yang terjadi dalam diri mahluk hidup serta tidak tersampaikan baik dalam keadaan mimpi maupun kesadaran mahluk hidup itu sendiri. wujud  analogi hubungan mimpi dan kegilaan dengan kualitas kesadaran itu wujud  analogi dari kesadaran secara berkualitas dan interpretasi mimpi berdasar psikoanalisa dari Sigmund Freud ini menandakan penonjolan kesadaran bagi mahluk hidup itu sendiri yang tidak bisa dianggap tidak ada, atau dengan kata lain, pasti ada. wujud  pengalaman yang terjadi melalui anggapan indrawi maupun non-indrawi mengmunculkan rasa berkualitas yang dinamakan sebagai qualia. Dalam keadaan mimpi, posisi pengalaman itu diganti sebagai proses mimpi dengan kondensasi yang memakai manifestasi dari kesadaran atas berbagai pengalaman yang telah dialami oleh mahluk hidup serta penyesuaian atas konten mimpi 
yang berkaitan dengan motif pemenuhan keinginan di mana keinginan itu seringkali berbenturan dengan keadaan kenyataan yang tidak mendukung untuk 
keinginan itu sendiri untuk terakomodir. Selain itu, wujud  hubungan gangguan mental atau kegilaan dengan menandakan wujud  qualia dari kesadaran dalam segi representasi kesadaran itu sendiri yang kembali menjadi referensi bagi mimpi untuk muncul lebih dari sekedar pemenuhan keinginan yang tidak terakomodir dalam kehidupan nyata.Fungsionalisme yang menjadi counter-theory terhadap gagasan tidak nyata dari dualisme pada dasarnya tidak memiliki argumen khusus selain gagasan general dalam penjelasan ilmiah dari neurokeilmiahan tentang gejalan fisik yang ditunjukkan oleh kegiatan kerja otak. ini masih yaitu tendensi kuat yang berangkat dari counter dasar fungsionalisme terhadap dualisme dalam wujud  reduksionisme. Dari segi mimpi pun fungsionalisme menganggap bahwa fenomena yang terjadi dalam keadaan tidak sadar mahluk hidup itu tidak lebih dari sekedar aktivasi sistem saraf seperti halnya mahluk hidup berkesadaran. Penelusuran 
lebih jauh tentang tidak nyata mental serta variasi tidak nyata lain sebagai faktor terjadinya mimpi dianggap sebagai pembahasan lebih jauh yang tidak memiliki 
tolak ukur pasti. Sisi objektivisme dari keilmiahan itulah yang pada dasarnya juga menjadi halangan terbesar tentang bagaimana gagasan mental dari pikiran, kesadaran, serta mimpi sulit diterima secara empirik pembahasanmya.pengertian tentang mimpi sebagai qualia sejalan dengan ide dualisme yang menganggap bahwa fenomena mental memang tidak seharusnya memakai jalan ilmiah yang mengacu pada penjelasan empirik tentang fenomena yang akan diselidiki. Kesadaran yang mendasar pada dualisme dapat menerima mimpi melalui jalan interpretasi yang dijelaskan oleh Freud sebagai jalan untuk memahami mimpi sebagai qualia dari kesadaran. maka , keadaan mimpi yang bersifat analog melalui langsungnya pengalaman yang diterima mahluk hidup serta kualitas yang ditunjukkan dalam keadaan sadar dapat 
dimengerti melalui pengertian dan gagasan mimpi dan interpretasinya.Atas dasar pengertian tentang qualia sebagai kualitas dari kesadaran yang fenomenanya bersifat mental, analogi terhadap fenomena mimpi sejalan dengan kualitas dari kesadaran itu. Melalui pengertian tentang proses mental dari mimpi yang mendasar pula pada kerja mimpi, kegiatan mental dari mimpi menunjukan gejala yang bersifat berkualitas dari kesadaran melalui referensinya. berdasar hal itu, kontradiksi yang tersinyalir dari segi sadar  dari 
mimpi sebagai keadaannya bukan yaitu pengertian yang bertolakbelakang dengan kesadaran. Mimpi muncul dalam keadaan tidak sadar tanpa adanya kendali dari mahluk hidup. Namun hal di luar kendali itu menandakan adanya pengaruh dari kesadaran 
atas terwujud nya mimpi. Keterlibatan dari kesadaran itu menjadi wujud  berkualitas yang ditunjukkan dari keadaan mimpi sebagai bagian dari kesadaran.
pengertian itu menandakan kesadaran sebagai landasan bagi mimpi sendiri untuk terjadi dalam keadaan tidak sadar. Dalam itu mimpi itu memiliki 
kualifikasi sebagai qualia atau kualitas dari kesadaran yang terjadi secara fenomenal. Interpretasi menjadi jembatan bagi pengertian berkualitas dari mimpi yang 
bersifat analog dengan qualia atau kualitas dari kesadaran. Melalui mekanisme mimpi sebagai pemenuhan keinginan yang mencakup di dalamnya konsep representasi atas imajinasi mimpi yang ditunjukkan, kesadaran yang berperan krusial dalam proses ini menunjukan manifestasi darimana imajinasi mimpi diperoleh. maka , mimpi bukan semata-mata bagian yang imparsial muncul dalam keadaan tidak sadar, melainkan ada keterlibatan dari kesadaran bagi 
mimpi itu sendiri untuk terjadi dan kesadaran dalam wujud  qualia serta afirmasi atas tesis mimpi sebagai wujud  qualia dari kesadaran. Bagian penutup ini pun disertai dengan catatan kritis atas konsep, teori, dan analisa penelitian yang telah dilakukan.Kualitas kesadaran atau qualia memiliki penonjolan tertentu dari kesadaran.Kualitas itu tidak terkecuali melingkupi wujud  manifestasi dari kesadaran yang salah satunya berupa mimpi. Fenomena kesadaran yang terjadi dalam keadaan tidak sadar ini memiliki kemunculan yang analog dengan kesadaran mahluk hidup 
dalam keadaan sadar di kehidupan realitanya. Fenomena kesadaran yang analog itu juga menandakan sisi kualitas yang mirip halnya dengan kesadaran mahluk hidup dalam keadaan sadar . Melalui manifestasi mimpi yang terjadi atas pengaruh kesadaran mahluk hidup atas represi serta pemenuhan keinginannya menjadi kualitas yang menandakan bagaimana mahluk hidup itu sendiri berkesadaran. Seperti halnya kesadaran sendiri, sisi mahluk hiduptivitas dari fenomena mimpi yang dialami 
oleh mahluk hidup bersifat mutlak dan segera. Namun sisi objektif untuk membahas mimpi dari perspektif orang ketiga sangat diperlukan, khususnya untuk 
mengartikannya.Dalam mimpi sendiri, anggapan yang muncul hanya dapat diafirmasi sesudah keadaan tidak sadar atau  setelah-tidak sadar terbangun . Penyampaian yang dijelaskan oleh mahluk hidup yang bermimpi tidak sepenuhnya mengindikasikan 
pengalaman yang dialami mahluk hidup dalam mimpi secara lengkap atau sepenuhnya benar. Sisi interpretatif dari mimpi membantu menghubungkan keterkaitan referensial mimpi dengan kesadaran mahluk hidup dalam kehidupannya sehari-hari. 
berdasar interpretasi itu, mimpi menandakan keterkaitan yang kuat dengan kesadaran termasuk dari segi berkualitasnya. Sisi berkualitas dari mimpitu bersifat analog dengan qualia dari kesadaran. itu bukan hanya berlaku dalam ranah komparasi, tapi juga aplikatif secara penerapan konseptual dalam artian, mimpi itu sendiri yaitu wujud  qualia dari kesadaran. Melalui pengertian tentang interpretasi mimpi yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, ini terjelaskan bagaimana penelusuran mimpi secara interpretatif dapat menunjukannya lewat pemaknaan dari mimpi secara simbolik. berdasar pengertian dasar tentang dualisme dengan pembagian pikiran dan fisik, dualisme konseptual yang mengakomodir pengertian materialis sebagai bagian dari dualisme dalam tahap fisik mengafirmasi kualitas kesadaran dalam wujud  qualia. wujud  kesadaran itu tidak lepas dari manifestasinya melalui wujud  mimpi dalam tidak sadar . Sebagai wujud  manifestasi, mimpi sendiri tidak lepas dari pengaruh kesadaran yang dapat dikaji melalui pengertian interpretasi mimpi dari Sigmund Freud. wujud  pengaruh itu muncul secara berkualitas yang menujukkan bahwa mimpi itu sendiri yaitu qualia dari kesadaran. pengertian tentang mimpi sebagai qualia dari kesadaran berdasar dualisme dari filosofi pikiran serta teori psikoanalisa dan interpretasi mimpi yang diungkapkan oleh Sigmund Freud memiliki sisi aplikatif dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dasar pemikiran Freud yang memiliki latar belakang 
psikiatri praktis memandang penting keadaan kejiwaan manusia (psyche) atau yang ekuivalen dengan konsep pikiran dalam kerangka filosofi pikiran Pemikiran 
Freud yang bersifat praktis itu memerlukan variasi masalah untuk analisa yang disintesiskan dengan pengertian konsep lain yang dalam itu dualisme 
dari filosofi pikiran Dengan fokus terhadap manusia secara individual, konsep dari psikoanalisa dan interpretasi mimpi yang diungkapkan oleh Freud 
sejalan dengan pengertian filosofi pikiran yang berfokus pada manusia secara individual sebagai bagian dari kajian filsafat manusia. Dengan lingkup manusia secara individual, pengertian Freud serta gagasan dualisme atas pikirandan kesadaran dari filosofi pikiran tidak bisa dijadikan referensi kultural tentang kehidupan manusia yang komunal. Di sisi lain, penelusuran kultural dari psikoanalisa serta filosofi pikiran dengan kesadarannya dapat dilakukan 
saat gejala yang ditunjukkan telah menjadi fenomena sosial atau kultural.tentang tesis penelitian atas mimpi sebagai qualia dari kesadaran, fokus analisa terletak pada gejala mental manusia sebagai ciri khusus dari manusia itu sendiri. Disertai dengan gagasan interpretasi mimpi yang dipakai untuk melihat mimpi sebagai kualitas dari kesadaran melalui relasi antara mimpi dan kesadaran, mimpi sebagai pemenuhan keinginan, mekanisme mimpi, dan hubungannya dengan penyakit mental, pengertian aplikatif dari mimpi dan kualitas kesadaran dipakai untuk menganalisanya. Contoh masalah dari mimpi 
yang dipakai antara lain dari film Hollywood, Inception masalah tokoh Dom yang mengalami hiperbola dari keadaan mimpinya dengan tampilan air bah dalam 
mimpinya dan air bathtub dalam keadaan nyatanya dan 127 Hours ,masalah tokoh Aron yang mengalami pemenunhan keinginan dari keadaan terhimpit dalam celah .reruntuhan batu besar dan dehidrasi ekstrem dengan tampilan mimpi banjir   bah yang membebaskannya dari himpitan dan  memenuhi keinginanya mendapatkan  air untuk minum.dari segi pemenuhan keinginan dan mekanisme kondensasi 
dalam mimpi, masalah  mimpi basah  dari anak laki-laki yang baru menginjak usia pubertas, dan lain lain. Contoh-contoh itu pada dasarnya bersifat partikular, namun ada  dasar gagasan yang berlaku secara universal dalam masalah lainnya yang mungkin terjadi. Dalam itu, mahluk hiduptivisme atas gejala kesadaran termasuk fenomena qualia serta mimpi sendiri menjadi acuan sebagai pengalaman yang mutlak dialami langsung oleh mahluk hidup. Di sisi lain, objektivisme pun tercapai  melalui interpretasi yang dibantu oleh media bahasa melalui penyampaian dari mahluk hidup atas pengalaman dari keadaan mimpi serta kesadarannya.Dalam satu pandangan tentang mimpi yang sepenuhnya bersifat egoistik, Freud dinilai terlalu mengacu pada konten laten dari mimpi yang bersifat enigma. wujud  apropriasi terjadi dalam representasi mimpi itu sehingga imajinasi yang muncul yaitu imajinasi yang sepenuhnya kendali mahluk hidup. Di sisi lain, ada  dramatisasi dari imajinasi mimpi yang muncul atas pengaruh berbagai simulasi yang muncul dalam kesadaran kenyataan mahluk hidup. ini berkaitan erat dengan proses kondensasi dari mimpi. Keterlibatan mahluk hidup lain dalam pandangan 
mahluk hidup yang bermimpi menandakan adanya pihaklain yang terlibat sebagai bagian dari super ego mahluk hidup yang muncul dalam keadaan mimpi. Sisi egoistik yang begitu menonjol dari mimpi menandakan otoritas mahluk hidup yang muncul dalam keadaan mulai dari terwujud  hingga proses mimpi itiu sendiri dengan sifat yang egoistik.maka , sisi konseptual dari pemikiran Freud serta pengertian egoistik dari mimpi dapat dicampur melalui diagnosa sintesis dengan konsep dualisme dari filosofi pikiran yang memiliki ekuivalensi dalam pembagian pikiran dan fisik sebagai entitas yang terpisah tanpa harus sepenuhnya melepas sisi praktis aplikatifnya berdasar masalah-masalah terkait psikoanalisa termasuk interpretasi mimpi.
Catharsis : Metode pelepasan represi yang terjadi dalam diri mahluk hidup Defence-mechanism : Mekanisme yang terjadi tanpa disadari mahluk hidup atas pengaruh super ego untuk mempertahankan imajinasi diri mahluk hidup di mata mahluk hidup lain atau lingkungannya
Deliberate : Faktor kesengajaan dari mahluk hidup atas terjadinya proses mental dalam dirinya
Hysteria : keadaan kelainan kejiwaan yang ditandai dengan lepasnyua kendali mahluk hidup atas dirinya baik secara mental maupun fisik 
Kondensasi : Proses dalam terwujud nya mimpi di mana imajinasi yang diambil dari kesadaran mahluk hidup ditekan sedemikian rupa sehingga memwujud  imajinasi mimpi yang absurd dan sublim 
Neurotic compulsion : Dikenal sebagai neurosis, keadaan kelainan kejiwaan di mana mahluk hidup mengalami halusinasi atau delusi pada keadaan 
kesadarannya 
Obsesive impulsive : Kelainan kejiwaan yang ditandai dengan kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan mahluk hidup yang berlebih atas pikirannya sendiri terhadap lingkungan sekitarnya 
Physicalism : Disiplin ilmu turunan dari materialisme yang menyelidikisisi fisis dari pikiran dan kesadaran
Psikopatologis : Kelainan kejiwaan dari mahluk hidup yang ditandai dengan kelainan tingkah laku atas lingkungan sekitarnya
Quale : wujud  partikular dari qualia
Rapid eye movement : Proses fisik dari keadaan mimpi yang terjadi pada mahluk hidup dengan terjadinya gerakan konstan dari bola mata mahluk hidup.
Recollection : Proses mengingat kembali pengalaman yang telah dialami 
mahluk hidup Regresi : Proses transformasi keadaan  dari mahluk hidup yang 
ditandai dengan berubahnya keadaan kesadaran (dalam terjadinya mimpi)
Represi : Penekanan atas berbagai intensi yang muncul dari dalam diri mahluk hidup