yoga

Tampilkan postingan dengan label yoga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label yoga. Tampilkan semua postingan

yoga
















ACT : Asthma Control Test
ATAQ : Asthma therapy Questinnaire
ACQ : Asthma Control Questionnaire
ASS : Asthma Scorring System
APE : Arus Puncak Ekspirasi
APEP : Arus Puncak Ekspirasi Paksa
BHT : Breath holding time
C-ACT : Childhood Asthma Control Test
EIA : Exercise induced asthma
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
FEV1 : Forced Expiratory Volume detik Pertama
KVP : Kapasitas vital paksa
CO2 : Karbon dioksida
O2 : Oksigen 
VO2 :Volume oksigen 

 
Pada dasarnya kita   memiliki  tenaga dalam, hanya saja  tidak mengetahui bagaimana cara membangkitkannya,   Tenaga dalam  itu sudah ada sejak manusia dilahirkan. namun  tenaga itu masih pasif dan sewaktu-waktu akan bangkit bila kita  itu dalam keadaan ketakutan yang luar biasa,  panik, tidur berjalan, terhipnotis 
 
kita   yang takut  anjing akan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam berlari 
menghindari kejaran anjing yang berlari,  Bila terdesak, kita  itu dapat melompati  tembok setinggi 2 m,  Rasa takut yang berlebihan itu dapat 
membangkitkan tenaga dalamnya yang sedang 'tidur'. Secara otomatis tenaga dalam  bangkit dan tersalur pada kedua kakinya yang sedang berlari, namun  sesudah  berhasil menyelamatkan diri kekuatan itu reda dan energi itu 'tidur' kembali, 
 Dalam tubuh kita terjadi pernafasan sel yaitu proses oksidasi zat makanan seperti gula 
menjadi karbondioksida dan air. Energi hasil proses ini disimpan dalam bentuk ATP untuk 
lalu  dipakai  dalam seluruh aktifitas sel yang memerlukan  energi. O2 + ATP + Glikogen Energi  
Di dalam sel ada  organel yang  penting dalam menghasilkan energi yang bernama 
mitokondria. Mitokondria dinamakan “pusat energi” bagi sel, sebab  menyaring energi dari 
zat gizi dan oksigen dan lalu  menyediakan paling besar energi (96%) yang diperlukan ,  agar sel dapat melakukan fungsinya. Jumlah mitokondria dalam setiap sel berbeda (dari jumlahnya puluhan sampai ribuan), dimana tergantung pada jumlah energi yang diperlukan oleh setiap sel. Mitokondria mengadakan pembelahan diri/replikasi sendiri sampai jumlah yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan energi sel. Komponen utama sel memperoleh energi yaitu  oksigen dan satu atau lebih bahan makanan (nutrisi). Di dalam sel, bahan makanan secara kimia bereaksi dengan oksigen dibawah pengaruh berbagai  enzim/katalisator (puluhan enzim) yang mengawasi kecepatan reaksi dan menyalurkan energi  yang dikeluarkan dalam arah yang tepat. Energi yang dihasilkan membentuk Adenosine 
Triphospate (ATP). ATP lalu  ditransfer keluar mitokondria menuju semua bagian  sitoplasma dan nukleoplasma, dimana energinya dipakai  untuk memberi tenaga pada fungsi-fungsi sel. Oleh sebab  itu, ATP dinamakan sebagai bentuk energi sel sebab  dapat disimpan dan dibentuk kembali. Energi yang dihasilkan oleh ATP itu sangat berlimpah-ruah. Malah dapat dijadikan 
sebagai kekuatan yang luar biasa jika  manusia dalam kondisi kejiwaan tertentu, seperti trance, 
terhipnotis, panik, tidur berjalan,  ATP  berfungsi sebagai energi  cadangan. contoh , sesudah  kita berolahraga dan kecapaian lalu  bila diistirahatkan 
sejenak maka tubuh kita akan pulih kembali. Energi yang dihasilkan oleh ATP dalam 
keadaan sehari-hari berupa panas tubuh, membantu lancarnya penyaluran adrenalin, 
menghidupkan semua aktifitas organ dalam tubuh manusia, menghidupkan kimia tubuh untuk membentuk kekebalan tubuh (zat antibodi), menghidupkan aktifitas pencernaan, manusia dalam kehidupan sehari-hari hanya memakai  sekitar 2 % dari seluruh fasilitas energi tubuhnya. sedang  yang 98% lainnya tersembunyi 
sebagai cadangan di ulu hati.  Cean dan 
willson mengatakan, bahwa : mitokondria yang berukuran 1 cm2 dapat menghasilkan listrik 
sebesar 200.000 volt. saat tubuh memerlukan lukan energi maka ikatan ATP (adenosin-
phosphat) akan di putus. saat  adenosin tri-phosphat melepas satu molekulnya, maka ia 
menjadi adenosin di-phosphat (ADP) dengan dua molekul phosphat, ADP masih dapat melepas lagi satu molekul phosphatnya menjadi adenosin mono-phosphat (AMP). Dalam proses pelepasan inilah energi dikeluarkan. ATP + H20 (diambil melalui pernafasan) -> ADP + Energi ADP + H20 (diambil melalui pernafasan) -> AMP + Energi 
Permasalahannya yaitu  bagaiman cara mengoptimalkan dan membangkitkan energi yang 
tersimpan itu agar dapat dipakai  dalam kehidupan sehari-hari.  jika  kita mampu membangkitkan energi itu sekitar 20% kita akan memiliki kemampuan  super, contoh  IQ (Intelegent Quality) akan meningkat hebat, tenaga akan menjadi sangat dahsyat, lompatan menjadi semakin tinggi, kekebalan tubuh semakin meningkat, proses penyembuhan luka terjadi sangat cepat, dapat mengobati berbagai penyakit, ketangkasan dan kecepatan gerak menjadi semakin hebat dan masih banyak kemampuan lainnya yang tidak dapat dinamakan  semua.  
 Tenaga dalam atau energi cadangan yaitu  suatu energi yang berpusat pada syaraf-syaraf di 
sekitar ulu hati dan sesudah  dibangkitkan akan berkumpul pada salah satu bagian tubuh yang 
dinamakan dengan solar plexus atau plexus solaris atau ada juga yang menyebutnya kundalini. kundalini merupakan bagian dari tubuh manusia yang berbentuk  3½ lingkaran, ada  diantara tulang ekor dan kemaluan di bawah pusar. Bentuknya seperti ular yang sedang bergulung atau melingkar.  solar plexus bukan merupakan organ tubuh manusia, 
  
 Potensi tenaga dalam sudah  bersemayam dalam kita, Di dalam paru-paru ada  beribu-ribu pembuluh halus yang di ujung-ujungnya ada  
berjuta-juta kantong udara. Pembuluh-pembuluh halus ini  penting untuk menyerap udara bersih (oksigen) yang  diperlukan dalam proses pembakaran di dalam tubuh. jika  kantong-kantong udara ini tidak memperoleh  udara yang cukup, maka bisa memicu  timbulnya berbagai macam penyakit, antara lain : pilek, batuk , penyakit paru-paru, penyakit jantung, lemah jiwa, daya tahan tubuh rendah, 
Di samping itu tubuh manusia juga memerlukan  bioenergi yang bertenaga sangat halus. Tenaga bukan berupa molekul-molekul udara melainkan berbentuk tenaga murni yang sangat halus. Tenaga halus atau bioenergi ini biasa dikenal dengan  prana, chi, tenaga dalam , Dalam berlatih, prana sakti  mengajarkan cara bernafas menjadi lebih sempurna, efektif dan efisien. Dengan metode  latihan prana sakti  peserta latihan dapat  menyerap oksigen dan prana lebih banyak ke dalam tubuh.   Adapun  Ciri  aliran  ini  yaitu   kemampuan  para  penghayatnya  untuk memakai  kekuatan rohani dengan methode pengerasan perut untuk tingkat awal dan pengejangan tangan untuk tingkat lanjutan. Selain itu juga  memiliki  motto yang  khas  yaitu:    ”Ke  empat  penjuru  kita 
mencari  saudara,  musuh jangan  dicari  tapi  kalau    ada  jangan  sampai  lari.  Kalau  
dijual  ’bila perlu’  dibeli.  Ingat diatas  langit  masih  ada  langit”. Aliran  keilmuan  
ini  disusun  oleh  Abah  Syaki  Abdul  Syukur  (cisoka-tangerang-Banten)  dari  kombinasi  
pengajaran Syaikh K.H Toha Bin Si’ing (pendiri aliran  SinLamBa)  dan K.H Mama  haji  
Amilin (Pendiri  tareqat  abdul  jabar).   
Inti  keilmuan  dari  syaikhona  Toha  yaitu   kekuatan  rohani  yang  penggunaannya dengan 
kompres perut (mengeraskan otot perut). sedang  inti  keilmuan  dari  Mama  Haji  Amilin  
yaitu   kekuatan  rohani  yang penggunaannya dengan pengejangan tangan atau jari yang 
 dinamakan dengan ilmu abdul jabar.   Ilmu Hikmah berbeda dengan ilmu kesaktian para pendekar yang bisa dipamerkan atau 
disombongkan. Justru pantangan utama dalam mempelajari ilmu hikmah yaitu  kesombongan atau merasa punya kehebatan. 
“Dalam bela diri ini tidak memerlukan  bentrokan fisik, namun  cukup memakai  otot-otot 
perut yang dikencangkan (di-press) sewaktu berhadapan dengan musuh.  mereka yang akan berbuat jahat terpental. Seandainya kita disuguhi 
minuman atau makanan beracun, maka saat  kita akan menyentuh piring atau gelas itu, 
maka wadah itu akan pecah sesaat . 
Tenaga  dalam  yaitu   suatu  konsep  yang  populer  di  dalam  masyarakat  Melayu  di  Asia
Tenggara  terutamanya di  Indonesia  dan  Malaysia.  Tenaga  dalam  dianggap  suatu  tenaga
manusia yang memiliki  kekuatan luarbiasa.  Tenaga dalam dibedakan dari  tenaga luar
manusia (yang biasanya dinamakan secara ringkas sebagai “tenaga” saja) yang berbentuk tenaga
fisik seperti kekuatan otot tangan mengangkat barang. Pada dasarnya kita   memiliki
apa yang dinamakan dengan tenaga dalam, hanya saja mereka tidak mengetahui bagaiman cara
membangkitkan atau mengembangkannya. Tenaga dalam itu itu sudah ada sejak manusia
dilahirkan.  namun   tenaga  itu  masih  pasif  dan  sewaktu-waktu  akan  bangkit  bila  kita 
itu dalam keadaan panik, tidur berjalan, terhipnotis atau ketakutan yang luar biasa.
Contoh : kita   yang takut kepada anjing akan memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam berlari menghindari kejaran anjing yang berlari cepat. Bila terdesak, kita  itu
dapat melompati tembok setinggi  2  m dengan sekali  lompat.  Rasa takut yang berlebihan
itu dapat membangkitkan tenaga dalamnya yang sedang ‘tidur’. Secara otomatis tenaga
dalam itu bangkit dan tersalur pada kedua kakinya yang sedang dipakai  untuk
berlari, namun  sesudah  berhasil menyelamatkan diri kekuatan itu reda dan energi itu ‘tidur’
kembali. lalu  kita  itu baru menyadari bahwa dirinya sudah  melakukan sesuatu yang
luar biasa. kita  yang sedang tidur berjalan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dan
tidak  wajar  jika   kita   itu  dalam  keadaan  sadar.  Hal  itu  bisa  dilihat  dari  gerakan
akrobatik  saat   kita   itu  tidur  berjalan,  seperti  jalan  di  atas  atap  rumah  atau
mengigau tentang kejadian yang akan datang.
Banyak  Cara  untuk  membangkitkan,  tenaga
Dalam  seperti dari : Tibet, China, Jepang, Mongolia, India,  Eropa, Russia, Amerika, 
ada salah satu cara yang dapat membangkitkan  Tenaga Dalam juga membangkitkan pancaran Aura, 
1. Teknik PerNafasan Perut
Tekniknya tarik nafas  lewat hidung,  perut  ikut  mengembang…buang halus  lewat hidung
sambil perut dikempiskan sekempis-kempisnya. Agak ditekan sedikit ke dalam. tidak perlu
menahan nafas,  sebab  antara tarikan dan buang nafas ada jeda kirang lebih satu detik.Sikap  tubuh  dan  pikiran  harus  selalu  rileks,  tidak  perlu  konsentrasi  berlebihan,  cukup pindahkan perhatian pikiran ke perut. Posisinya bisa duduk atau bersila. Sebisa mungkin jangan bersandar. Lakukan minimal sepuluh menit. Kalau dasarnya sudah kuat akan timbul aliran  hawa  hangat  di  perut.  Jika  dilakukan  terus  akan  terbentuk  atmosfir  udara  di sekeliling tubuh sehingga menimbulkan perasaan sejuk 
2. Teknik PerNafasan Dada
Tarik nafas lewat hidung, dada yang mengembang. Usahakan posisi perut tetap rata,sehingga udara tidak terlalu banyak masuk ke perut. Tahan senyaman mungkin. Idealnya minimal 3 detik. Semakin lama semakin bagus, namun yang terpenting yaitu  disesuaikan dengan kesanggupan masing-masing, jika merasa   nyaman pertahankan kondisi ini beberapa saat lamanya. Lalu hembuskan lagi secara halus lewat mulut. Jika ini dilakukan maka dada ikut mengempis. Usahakan semua otot tubuh rileks. Cukup pindahkan perhatian pikiran  ke  dada.  Lakukan  minimal  10  menit  juga.  Kalau  ada  rasa  hangat  di  dada pertahankan fokus perhatian ke rasa hangat itu.
3. Teknik PerNafasan Diafragma
Tarik nafas lewat hidung, dan usahakan dada dan juga perut bersamaan ikut mengembang.
Pindahkan fokus perhatian ke ulu hati. Biasanya ada sedikit terasa tekanan di area  ulu hati.  Tahan  senyaman  mungkin,  lalu  hembuskan  nafas  secara  halus  lewat  mulut  sambil
mengempiskan dada dan perut. Tetaplah rileks…Lakukan minimal 10 menit juga.
Tata  Urutan  latihan  harus  seperti  diatas,  nafas  perut,  lalu  pindah  ke  nafas  dada,  lalu
langsung pindah ke nafas diafragma. Usahan perpindahan antara tiap nafas secara perlahan-
lahan selembut mungkin, Lakukan terus menerus tanpa terputus. lalu  lakukan lagi tehnik pernafasan perut dengan sikap tetap rilex dan sesantai mungkin, fokuskan perhatian ke area solar plexus (antara pusar dan perut bagian bawah). Lakukan sampai terasa hawa hangat di area ini, kalau terasa teruskan pernafasan perut ini minimal 5 menit lagi. Kalau tidak  terasa  hawa  hangat,  cukup  lakukan  pernafasan  perut  sampai  suhu  tubuh  normal atau  hawa  disekeliling  menjadi  sejuk.  Hal Ini harus dilakukan manfaatnya dapat menyimpan tenaga dalam yang sudah bangkit tadi di solar plexus…
Tahap ke-II sesudah   itu  duduk/bersila,  posisikan  kedua  telapak  tangan  di  atas  lutut  dengan telapak tangan menghadap keatas. Niatkan menyerap energi alam dan ditampung ditelapak tangan.  Dengan  berniat  secara  reflek  otak  mengirimkan  perintah  ke  tubuh  untuk
mempersiapkan diri  menyerap energi.  sesudah  itu  rasakan dikedua telapak  tangan  anda,
apakah ada sensasi energi atau tidak? Jika merasakan getaran Energy, jaga dan pertahankan
fokus  perhatian  ke  kedua  telapak  tangan,  sampai  terasa  berat/hangat  sekali.  Lalu
visualisasikan  energi  yang  diserap  diantara  kedua  telapak  tangan  dan  membentuk  bola
energi. sesudah  dirasakan cukup (bisa dirasakan sendiri apakah cukup atau belum) dorong
Energy Alam yang berada diatas ubun-ubun dan niatkan memasukkannya kedalam tubuh
melalui  ubun-ubun  (dalam  REIKI  dikenal  sebagai  teknik  menyerap  energy  Alam
Semesta/energi Illahi melalui Cakra mahkota). lalu  angkat kedua telapak tangan yang
sudah ada bola energinya tadi ke atas ubun-ubun (Cakra Mahkota) lalu gerakkan ke arah
belakang  kepala  sambil  berniat/membayangkan  energi  masuk  dan  menyebar  ke  seluruh
tubuh. lakukan berulang minimal sampai 5 kali (Teknik seperti ini dikenal juga dalam tradisi
Pranashakti Dharana)
Bagi  yang  tidak  merasakan  sensasi  energi  ditelapak  tangan  pada  saat  melakukan
penyerapan energi alam ini, silakan lakukan latihan kepekaan dasar berikut:
1. Gosok-gosokan kedua telapak tangan perlahan-lahan, lalukan dalam irama yang makin
lama makin cepat sampai kedua telapak tangan terasa panas.
2. sesudah  terasa panas,  pisahkan kedua tangan dalam jarak +/-  25-30 cm, dalam posisi
saling berhadapan didepan dada.
3. Fokuskan  perhatian  ke  ruang  kosong  antara  kedua  telapak  tangan,  rasakan  sensasi
gelombang elektromagnetic yang terjadi.
4. jika   terasa  sensasi  energi  yang  cukup kuat,  jauhkan jarak  antara  kedua telapak
tangan perlahan-lahan sambil tetap merasakan sensasi energi yang ada.
5. Tahan jarak kedua telapak tangan sampai maksimal +/- 60 cm. lalu  dekatkan lagi
perlahan-lahan.
6. Ulangi langkah 1-5 diatas beberapa kali, 
Untuk  pelatihan  teknik  Pernafasan  ini  agar  jangan  disatukan  atau  dimodifikasi  dengan
teknik latihan lain walaupun mirip. sebab  pada teknik lalu  akan diuraikan teknik
membuka jalur energi yang lebih besar, jika di campur dengan teknik lain dikuatirkan akan
berakibat buruk bagi kesehatan. Jangan improvisasi atau memodifikasi dulu dengan yang
lainnya.  Olah nafas meliputi 3 aspek pernafasan yaitu nafas perut,nafas diafragma,  nafas dada. 
Nafas perut bermanfaat untuk : Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh di bagian perut;
Memperbaiki sistem pencernaan; Memperkuat antibodi tubuh; Menyehatkan ginjal, liver, dan usus;
Meningkatkan  penyerapan  sari-sari  makanan;  Memperbaiki  kualitas  tidur  (lebih  nyenyak);
Mempercepat proses regenerasi sel dan pemulihan tubuh di saat sakit. Adapun teknik melakukan nafas perut yaitu  : Tarik nafas melalui hidung; Pada saat menarik nafas, perut dikembungkan; Lalu buang nafas melalui hidung; Tidak ada penahanan nafas, Nafas diafragma bermanfaat untuk : Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh di bagian
dada  bawah;  Menguatkan  imunitas  tubuh;  Memperkuat  dan  meningkatkan  kinerja  jantung;
Memperlancar peredaran darah; Membantu mempercepat proses pembentukan energi tubuh untuk dimanfaatkan dalam berbagai  kegiatan.  Untuk teknik melakukan nafas diafragma yaitu  :  Tarik nafas melalui hidung; Pada saat menarik nafas, perut dan dada dikembungkan secara bersama-sama;Lalu  tahan  nafas  (bukan menekan);  Buang  nafas  melalui  mulut  dengan cara  sedikit  ditahan  di tenggorokan sehingga sedikit mengeluarkan suara. Nafas dada bermanfaat untuk: Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh bagian dada atas;  Menyehatkan  dan  menguatkan  fungsi  paru-paru;  Meningkatkan  stamina; Membantu  proses  peredaran  darah  ke  bagian  tubuh  menjadi  lebih  optimal;Meningkatkan kinerja otak. Untuk melakukan nafas dada berikut yaitu  tekniknya:
Tarik  nafas  melalui  hidung;  Pada saat  menarik  nafas,  dada dikembungkan;  Lalu
tahan nafas (bukan menekan); Buang nafas melalui mulut pelan-pelan dan sedikit
ditahan di tenggorokan sehingga sedikit mengeluarkan suara 
Asma  bersifat ringan , namun dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas ,asma  pemicu  
kecacatan ,asma yaitu   inflamasi komplek yang mengendalikan perubahan klinis dan fisiologi. Sebagai penyakit heterogen, asma  ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. Gejala  asma yaitu mengi, sesak napas, sesak dada  batuk ,dari waktu ke waktu dan mengalami keterbatasan aliran udara ekspirasi.pencegahan asma seperti menghindari stress, cuaca dingin, debu, rokok , 
alergen , namun masih belum menandakan  adanya peningkatan kontrol asma secara baik. Gejala asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologis maupun non farmakologis, terapi farmakologis seperti pemberian obat pelega dan terapi inhalasi. Pemberian terapi farmakologis  untuk merelaksasi otot polos bronkus,meningkatkan bersihan mukosilier dan modulasi pelepasan mediator alergen dari sel mast, namun meskipun pasien sudah   melakukan pengobatan asma, masih  60% pasien dengan kondisi  tidak teratasi , 20% teratasi  sebagian, 10% teratasi  penuh. menandakan   sebagian besar pasien tidak teratasi , meskipun sudah  melakukan pengobatan asma.Salah satu terapi non farmakologis yang dapat meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma yaitu  latihan yoga pranayama dan Endurance 
exercise. Yoga  disarankan  pada program rehabilitasi paru,terbukti meningkatkan koordinasi pikiran dan tubuh. Yoga  olahraga low impact” yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan  kemampuan  melalui asana (postur yoga) dan pranayama 
(teknik pernapasan). adanya peningkatan parameter faal paru, peningkatan kapasitas difusi, 
menurunkan angka stress akibat sesak Latihan ketahanan (endurance exercise) memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitokondria yang  meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu  sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya, mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas,  peningkatan kualitas hidup. ada pengaruh  latihan yoga pranayama dan endurance 
exercises terhadap peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) dan kontrol asma.
Penelitian ini memakai  Quasy Experiment dengan pendekatan pre-post test control group design. 
Intervensi kombinasi latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 2 kali seminggu selama 6 minggu. sukarelawan  dikumpulkan di halaman sekitar rumahsakit  kemudian diajak untuk melakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama penelitian sukarelawan  didampingi oleh instruktur dan peneliti untuk menjaga jika ada efek samping dari intervensi. 
Sehingga intervensi dilakukan didekat fasilitas kesehatan , Pada golongan  intervensi melakukan Pengukuran nilai  APEP satu kali tiap minggu sesudah  melakukan latihan kombinasi yoga pranayama  dan endurance exercise selama 6 minggu berturut-turut, dilakukan sebanyak 3 
 kali pemeriksaan dan diambil nilai yang tertinggi disetiap pengukuran sedang  pada golongan  kontrol diberikan modul latihan kombinasi yoga 
pranayama dan endurance exercise dan pengobatan yang sesuai dengan SOP di Poli Paru rumahsakit nilai Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) diukur  dengan Peak Flow Meter dan nilai kontrol asma diukur dengan Asthma Control 
Test (ACT). analisa  data memakai  paired t-test, Mann-Whitney, Wilcoxon test, dan Uji Manova.Perbedaan antara pre-post latihan kombinasi yoga pranayama dan  endurance exercise antara golongan  intervensi dan golongan  kontrol dievaluasi memakai  uji statistik Wilcoxon test dan uji Manova. Terjadi peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) menonjol  sesudah  dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh  
nilai  (p < 0,05) dan kontrol asma pada golongan  intervensi (p < 0,05)  dibandingkan dengan golongan  kontrol diperoleh  nilai  (p > 0,05). 
ini  berarti latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises   meningkatkan APEP dan kontrol asma.berdampak   positif pada perbaikan  paru jika   dilakukan secara teratur  ditambah  dengan pemberian modul latihan yoga pranayama dan endurance exercises. Latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises diterapkan oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, pasien asma juga  mengikuti terapi farmakologi , gizi dan psikologi ,saat  tubuh memperoleh  stimulus pernapasan yoga dan Endurance Exercise maka tubuh berespons. Penelitian ini menganalisa  pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercises terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi  dan 
kontrol asma.memakai  Quasy Experimen dengan pendekatan prepost test control group design, Pengambilan sampel dilakukan dengan Teknik consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dengan total 72 relawan . Intervensi 
kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 2 kali perminggu, selama 6 minggu. Nilai arus puncak ekspirasi paksa (APEP) diukur dengan Peak Flow Meter dan nilai kontrol asma diukur dengan Asthma Control Test (ACT). analisa  data memakai  paired t-test, Mann-Whitney, Wilcoxon test, dan Manova.Hasil: Perbedaan antara pre-post latihan kombinasi yoga pranayama dan 
endurance exercise antara golongan  intervensi dan golongan  kontrol dievaluasi memakai  uji statistik Wilcoxon test dan uji Manova. Terjadi peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP)   sesudah  dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh  nilai  (p < 0,05) dan kontrol asma pada golongan  intervensi (p < 0,05) dibandingkan dengan golongan  kontrol diperoleh  nilai  (p > 0,05).
ini  berarti latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises   meningkatkan APEP dan kontrol asma.,Latihan  yoga pranayama dan endurance exercise  meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma.asma dianggap dipicu  oleh spasme otot polos, saat ini asma   suatu inflamasi komplek yang mengendalikan perubahan klinis dan fisiologi.  penderita asma  mengalami ketergantungan terhadap obat dan alat bantu pernapasan yang memerlukan biaya mahal. 
Obstruksi saluran pernapasan merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama ekspirasi, sehingga proses ventilasi terganggu. pengobatan  penyakit asma jangka 
panjang  dengan mempertahankan kualitas hidup pasien agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 
pengobatan  asma  untuk menurunkan gejala, mencegah kekambuhan dan penurunan konsumsi kortikosteroid  bisa teratasi ,pengendalian  asma dengan memakai   alat ukur  Asthma Control Test. Asthma Control Test merupakan metode evaluasi dengan cara menilai score akhir yang diperoleh  dari jawaban pertanyaan yang diajukan pada pasien asma. Hasil score ini  digolongkan  menjadi 3 kategori yaitu teratasi  penuh, teratasi  sebagian dan tidak teratasi .  ini   membantu penderita asma untuk menentukan perlunya berkonsultasi dengan tenaga kesehatan ,Arus puncak ekspirasi menandakan  kondisi  saluran napas dan besarnya 
aliran udara maksimum yang dicapai saat ekspirasi dengan usaha paksa secara maksimal dari kapasitas paru total ,Arus puncak ekspirasi dipakai  untuk mengevaluasi efek dari berbagai faktor seperti terapi obat, pajanan polusi udara, dan kaliber jalan napas , Nilai normal arus puncak ekspirasi pada laki-laki dewasa yaitu  400-600 L/mnt dan wanita dewasa rata-rata  antara 300-500 L/mnt. sedang  pada anak-anak rata-rata  200-400 L/mnt . Penilaian beratnya gangguan yang terjadi dapat dinilai dengan tes faal paru yaitu dengan 
pemeriksaan arus puncak ekspirasi paksa. Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan sederhana  memakai  Peak Expiratory Flow 
Meter (PEF meter). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) dilakukan dengan  ekspirasi paksa 
melalui prosedur  standar. Pemeriksaan  bergantung kepada kemampuan penderita sehingga diperlukan   kerjasma. Untuk memperoleh  nilai  akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Hasil tes faal paru pada pasien asma, dapat diketahui adanya obstruksi jalan napas bila rasio VEP1 (volume ekspirasi paksa detik Pertama) atau kapasitas vital paksa (KVP) <75% atau VEP1 <80% 
nilai prediksi ,Gejala asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologis maupun non 
farmakologis, terapi farmakologis contohnya pemberian obat pelega dan terapi inhalasi. Pemberian terapi farmakologis  untuk merelaksasi otot polos bronkus, meningkatkan bersihan mukosilier dan modulasi pelepasan mediator 
alergen dari sel mast, namun meskipun pasien sudah  melakukan pengobatan asma, masih ada  70% pasien dengan kondisi  tidak teratasi , 20% teratasi  sebagian, 10% teratasi  penuh , ini  
menandakan  bahwa sebagian besar pasien tidak teratasi , meskipun sudah  melakukan pengobatan asma.  Terapi non farmakologis dipakai  sebagai penunjang terapi farmakologis untuk 
meningkatkan arus puncak ekspirasi (APE) dan derajat kontrol asma. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma yaitu  latihan yoga pranayama dan Endurance exercise.
 latihan ekstremitas  atas, Tai Chi dan yoga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien asma. sebagai program rehabilitasi paru  terapi fisik meningkatkan koordinasi pikiran dan tubuh. 
Yoga yaitu  metode pelatihan fisik, memberi  ketenangan pikiran ,memberi  relaksasi  tubuh, melancarkan peredaran darah,  mengendalikan  pernapasan. Latihan pernapasan hidung dalam yoga yang akan mengaktifkan respons otak bagian 
hipotalamus, didalam hipotalamus respons neuromotor mempengaruhi belahan otak yang mengatur emosional dan motivasi yang baik dan memberi pengaruh  pada penderita asma ,
 latihan ketahanan  memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, 
juga terjadi pembesaran mitokondria yang  meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah.  sesuai  kebutuhan pasien 
asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu  sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya. mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, dan peningkatan 
kualitas hidup , 70% penderita asma yang dipicu  oleh alergi dan demam 30%,diantaranya  memiliki asma yang dipicu  oleh exercise induced asthma (EIA). namun  tidak 
berarti penderita EIA dilarang untuk melakukan kegiatan exercise, sebab  dengan melakukan Exercise yang baik dan teratur akan  mengurangi kekambuhan dan  mengurangi ketergantungan obat asma ,Bagi penderita asma melakukan aktivitas fisik  kegiatan  berat  menjadi pemicu  terjadinya serangan asma . olahraga justru diperlukan penderita asma untuk melatih otot 
dada agar pernapasan menjadi lebih lancar. Olahraga yang bisa dilakukan  penderita asma bukan olahraga dengan intensitas gerakan yang cepat dan berat. Olahraga yang dapat dilakukan oleh penderita asma antara lain, latihan pernapasan, bersepeda santai, berenang, berjalan, dan yoga ,
Asma merupakan penyakit kompleks dengan beberapa ekspresi phenotypic,  yaitu  penyakit multifaktorial yang diakibatkan oleh pengaruh 
antara predisposisi genetik terhadap peyakit alergik dan faktor lingkungan yang  meningkatkan peradangan. Faktor lingkungan termasuk produk mikroba, makanan dan alergen, stress dan infeksi,
Asma yaitu  gangguan inflamasi kronis yang  ditandai dengan hipersensitivitas saluran udara dan obstruksi jalan napas episodik reversible. 
Gejala khas asma meliputi mengi, batuk, dada sesak, dan dyspnea (sesak napas), selain disfungsi fisiologis,  distress dalam bentuk depresi, kecemasan dan gangguan emosional 
gangguan fungsi pada penderita asma dipicu  oleh adanya penyempitan saluran pernapasan yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeabronkial, hingga lumen mengecil. Cabang halus bronkus yang tidak memiliki cincin tulang rawan akan memicu  penyempitan sehingga terjadi 
sesak napas. Dalam kondisi  ini, seluruh otot bantu pernapasan bekerja dan difungsikan dengan maksimal. Perubahan struktural pada penderita asma meliputi hilangnya integritas epitel, penebalan membran basal, fibrosis subepitelial, pembesaran kelenjar mukosa dan sel goblet, massa otot polos yang meningkat, integritas tulang rawan berkurang, dan meningkatkan vaskularisasi saluran napas ,
Asma  dapat dipicu  oleh banyak faktor Interaksi dua faktor yang memicu  terjadinya asma yaitu  faktor penjamu seperti gen, atopi, etnis atau ras, jenis kelamin, hiperresponssif  bronkus dan faktor lingkungan yang memicu  serangan asma , asma yaitu  alergen, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga yang berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja , kebiasaan merokok, memakai  bahan kimia  obat anti nyamuk, parfum 
Pada saat serangan asma ,  ditandai dengan rasa  dada sesak, dypsnoe, wheezing dan batuk. Pada pemeriksaan  ditemukan tachycardia, tachypnea  dan ekspirasi memanjang. Suara wheezing menyebar terdengar saat auskultasi. Pada beberapa serangan   dapat terjadi pemakaian  otot-otot tambahan pernapasan, retraksi interkostal, bunyi wheezing dan suara paru yang melemah. Fatigue, anxiety, kekuatan dan kesulitan bicara sebelum menarik napas merupakan kondisi 
yang progresif. Tanpa penanganan  asma  berkembang menjadi gagal napas dengan hypoxemia, hypercapnia dan asidosis. Pasien  
memerlukan  intubasi dan ventilator mekanik dan  obat-obatan , penderita asma dengan gejala sesak napas  menetap akan mengalami penurunan faal paru , ini  dialami  penderita asma kronis sebab  adanya proses inflamasi dan proses airway remodeling. Akibat nya  akan mengalami gejala sesak napas yang akan menganggu aktifitas sehari-hari ,pengobatan  asma didasarkan pada tingkat penyakit dan kemunduran dari spasme jalan napas.  pengobatan  asma untuk mencegah asma menjadi bertambah buruk,  langkah pengobatan  asma, yaitu :  Menentukan klasifikasi asma untuk menentukan jenis obat dan jenisnya,Menghindari faktor pemicu  yang bersifat beragam pada masing-masing penderita ,Meningkatkan kebugaran dengan olahraga seperti renang, Asma  teratasi  bila gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam, tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk Exercise,  kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan), variasi harian APE kurang dari 20%,  nilai APE normal atau mendekati normal,  obat samping obat minimal (tidak ada),tidak ada kunjungan gawat darurat ,Manfaat Exercise bagi penderita asma yaitu   saat penderita mengalami sesak napas akan memicu  tubuh berusaha melakukan kompensasi antara lain dengan meningkatkan otot-otot pernapasan, maka dengan 
Exercise atau melakukan latihan fisik akan terjadi peningkatan efisiensi kerja otot pernapasan dan  memperbaiki fungsi pertukaran gas O2 dan CO2. Harus waspada terhadap kemungkinan munculnya  serangan asma  sesak napas pada saat olahraga, khususnya bagi penderita Exercise Induced Asthma/EIA (penderita  mengalami serangan asma  asma jika  melakukan olahraga),Bentuk Exercise yang disarankan  antara lain; berenang, bersepeda, jalan kaki  atau lari pelan-pelan , Jenis Exercise yang kurang baik bagi penderita asma yaitu  lari cepat dan lama,Respirasi merupakan gerakan reflek yang terjadi pada otot pernapasan yang diatur oleh pusat pernapasan yang terletak pada medulla oblongata dan  korteks serebri. Otot pernapasan yang berperan pada inspirasi yaitu  muskulus diafragma dan muskulus intercostalis externus. Pada saat inspirasi otot ini  mengalami kontraksi. Disamping kedua otot ini , pada inspirasi dapat bekerja pula otot pernapasan lainnya yang dinamakan  otot pernapasan tambahan, yaitu; muskulus scalenus, muskulus stemocleidomastoideus, muskulus pectoralis, muskulus serratus anterior, muskulus trapezius, muskuluslatissimus dorsi dan muskulus levator costarum. Otot pernapasan tambahan yang 
penting yaitu muskulus stemocleidomastoideus, yang dibuktikan dengan adanya keaktifan listrik pada inspirasi yang kuat (kerja dan dyspnoe). Pada saat inspirasi muskulus diafragma dan muskulus intercostalis externus mengalami relaksasi,
Pada ekspirasi kuat dipakai  pula otot-otot ekspirasi yaitu muskulus intercostalis internus, muskulus serratus posterior minor dan triangular muscle of  sternum, Diafragma yaitu  otot primer pernapasan dan membatasi toraks bagian bawah dengan abdomen. Diafragma berbentuk kubah pada posisi relaksasi, puncaknya menyentuh pada Prosesus Xipoideus, sternum dan tulang costa bagian bawah, meningkatkan ruang rongga toraks dan mengembangkan paru. Suplai saraf diafragma (saraf phemik) melalui tulang belakang,
Kontraksi otot intercostal meregangkan tulang costa untuk menambah diameter anteroposterior dan lateral rongga thoraks. Kontraksi interkosta eksternal bertanggung jawab sebesar 25% dalam usaha  memasukkan udara masuk selama 
pernapasan normal. Pada saat inhalasi normal tekanan antar kedua lapisan pleura (intratorasik) subatmosfer lebih rendah dari tekanan atmosfer. Sebelum inhalasi ± 4 mmHg lebih kecil dibandingkan tekanan atmosfer atau ± 756 mmHg pada tekanan  atmosfer 760 mmHg. Otot yang berperan dalam inhalasi yaitu  sternokleidomastoideus, skalen, interkosta eksterna dan diapragma. sedang   otot yang berperan dalam ekhalasi yaitu  otot interkosta internal, obliq internal dan eksternal, abdominis tranversus dan rektus abdominis ,Otot-otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari  neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata.  Pada pasien asma akan terjadi bronkospasme dan bronkokontriksi pada jalan napas ini  akan memicu  peningkatan resistensi aliran udara, obstruksi, hiperinflasi pulmoner dan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi. 
Manifestasi klinis yang diperlihatkan yaitu  rasa  dada sesak dan dypsnoe. Pada kondisi  ini akan memicu  peningkatan kerja otot-otot pernapasan, sebagai bentuk mekanisme tubuh untuk tetap mempertahankan ventilasi paru. namun  lama 
kelamaan otot pernapasan mengalami kelemahan yang akan memicu  penyakit bertambah buruk. Banyak kondisi penyakit yang berkaitan  dengan penurunan fungsi otot respirasi, antara lain yaitu  kelemahan atau peningkatan fatiq pada otot pernapasan yang dipicu  perubahan metabolik atau struktur dari otot ini , kegagalan aktivitas saraf yang mengatur otot pernapasan seperti pada multiple sclerosis, kelemahan otot akibat perubahan mekanik pada sistem pernapasan yang dipicu  oleh peningkatan kebutuhan kerja otot pernapasan seperti pada emphysema, atau kombinasi dari faktor-faktor diatas seperti pada gagal jantung kronis. Kontraksi otot yang kuat dan lama akibat gangguan proses ekspirasi pada pasien asma akan memicu  kelelahan otot pernapasan. Kelelahan otot sebagian besar 
dipicu  sebab  ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolisme serat-serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama, selain itu penyebaran sinyal saraf melalui hubungan neuromuscular akan menurun sesudah  aktivitas otot yang lama jadi mengurangi kontraksi otot lebih lanjut. Hambatan aliran darah yang menuju 
ke otot yang sedang berkontraksi memicu  kelelahan otot hampir sempurna selama satu menit atau lebih,  sebab  kehilangan suplai makanan terutama kehilangan oksigen,Untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan ada  beberapa tindakan 
atau intervensi keperawatan yaitu:
 Senam asma,Gerakan-gerakan asma terutama gerakan inti A dan gerakan inti B yaitu  untuk melatih otot pernapasan, sehingga kekuatan otot pernapasan lebih meningkat ,Latihan Fartlek yaitu  berlari dengan berbagai variasi kecepatan lari sesuai  dengan kondisi pasien ,sangat berpengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi, sebab  fartlek menguatkan otot-otot pernapasan ,
Breathing Retraining yaitu   rehabilitasi pulmonal untuk menurunkan sesak napas dengan cara diafragma breathing dan push-lip breathing. Pursed-lip breathing yaitu  mengeluarkan udara (ekshalasi secara lambat). Melalui mulut dengan bibir mencucut/dirapatkan/setengah tertutup. Selama pursed-lip breathing, tidak ada aliran udara pernapasan terjadi melalui hidung sebab  sumbatan involunter dari nasofaring oleh palatum lunak. Pursed-lip breathing memicu  obstruksi terhadap aliran udara ekshalasi , meningkatkan tahanan udara, menurunkan gradien tekanan transmural , mempertahankan  jalan napas.  ini  menurunkan pengeluaran udara yang terjebak, sehingga dapat mengendalikan  ekspirasi dan 
memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal. Tujuan  diafragma breathing dan push-lip breathing yaitu  membantu pasien mengendalikan  pola napas, meningkatkan ventilasi, meningkatkan batuk efektif dan meningkatkan 
kekuatan otot pernapsan,
kontrol  diartikan sebagai pencegahan penyakit 
atau  penyembuhan namun istilah ini tidak berlaku untuk asma. Istilah kontrol untuk asma yaitu  pengendalian terhadap manifestasi penyakit. 
 manifestasi klinis   juga nilai  gambaran patofisiologis penyakit dengan pemeriksaan seperti  biopsi endobronkial dan pengukuran eosinophil sputum dan ekshalasi nitric oxide. 
Namun sebab  biaya dan atau ketidaksediaan pemeriksaan ini  maka  disarankan   pengobatan ditujukan untuk mengendalikan  klinis penyakit ,
Asma tidak dapat disembuhkan namun  dapat dikontrol dengan   pengobatan  yang tepat. Tujuan dari kontrol asma yaitu  menurunkan frekuensi serangan asma  asma, perbaikan inflamasi saluran pernapasan dan meningkatkan aktifitas fisik dan faal paru ,Asma digolongkan  menjadi well controlled, partly controlled dan uncontrolled. Asma yang teratasi  dapat diartikan dengan banyak cara. asma  teratasi  secara klinis  memicu  penurunan risiko eksaserbasi yang akan terjadi. Namun, pada beberapa pasien tertentu dapat mengalami eksaserbasi meskipun kontrol sudah kuat dan biasanya memiliki beberapa fenotip yang 
dominan, Beberapa standarisasi pengukuran untuk menilai asma teratasi  dengan memakai  sistem skor di mana tujuan terapi  mengembangkan nilai numerik untuk dapat membedakan tingkat kontrol. Semua ini dapat dilakukan dengan memakai  asthma ControlQuestionnaire (ACQ), Asthma Control Test (ACT), the childhood Asthma Control 
Test (C-ACT), the Asthma Therapy Questinnaire (ATAQ) dan Asthma Scorring Sistem (ASS) , penilaian risiko berikutnya (risiko eksaserbasi, tidak stabil, penurunan faal paru, efek samping)
hal  yang  tidak diharapkan yaitu: kondisi klinis tidak teratasi , sering eksaserbasi dalam satu tahun terakhir, memerlukan  perawatan rumah sakit sebab  kondisi kritis asma, faal paru (VEPs) 
rendah, pajanan asap rokok, memakai  pengobatan dosis tinggi,Catatan: 
teratasi  : harus memenuhi semua kriteria
teratasi  sebagian : 1-2 kriteria dalam seminggunya
Tidak teratasi  : ≥kriteria teratasi  sebagian dalam seminggunya,Hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu  teratasi  tidak hanya menilai manifestasi klinis asma, namun juga inflamasi dan penanda patofisiologi dapat dijadikan prediktor risiko eksaserbasi dan penurunan faal paru, yang tidak 
berkaitan dengan derajat kontrol pasien asma ,
Instrument ACT dipercaya  disarankan  secara international, dapat dilakukan oleh pasien sendiri, sudah tersedia dalam berbagai bahasa ,  dapat dilengkapi sebelum atau selama konsultasi dengan dokter.  dapat dipakai  di lapangan oleh para praktisi kesehatan ,Pada ACT ada  5 pertanyaan yang harus dijawab pasien berdasar  jawaban ini  diberikan skor untuk menilai kondisi asma. Lima pertanyaan dalam ACT merupakan pertanyaan yang memiliki  validitas  untuk  membedakan derajat kontrol asma. Penilaian dengan ACT ataupun spirometry yaitu   untuk menilai asma kontrol (masing-masing p<0,0001). Dibandingkan pemeriksaan spirometry, maka ACT lebih akurat dalam menilai kontrol asma (ROC 0,77 vs 0,72), namun  jika keduanya digabungkan (ACT dengan spirometry) maka akurasi akan lebih meningkat (ROC 0,81) ACT  dipakai  sebab  memiliki   kelebihan yaitu: memiliki  target numerik yang memudahkan dokter dalam menjelaskan ke pasien
 Mudah dipakai , memiliki  cut-points untuk membedakan kondisi teratasi  (≥20) dan tidak 
teratasi  (≤19),Dapat dipakai  dalam penilaian sesaat dan penilaian respons jangka panjang
Pranayama yaitu  kata sansekerta yang berisi prana dan ayama, prana berarti self-energi kekuatan hidup dan ayama berarti ekstensi. Pranayama sebagai perluasan dan kontrol prana melalui berbagai teknik yoga. Pranayama  yaitu  proses 
pernapasan ilmiah dengan kontrol terhadap prana tercapai. penghubung antara praktik yoga fisik (asana) dan mental (meditasi) ,Yoga yaitu  metode Hindu kuno untuk meningkatkan control mental dan fisik tubuh  untuk mempengaruhi semangat universal. Yoga meningkatkan kekuatan, fleksibilitas dan kemampuan paru,  Bila kekuatan hidup terganggu, akan memicu  ketidakharmonisan fisik, mental, emosional dan spiritual. Pranayama membawa kesadaran untuk bernapas dan membentuk kembali kebiasaan dan pola pernapasan. Inti dari  pranayama yaitu  pernapasan lambat dan  mengurangi ventilasi.  berbeda dengan pernapasan dangkal yang hanya menyegarkan 
udara di dasar paru, Latihan ini  menguatkan sistem pernapasan, menenangkan sistem saraf, membantu mengurangi kecanduan,  menguatkan 
sistem kekebalan tubuh. Pernapasan juga berperanan penting dalam metabolisme tubuh, yaitu proses tubuh menguraikan nutrisi ,Latihan pernapasan yoga (pranayama) dilakukan dengan duduk dalam salah satu postur duduk yoga (asana), dengan posisi tulang punggung yang tegak 
dari tulang ekor sampai ke puncak kepala. Pada posisi ini memaksimalkan kapasitas ruang ventilasi paru saat bernapas dan  menjaga agar aliran prana dapat mengalir dengan lancar di sepanjang shushunma nadi di tulang punggung ,
Dalam latihan pernapasan yoga (pranayama), pasien  hanya menghirup maupun mengeluarkan napas melalui hidung, kecuali dalam situasi khusus,
posisi yang baik untuk melakukan latihan pernapasan yoga (pranayama) yaitu  posisi sukhasana. Padmasana, sidhasana dan vajrasana.  Latihan pernapasan yoga minimal dilakukan 20-25 
menit setiap hari. Bernapas yaitu  suatu kebutuhan dalam kehidupan pasien , dalam Yoga diajarkan untuk bernapas secara lambat dan cepat. Latihan bernapas bermanfaat untuk tekanan pernapasan dan daya tahan, meningkatkan kekuatan otot pernapasan. Relaksasi otot-otot pernapasan yang akan menstabilkan emosional yang akan menjadi mediator penurunan faktor serangan asma  ,
Penderita asma akan mengalami hiperventilasi, di mana CO2 yang berlebihan di dalam darah dan jaringan yang dapat memicu  hipoksia. Penderita asma mengalami penyempitan arteriol otot polos, terutama di pembuluh otak yang akan menjadi hipoksia serebral. Yoga mampu membantu kondisi  hiperventilasi dengan latihan pernapasan untuk meningkatkan suplai O2 ,Yoga membantu relaksasi otot-otot pernapasan yang mengalami spasme akibat serangan asma  asma, relaksasi bronkus, relaksasi otot polos dan relaksasi pikiran, 
di mana kerja saraf simpatik yang menurun sehingga menghemat energi dalam tubuh. Latihan relaksasi  menstabilkan tingkat emosi penderita, impuls dari korteks emosional ke hipotalamus akan berkurang yang diakibatkan oleh naiknya  kerja pada pusat parasimpatis dengan efek pada sistem pernapasan, pusat vasomotor yang rileks, berkurangnya denyut jantung dan tekanan darah 
sehingga memicu  perasaan yang tenang. Selain kerja saraf parasimpatik yang meningkat, juga terjadi peningkatan sekresi endogen melatonin yang baik untuk psikologi ketentraman, Latihan pernapasan yoga memfokuskan  pada pengendalian pernapasan dan pikiran. latihan ini 
 menguatkan sistem pernapasan, menenangkan sistem saraf,  Mekanisme latihan pernapasan yoga terhadap perubahan fisik yang terjadi pada tubuh diawali dengan terciptanya suasana relaksasi alam sadar yang  membimbing pada kondisi  rileks yang mendalam.    menghilangkan suara-suara dalam pikiran sehingga tubuh  mampu  melepaskan ketegangan otot. saat  tubuh mulai santai pernapasan menjadi lebih lambat dan dalam, sehingga sistem pernapasan dapat beristirahat. 
Melambatnya ritme pernapasan ini  membuat detak jantung menjadi lebih lambat dan memberi  pengaruh positif terhadap keseluruhan sistem sirkulasi dan jantung untuk beristirahat dan mengalami proses peremajaan. Sistem saraf 
simpatik yang selalu siap beraksi menerima pesan aman untuk melakukan relaksasi sedang  sistem saraf parasimpatik  memberi  respons untuk 
relaksasi. Selai saraf simpatik, pesan untuk relaksasi juga diterima oleh kelenjar endokrin yang bertanggung jawab terhadap  emosi dan fisik,
 pernapasan yoga pranayama  meningkatkan kemampuan ventilasi dan  ekspansi dada, Breath Holding Time (BHT) dan arus puncak ekspirasi paksa ,Latihan pernapasan yoga dilakukan dengan mengatur dan mengendalikan  pernapasan yang terdiri dari pengaturan Panjang dan durasi 
tarikan napas (inhalasi), dan  perhentian napas. Penapasan normal pada orang dewasa rata-rata  16-24 kali/menit. Dengan melakukan latihan pernapasan yoga kecepatan pernapasan akan menjadi lebih lambat dan setiap tarikan dan 
hembusan napas akan menjadi lebih Panjang dan lebih penuh.  ini dinamakan pernapasan  dalam dan akan memampukan energi yang ada  untuk bergerak mencapai setiap sel,Latihan pernapasan yoga  dilakukan sambil duduk maupun berbaring. 
Bentuk latihan pernapasan yoga sama dengan latihan pernapasan dalam low deep breathing, pursep lip breathing. Namun pada latihan pernapasan yoga ada  latihan pernapasan lainnya yaitu bernapas bergantian dengan  memakai  salah satu lubang hidung, dan  memasukkan unsur-unsur spiritualitas pada akhir latihan , Lakukanlah pranayama sesudah  melakukan berbagai asana dan sebelum meditasi. Sepanjang latihan ini  tubuh harus sesantai mungkin. Punggung, leher, 
dan kepala harus tegak dan terpusat. Tidak boleh ada ketegangan. Napas tidak boleh ditahan lebih lama dari kemampuan kita. Ini yang terpenting sebab  paru merupakan organ yang sangat lembut ,
 Jangan melakukan dalam kondisi  ruangan yang bau busuk, berasap, atau berdebu. posisi yang baik untuk melakukan kegiatan latihan pernapasan
yoga (pranayama) yaitu  :
-Pose sidhasana
Duduklah dengan kaki kiri telentang. Letakkanlah salah satu tumit, contoh  sebelah kiri diatas paha kanan, letakkan tumit yang lain, contoh  sebelah 
kanan pada tulang selangka.Susunlah kaki sedemikian rupa sehingga letaknya membuat rileks, kaki-kaki ini  harus saling bersentuhan Pertahanan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit,
-Pose vajrasana
 Duduklah dengan tegak dan julurkan kaki kedepan. Letakkan tangan diatas lantai disebelah paha. Tekuklah kaki kanan perlahan-lahan dibagian lutut, 
demikian juga pada kaki kiri,Tekanlah berat badan pada kaki-kaki yang ditekuk tadi, kedua telapak kaki saling menindih. Hadapkanlah telapak kaki kearah atas. Paha pada posisi rapat,Jari-jari kaki boleh bersentuhan, boleh juga tidak dan tulang belakang harus tegak
- Pose sukhasana
Duduklah dengan tegak, rentangkan kaki kedepan. Letakkan tangan diatas paha. Tekuklah kaki kanan dibagian lutut, sehingga tumit menekan pangkal paha, jadi telapak kaki ini  menyentuh paha kiri.
Tekuklah kaki kiri dan tekanlah tumit pada pangkal paha kanan, masukkanlah jari-jari kiri pada tekukan kaki kanan. Letakkan telapak tangan pada lutut, dapat juga meletakkan kedua tangan dipangkuan.
Pertahankan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit.
- Pose padmasana
Duduk diatas lantai, rentangkan kedua kaki kedepan. Letakkan secara perlahan kaki kanan diatas paha kiri dan telapak kaki kanan menghadap ke atas.Tekanlah tumit pada tulang kemaluan, letakkan kaki kiri diatas paha kanan, tekanlah tumit pada tulang kemaluan dan sentuhkan tumit kiri pada tumit kanan.. Letakkan telapak tangan pada masing-masing lutut, jari telunjuk menekuk 
pada ibu jari atau letakkan kedua tangan dipangkuan ,Pertahankan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit

 jenis-jenis latihan pernapasan yoga (pranayama) :
-Sitali (pernapasan lidah)
Duduk pada salah satu posisi yoga, lakukan penggulungan lidah dari samping kearah tengah sehingga membentuk pipa. Tarik napas secara perlahan dan dalam melalui gulungan lidah ini . Tahan sebentar dan keluarkan kembali melalui hidung. Lakukan Teknik ini 5-10 putaran. Manfaat dari pernapasan ini yaitu  untuk meredakan panas dalam dan sangat baik dilakukan dalam cuaca yang 
panas atau saat berpuasa, mengatasi rasa haus dan lapar, dan  mendatangkan rasa segar.
-Sitkari (pernapasan gigi)
Duduk pada salah satu posisi yoga. Lakukan penekanan pada ujung lidah ke celah diantara gigi atas dan bawah. Kemudian bernapas melalui celahcelah gigi. 
- Dhirga Swasam (pernapasan yoga penuh)
Dhirga swasam pranayama merupakan teknik pernapasan dasar dalam pranayama dan dalam kehidupan. Manfaat latihan pernapasan ini yaitu  
mengoptimalkan kapasitas paru, mengoptimalkan jumlah oksigen yang masuk kedalam tubuh, meningkatkan ketenangan pikiran, pernapasan ini menggabungkan napas pendek bahu , napas sedang dada  dan napas dalam diafragma  secara bersamaan ,Prosedur latihan pernapsan ini yaitu  dengan duduk pada salah satu posisi yoga. Letakkan satu tangan diatas abdomen dan tangan yang lain di dada.Pertahankan tulang belakang tetap tegak dan kedua pundak rileks. Saat Tarik 
napas, rasakan udara mengalir , meregangkan tulang rusuk bagian dada lalu mengangkat bahu. Saat mengeluarkan napas, udara akan mengempis mulai dari bagian bawah paru, tulang rusuk, dan terakhir bagian dada. Selalu bernapas melalui hidung dengan mulut tertutup dan lakukan prnapasan secara perlahan, dalam dan berirama 
-Ujjayi (pernapasan berdesir)
Posisi duduk pada salah satu posisi yoga, sempitkan pita suara saat menarik napas melalui lubang hidung (mulut tertutup). Saat melalui epiglottis udara  akan menggetarakan tenggorokan bagian belakang. saat  napas keluar akan  terdengar bunyi dari tenggorokan. 
- Anuloma Viloma (pernapasan hidung alternative)
Duduk pada salah satu posisi yoga, Posisi tangan dalam visnhu mudra, Tutup lubang hidung kanan dengan ibu jari, tepat dibawah tulang hidung 
kanan, Tarik napas dalam melalui hidung kiri selama 4 hitungan,Tutup lubang hidung kiri dengan jari manis dan kelingking tepat dibawah tulang hidung kiri dan tahan napas selama bisa dilakukan
Lepaskan ibu jari pada lubang hidung kanan, Ini merupakan satu putaran alternate nostrik breath. Ulangi hingga 5  putaran.
- Kapalabhati (pernapasn menghembus kuat)
Posisi duduk pada salah satu posisi yoga. Lakukan tarikan napas dalam dengan diafragma dan buang napas secara cepat yang akan menghasilkan bunyi 
hembusan yang kuat. Fokuskan perhatian pada hembusan napas saja. Tarikan napas hanya merupakan reaksi spontan dan pasif dari hembusan napas. Rasakan otot perut dan dada terasa longgar dan rileks saat menarik napas. 
Lakukan sebanyak 3 kali putaran, yang mana setiap putaran terdiri dari 11 tarikan dan hembusan napas kuat ,


Endurance Exercise memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek latihan endurance yaitu terjadi pembesaran serabut otot,  pembesaran mitokondria  meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Endurance terdiri dari:

- Daya tahan otot (Muscle endurance). Daya tahan otot sangat ditentukan oleh dan berkaitan  erat dengan kekuatan otot. sehingga cara untuk 
mengembangkan daya tahan otot sangat mirip dengan yang dipakai  untuk meningkatkan kekuatan. Dalam latihan meningkatkan daya tahan otot, Teknikisotonik dan isokinetik harus dilakukan  dalam tahanan (beban) yang lebih rendah dibandingkan latihan kekuatan kekuatan ,
-Daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah ,Peningkatan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah  dapat dicapai melalui aktivitas aerobik.  untuk meningkatkan VO2 maksimal dilakukan latihan anaerobik dengan interval istirahat ,pelaksanaan latihan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah selalu terkait dengan tenaga aerobik dan anaerobik, yang mana unsur ini  selalu terkait pula dengan sistem energi yang diperlukan.  endurance exercise jantung-pernapasan-peredaran darah dapat dilakukan  dengan :  Lari lambat dengan interval,  Jogging, 
yang harus diperhatikan dalam  latihan interval yaitu   jarak ditentukan, kecepatan lari 
ditentukan, Latihan fartlek atau speed play, yaitu  latihan endurance  untuk , mengembalikan,  memelihara kondisi tubuh pasien  asma.  yaitu  berlari dengan berbagai variasi  kecepatan lari yang diinginkan ,memulai latihan endurance dengan lari 
lambat-lambat, kemudian dilanjutkan dengan lari cepat pada jarak-jarak pendek secara intensif 
Program latihan endurance exercise (Fartlek) dengan treadmill ,  latihan aerobik, di mana latihan ini hendaknya dilakukan dengan intensitas antara 50-88% VO2 max, atau 65-89% denyut jantung maximal untuk meningkatkan kebugaran 
kardiorespirasi,Setiap sesi hendaknya berlangsung dengan durasi antara 20-50 menit. Setiap sesi latihan  hendaknya diakhiri dengan pendinginan, dengan melanjutkan kegiatan ritmik ringan, sampai denyut jantung menurun sekitar 20x/menit lebih rendah dibandingkan saat  melakukan latihan. 
Bila penderita asma sudah  memperoleh pengobatan pra-latihan namun  masih mengalami bronkhokonstriksi, maka disarankan  untuk 
menghentikan latihan, sebab  jika  dilanjutkan akan 
memperberat bronkokontriksi. Penderita yang menjadi mengi (napasnya berbunyi) saat  
mengikuti olahraga hendaknya tidak melanjutkan aktivitasnya saat itu.Olahraga hendaknya dihentikan bila nilai APE-nya kurang dari  80% dari nilai terbaiknya. Melakukan kegiatan berat selama bronchoskontriksi dapat memicu  tingkat kejenuhan O2 darah arteri sangat menurun, 
terjadi akumulasi CO2 dan hiperventilasi paru yang memicu  meningkatnya udara residu. ini  memicu  terjadinya dyspnoe (sesak napas) yang berat, broncho-konstriksi yang semakin berat dan kelelahan otot-otot respirasi .

Arus puncak ekspirasi yaitu  aliran maksimum yang dicapai selama  kapasitas vital paksa (KVP). ini  terjadi sangat awal dalam maneuver kapasitas vital paksa (biasanya dalam 0,2 detik pertama jika manuver baik dilakukan). sehingga, arus puncak ekspirasi  tergantung dari FEV1 (Foeced Expiratory Volume in One Second), Pada asma bronkial ada  ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal pernapasan terutama pada ekspirasi yang dicerminkan  rendahnya APE. APE yaitu  nilai kekuatan aliran udara maksimal paru untuk menilai ada dan berat obstruksi jalan napas, respons pengobatan, dan  yang terjadi  pada pasien asma bronkial. Salah satu indikasi adanya obstruksi pada saluran pernapasan yaitu  arus puncak ekspirasi paksa (APEP) menurun. APEP yaitu   jumlah udara yang dikeluarkan secepat-cepatnya pada satu detik pertama sesudah 
mengambil napas sedalam-dalamnya. Pada penyakit obstruksi, volume udara akan lebih lambat dikeluarkan. APEP merupakan beberapa udara (sekitar 4500ml) yang dapat didorong keluar dengan usaha  sengaja sesudah  pernapasan yang diukur dengan memakai  spirometer,Obstruksi saluran pernapasan merupakan gangguan fisiologis  pada asma akut. Gangguan ini  menghambat aliran udara selama ispirasi dan 
ekspirasi sehingga proses ventilasi terganggu. Untuk menilai beratnya gangguan yang terjadi dapat dinilai dengan tes faal paru yaitu dengan pemeriksaan spirometry. Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan yang lebih sederhana 
dengan memakai  Peak Ekspiratory Flow Meter (PEF meter). Hasik tes faal paru pada pasien asma, dapat diketahui adanya obstruksi jalan napas bila nilai  rasio VEP1<80% nilai prediksi. Fungsional residual capacity (FRC), total lung  capacity (TLC), dan residual volume (RV) akan mengalami suatu peningkatan  sebagai akibat udara yang terperangkap didalam paru .Untuk menilai faal paru dipakai  spirometer untuk mencatat grafik 
pernapasan berdasar  jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer ,
Spirometri merekam  volume ekspirasi paksa dan 
kapasitas vital paksa. Arus puncak ekspirasi paksa (APEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) yaitu  volume dari udara yang dihembuskan dari paru
sesudah  inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (APEP). Kapasitas Vital paksa atau kapasitas vital paksa (KVP) yaitu  volume total dari udara yang dihembuskan dari 
paru sesudah  inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum.Jenis gangguan faal paru  digolongkan menjadi 2 yaitu gangguan 
faal paru obstruktif dan restriktif. pasien  dianggap memiliki  gangguan faal paru obstruktif bila nilai APEP/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan faal paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan 
nilai standar ,
Manfaat APE dalam diagnosis asma,yaitu:

-Reversibility, yaitu perbaikan nilai APE ≥15% sesudah  inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu) 

- Variability APE harian selama 1-2 minggu. Variability juga dapat dipakai  menilai derajat berat penyakit ,Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan  dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak 
diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.

 Cara pemeriksaan variability APE harian 
Diukur pagi hari untuk memperoleh  nilai terendah, dan malam hari untuk memperoleh  nilai tertinggi. rata-rata  APEP harian dapat diperoleh melalui 2 
cara:
-Metode menetapkan variability APE yaitu  nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari),Contoh :Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam contoh   diperoleh  APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) yaitu  300/400=75%. Metode ini  paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai variability ,
-Bila sedang memakai  bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malah hari 
sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menandakan  persentase rata-rata  nilai APE harian. Nilai > 20% 
dipertimbangkan sebagai asma.


Nilai arus puncak pasien  dapat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai APEP ,yaitu:
-Merokok dapat mempercepat penurunan faal 
paru. Walaupun hanya sebagaian kecil dari perokok akan bermanifestasi klinis menjadi penyakit paru obstruksi dan hanya sebagian kecil yang  
memicu  perubahan struktur jalan napas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan napas besar berupa hipertrofi dan hyperplasia 
kelenjar mukus. Sehingga  mempengaruhi nilai APE ,
-Faktor lingkungan   seperti kebiasaan merokok, polusi udara, memicu  beberapa penyakit dan gangguan fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru. Zat yang  banyak pengaruhnya terhadap saluran pernapasan dan paru yaitu  sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon. Kandungan SO2, NO2 dan Ozon yang tinggi pada udara dapat menginduksi reaksi inflamasi pada paru dan gangguan sistem imunitas pada tubuh , Pajanan SO2 dapat memicu  bronkospasme, sebagian SO2 akan tertahan disaluran napas atas, sebab  bereaksi dengan air yang ada  dilapisan 
mukosa. Kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar  dengan NO2, hal itu dipicu  sebab  terkjadi kerusakan silia, gangguan sekresi mucus dan fungsi makrofage alveolar dan  gangguan imunitas humoral, sedang  pajanan ozon   meningkatkan hiperaktivitas bronkus pasien 
asma maupun pada pasien sehat .
-Pengelompokkan berdasar  jenis kelamin sangat penting sebab  secara bilogis berbeda antara laki-laki  dan wanita. Nilai APE pada laki-laki  lebih besar dibandingkan wanita berdasar  nilai normal arus puncak ekspirasi paksa (APEP). Sesudah pubertas anak laki-laki menandakan  kapasitas faal paru yang lebih besar dibanding wanita. Kapasitas vital rata-rata  laki-laki  dewasa muda kurang lebih 4,6 liter dan wanita  muda kurang lebih 3,1 liter, meskipun nilai jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan yang sama ,Laki-laki memiliki otot dalam sistem pernapasan yang lebih 
kuat dibandingkan dengan wanita  sehingga kemampuan untuk melakukan ekspirasi cenderung lebih besar dibandingkan pada wanita .
 -Tinggi badan memiliki  korelasi yang positif dengan APE, artinya dengan bertambah tinggi pasien , maka APE akan bertambah besar ,Tinggi badan dan berat badan  mempengaruhi faal 
paru, sebab  pasien  yang memiliki tubuh tinggi maka fungsi ventilasi parunya lebih tinggi dibandingkan   yang bertubuh pendek .
-Pada orang kulit hitam, hasil faal parunya lebih kecil bila dibandingkan dengan orang kulit putih. bahwa ukuran thoraks kulit hitam lebih kecil dibandingkan orang kulit putih.  perbedaan anatomis rongga dada akan mempengaruhi faal parunya,
 -Faal paru pada masa kanak-kanak bertambah atau meningkat volumenya dan mencapai maksimal pada usia 9-21 tahun, sesudah  usia itu faal paru terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia, Semakin tua usia pasien , maka fungsi ventilasi parunya akan semakin menurun elastisitas dinding dada. Selama proses penuaan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru, dan peningkatan jumlah ruang rugi. Perubahan ini memicu  penurunan kapasitas difusi oksigen,

 cara pengukuran arus puncak ekspirasi paksa (APEP),yaitu: 
-Peak Flow Meter   untuk mengukur titik tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi maksimal. dapat mendeteksi terjadinya penyempitan pada saluran pernapasan. Arus puncak ekspirasi paksa merupakan salah satu parameter yang diukur pada spirometry yaitu kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru  pada kondisi  inspirasi maksimal,Saat ini alat baku yang dipakai untuk pengukuran APE ini yaitu  Wright Peak Flow Meter yang dirancang oleh Wright dan CB Mckerrow ,Cara kerja alat ini berdasar  asas mekanika yaitu deras arus udara yang ditiupkan melalui pipa peniup. Piston akan mendorong jarum penunjuk (marker). sebab  piston dikaitkan dengan sebuah pegas, maka sesudah  arus berhenti oleh gaya tarik balik (recoil) piston tertarik kedudukan semula dan jarum petunjuk berhenti pada titik jangkauan 
piston terjauh. Nilai APE dibaca pada titik jarum penunjuk ini . Peak Flow  Meter dapat memberi  peringatan lebih awal terhadap pasien jika terjadi 
perubahan pada fungsi sistem pernapasan.
Tahap-tahap dalam melakukan pengukuran APE memakai  Peak Flow Meter ,yaitu:
 Pasang Mouthpiece ke ujung Peak Flow Meter,
Posisikan pasien untuk berdiri atau duduk dengan punggung dalam kondisi  tegak dan pegangan Peak Flow Meter dengan posisi horizontal mendatar tanpa menyentuh atau mengganggu gerakan marker. Pastikan marker berada pada posisi skala terendah (angka Nol), pasien menghirup napas sedalam mungkin, masukkan ke mulut dengan bibir menutup rapat mengelilingi Mouthpiece, dan buang napas segera dan sekuat mungkin. Saat membuang napas, marker bergerak dan menandakan  angka pada skala, catat hasilnya.
Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3 kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien ini  
atau nilai prediksi.
-Spirometer yaitu  tes yang  mendiagnosa  berbagai kondisi paru, pasien yang menderita obstruksi paru kronis. Spirometer juga untuk monitor kinerja paru dalam menarik dan menghembuskan napas.Sebagai stimulus fokal atau stimulus yang dirasakan langsung oleh pasien yaitu  ketidakseimbangan ventilasi pada pasien asma yaitu proses inspirasi terjadi obstruksi jalan napas sehingga memicu  penurunan faal  paru khususnya arus puncak ekspirasi paksa (APE), stimulus kontekstual yaitu  adanya intake obat yang tidak kuat , sedang  sebagai stimulus 
residual yaitu  terpapar alergen dan pemicu asma lainnya.Tindakan  yang diberikan yaitu peningkatan respon adaptasi.  memanipulasi stimulus fokal, kontekstual atau residual pada individu. Tindakan yang dapat  dilakukan pada pasien asma yang mengalami penurunan faal paru dengan memberi  latihan yoga pranayama dan endurance exercise dengan harapan dapat meningkatkan faal paru pasien asma. saat  kita bernapas (menghirup 
udara), oksigen akan masuk kedalam saluran pernapasan melalui hidung, trachea, bronkus hingga ke kantung-kantung udara (alveoli) yang ada  didalam paru. Alveoli diselimuti oleh pembuluh darah dan mengikat sel darah merah, sel darah merah yang kaya dengan oksigen ini mengalir ke seluruh tubuh dan otak. Peningkatan jumlah pasokan oksigen akan mengeliminasi 
CO2, sehingga akan menurunkan rangsangan terhadap sistem saraf  simpatis dan medula adrenal yaitu melalui penurunan norepinefrin dan 
epinefrin. saat  tubuh mulai santai, napas menjadi lambat dan dalam, begitu ritme pernapasan melambat, detak jantung akan ikut lebih lambat dan teratur. Sistem saraf simpatis yang selalu siap untuk beraksi menerima pesan untuk relaks, dan kemudian sistem saraf parasimpatis akan memberi  respons terhadap relaksasi. Sesudah  tubuh mengalami relaksasi, energi vital dari tubuh menjadi seimbang, kelelahan berkurang, pikiran dan emosi menjadi tenang ,Ventilasi optimal terjadi saat  pasien asma mengikuti yoga pranayama. 
Normalnya kita hanya memakai 10-15% saja dari kemampuan kita dalam bernapas sehari-hari.  yoga  meningkatkan jumlah udara yang dipertukarkan di dalam paru sehingga tekanan parsial oksigen di alveoli menigkat sehingga difusi di alveoli dan kapiler meningkat. Pada kondisi normal, jumlah udara yang masuk ke dalam paru dalam satu menit yaitu  sebanyak 16 x 400 ml. sehingga, melakukan yoga akan memperkaya oksigen dalam tubuh.dengan melakukan kedua teknik ini  diharapkan arus puncak ekspirasi dapat meningkat dan kontrol asma dapat tercapai. Yoga  menyatukan pikiran, tubuh, dan roh kedalam satu kesatuan yang saling melekat dan seimbang ,Selama inspirasi peregangan jaringan paru menghasilkan SARs (Slowly Adapting Stretch Reseptor) yang menyingkronkan aktivitas pusat kardiopulmoner dan sistem saraf, yang merupakan indikasi adanya kondisi relaksasi, akan menstimulus sistem parasimpatik , Yoga  menstimulasi pengeluaran hormone endorphin. Endorphin yaitu  neuropeptide 
yang dihasilkan tubuh pada saat rileks , endorphin dihasilkan di otak dan  susunan saraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi oleh otak yang melahirkan rasa nyaman,Endurance Exercise  memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitokondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu  sesak yang berakibat 
mengurangi aktivitas hidupnya, saat  tubuh memperoleh  stimulus dari luar berupa tindakan pernapasan yoga dan Endurance Exercise maka tubuh berespons.  Ada pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise terhadap 
kontrol asmaberdasar , diperoleh  jumlah sampel untuk masing-masing golongan  sebanyak 35. Untuk meminimalisir adanya drop out peneliti 
menambahkan 10% pada tiap golongan , sehingga pada tiap golongan  ada  38 sukarelawan . Pada penelitian ini ada  2 dieksklusi dan 1 orang menolak ikut dan  dalam penelitian. Total sukarelawan  76 yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 56 orang wanita , 4 sukarelawan  pada golongan  kontrol yang mengalami drop out
sebab  tidak bisa mengikuti latihan dengan teratur sesuai jadwal. Sehingga total sampel yang dipakai  pada penelitian ini sebanyak 72 sukarelawan .
Sampel diambil berdasar  consecutive sampling, pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dilakukan pada penelitian ini sampai besar 
sampel terpenuhi. 
Instrument latihan yoga pranayama memakai  lembar inform consent, SPO,instruktur, modul dan lembar sifat  relawan .Instrument endurance exercise memakai  lembar inform consent, SPO, 
instrukrur, modul pelaksanaan yoga pranayama dan Endurance Exercise (fartlek) ,Pengukuran APE paksa Instrument dalam pengukuran APE paksa memakai , Peak Flow Meter, lembar sifat  relawan  yang berisi pertanyaan mengenai identitas 
relawan , meliputi nama inisial, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tinggi badan, lama menderita asma dan nilai APE paksa. Instrument dalam pengukuran kontrol asma terdiri dari lembar kontrol asma yang terdiri dari pertanyaan yang mengevaluasi interpretasi pengendalian  asma 
yang meliputi asma teratasi , teratasi  sebagian dan tidak teratasi . Dalam penelitian ini akan mengevaluasi pre post APE paksa dan kontrol asma dengan memakai  lembar capaian penilaian APE paksa, lembar observasi kontrol  asma sebelum dan sesudah latihan yoga pranayama dan endurance exercise. penelitian  dilakukan  selama 3 bulan Pelaksanaan penelitian akan dimulai dengan menentukan populasi sesuai  dengan kriteria inklusi kemudian dihitung memakai  rumus besar 
relawan  dan diperoleh jumlah relawan  beberapa 38 pasien, golongan  kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan pada 
hari tertentu (sesuai jadwal ). Sebelum dilakukan intervensi, relawan  dan keluarga akan diberikan 
penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian, manfaat penelitian, waktu penelitian, hak relawan  dan kontrak waktu proses penelitian dan  
meminta persetujuan relawan  menandatangani inform consent sebagai kesediaan menjadi relawan, .Klien pada golongan  perlakuan dan golongan  kontrol akan diberikan pre test dengan memakai  alat Peak Flow Meter dan Asthma Control Test score  untuk mengetahui arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma ,Penelitian ini dapat dibantu perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk memberi  intervensi pada pasien golongan  intervensi kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. Latihan yoga diantarannya melakukan Pose sukhasana,  Padmasana,  Sidhasana,  Vajrasana.  melakukan pernapasan pranayama yang terdiri dari; Dhirgaswasam 
(pernapasan yoga penuh), Ujjayi (pernapasan berdesir),  Kapalabhati  (pernapasan menghembus kuat),  Anuloma viloma (pernapasan hidung 
alternatif), Sitali (pernapasan lidah), Sitkari (pernapasan gigi). Gerakan diulang kembali selama 5 menit dan seterusnya. Sesudah  melakukan latihan yoga relawan   disarankan  untuk melakukan istirahat 5 menit sebelum melakukan  latihan Fartlek selama 21 menit, dengan cara; latihan pemanasan yang terdiri  dari lunges 60 detik, side lunges 60 detik, squat 30 detik, highknee 20 detik. 
Kemudian dilanjutkan latihan jalan 20 menit, Jogging 20 menit, jalan 10 menit, Sesudah  mengakhiri latihan disarankan  untuk  tidak langsung duduk namun melakukan pendinginan yang terdiri dari; Hamstring stretch 30 detik, Calf stretch 30 detik, Forward bend 30 detik.
Untuk mencegah  kekambuhan sukarelawan  pada saat melakukan latihan yoga pranayama dan endurance exercise atau exercise induced asthma (EIA), peneliti terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada pembimbing dan dokter penanggung jawab atau yang sedang bertugas  guna  menyiapkan pemberian terapi obat inhaler, oksigen, dan  melakukan pemanasan sebelum latihan dan pendingininan sesudah  melakukan latihan. sukarelawan  yang mengalami kekambuhan pada saat latihan maka disarankan  untuk tidak melanjutkan latihan.,Pada minggu ke enam peneliti melakukan post test dengan memakai  pengukuran Peak Flow meter dan Asthma Control Test score.
 Sesudah  dilakukan pengukuran nilai post APEP dan kontrol asma. 
-Uji Wilcoxon Sign Rank dipakai  untuk menganalisa  perbedaan nilai  pre dan post APE dan kontrol asma pada golongan  perlakuan dan golongan  kontrol dengan tingkat kemaknaan p≤0,05,
-Uji Mann Whitney dipakai  untuk menganalisa  perbedaan nilai delta APE paksa dan kontrol asma pada golongan  perlakuan dan golongan  dengan tingkat kemampuan p≤0,05
- Uji Manova dipakai  untuk menganalisa  pengaruh latihan kombinasi Yoga Pranayama dan Endurance Exercise terhadap peningkatan APE paksa dan kontrol asma di golongan  intervensi dan golongan  kontrol.Pada bab ini membahas mengenai hasil pengumpulan data tentang pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma pada pasien asma. Jumlah keseluruhan sukarelawan  yang di skrining sebanyak 79 orang yang merupakan pasien asma stabil rawat jalan di poliklinik paru Rumah Sakit 
2 orang dieksklusi dan 1 orang menolak ikut dan  dalam penelitian. Sebanyak 76 orang dengan jenis kelamin laki-laki 20 orang dan wanita  56 orang, 38 orang golongan  perlakuan dan 38 orang golongan  kontrol. Pasien yang dikeluarkan  pada penelitian ini yaitu  golongan  perlakuan 4 orang sebab  tidak bisa mengikuti latihan dengan teratur sesuai jadwal. sukarelawan  yang mengikuti penelitian sampai selesai sebanyak 72 sukarelawan . golongan  perlakuan yaitu  pasien asma  yang memperoleh  latihan yoga pranayama dan endurance exercise 2 kali  seminggu selama 6 minggu berturut-turut sesuai dengan prosedur yang sudah  ditentukan sedang  golongan  kontrol tidak memperoleh  latihan yoga pranayama dan endurance exercise namun diberikan modul latihan yoga pranayama dan endurance exercise. Kedua golongan  memperoleh  pengobatan yang sama sesuai dengan obat-obatan standar dari poli klinik Paru.
Berikut yaitu  sifat  sukarelawan  penelitian pada golongan  perlakuan dan golongan  kontrolmenandakan  bahwa mean umur pada golongan  perlakuan 43.18 ± 10.294 dan golongan  kontrol 50.74 ± 8.630. sifat  usia relawan  
berdasar  usia, relawan  terbanyak pada golongan  perlakuan maupun  golongan  kontrol mayoritas berada pada rentang usia 45-65 tahun yaitu 15 (45%) pada golongan  perlakuan dan 32 (69%) golongan  kontrol yang merupakan kategori usia masa lansia awal dan lansia akhir. Data demografi usia  relawan  dari kedua golongan  menandakan  varian data tidak homogen dengan nilai p=0.001. hal demikian sebab  golongan  sebaran usia pada kedua golongan   tidak terdistribusi secara normal dan juga faktor usia mempengaruhi fungsi paru 
pada pasien . Hasil uji regresi diperoleh  nilai R Square sebesar 0,06 artinya  0,6 % APEP dan kontrol asma dipengaruhi oleh usia dengan nilai p = 0.526  bahwa pada golongan  usia relawan  tidak memiliki hubungan yang bermakna.Pada sifat  tingkat pendidikan menandakan  
bahwa  tingkat pendidikan pada golongan  perlakuan 3.12 ± 0.913 dan pada  golongan  kontrol 2.61 ± 0.887. relawan  pada golongan  perlakuan mayoritas  berpendidikan menengah 14 (42%) dan pada golongan  kontrol mayoritas  berpendidikan dasar sebanyak 19 sukarelawan  (50 %). Data demografi tingkat  pendidikan relawan  kedua golongan  menandakan  varian data homogen 
dengan nilai p = 0.331. Pada sifat  pekerjaan menandakan  bahwa pekerjaan pada golongan  perlakuan 2.64 ± 0.638 dan pada golongan  kontrol 2.55 ± 0.645. sifat  pekerjaan pada golongan  perlakuan dan kontrol sebagaian besar sebagai IRT/lainnya, pada golongan  perlakuan sebanyak 26 sukarelawan  (76%) dan golongan  kontrol sebanyak 24 (63.2%). Data demografi pekerjaan 
dari kedua golongan  menandakan  varian data homogen dengan nilai p = 0.393.Pada sifat  jenis kelamin menandakan  bahwa mean jenis kelamin pada  golongan  perlakuan 1.85 ± 0.359 dan pada golongan  kontrol 1.71 ± 0.460. sifat  jenis kelamin pada kedua golongan  mayoritas wanita , pada golongan  perlakuan sebanyak 29 (85%) wanita  sedang  pada golongan  kontrol sebanyak 27 (79%). Data demografi jenis kelamin dari kedua golongan  
menandakan  varian data homogen dengan nilai p = 0.210. Pada sifat  genetik  menandakan  bahwa  genetik  pada golongan  perlakuan 1.71 ± 0.462 dan pada golongan  kontrol 1.74 ± 0.446. sifat  
relawan  berdasar  riwayat keluarga yang menderita asma (genetik) pada golongan  perlakuan sebanyak 24 sukarelawan  (70%) dan golongan  kontrol sebanyak 25 sukarelawan  (74%) yang memiliki riwayat keluarga  yang  menderita asma. Data demografi berdasar  genetik pada kedua golongan  
menandakan  varian data homogen p = 0.567. Pada golongan  perlakuan diperoleh nilai mean APE (L) pre-test 280.00±56,622 sedang  sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh  nilai mean APE post-test 350.88±44.064 pada golongan  perlakuan diperoleh  nilai delta 70.88 (L). Hasil 
uji Wilcoxon pada golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan yang bermakna antara APE sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama  dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0.001 (p < 0.05). Pada golongan  kontrol mean APE (L) pre-test 241.05±43.483 sesudah   dievaluasi selama 6 minggu diperoleh  nilai mean post-test 240.79±47.555 pada  golongan  kontrol diperoleh  nilai delta 0.26 (L). hasil uji Wilcoxon pada 
golongan  kontrol menandakan  bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara APE pre-test dan post-test dengan nilai sebesar 0.813 (p <0.05)Pada golongan  perlakuan mean APE (% prediksi) pre-test 64.85±16373 % dan sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance 
exercise selama 6 minggu diperoleh  nilai post-test 82.68±11422 %. pada  golongan  perlakuan diperoleh  nilai delta 17.83 % Hasil uji paired T-test pada  golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan yang bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance  exercise dengan nilai sebesar 0,000 (p < 0,05). Pada golongan  kontrol mean APE (% prediksi) pre-test 57.61±15559 % 
sedang  post-test 57.42±15742 % pada golongan  kontrol diperoleh  nilai delta  0.020 %. Hasil uji paired T-test pada golongan  kontrol menandakan  tidak ada perbedaan bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah dengan nilai 
sebesar 0,868 (p < 0,05).menandakan  bahwa pada golongan  perlakuan, nilai pre kontrol asma 
mayoritas sukarelawan  dalam kategori tidak teratasi  sebanyak 29 (86%) sukarelawan . Pada post kontrol asma menandakan  sukarelawan  berada pada kriteria teratasi  sebagian sebanyak 33 (98%) sukarelawan  dan tidak ada  sukarelawan  yang asmanya  teratasi  penuh (0%). Pada golongan  kontrol, nilai pre kontrol asma semuanya 
berada pada kategori tidak teratasi  38 sukarelawan  (100%) pada post kontrol asma hanya ada  2 (6%) sukarelawan  yang teratasi  sebagian dan 36 (94%) sukarelawan  masih berada pada kriteria asma tidak teratasi .Pada golongan  perlakuan diperoleh nilai mean kontrol asma pre-test 15.38±3.574 dan sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan  endurance exercise selama 6 minggu diperoleh  nilai post-test 21.32±1,249. Pada  golongan  perlakuan diperoleh  nilai delta 5.94. Hasil uji Wilcoxon pada  golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan yang bermakna antara kontrol  asma sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance 
exercise dengan nilai 0.000 (p < 0,05).Pada golongan  kontrol diperoleh nilai mean kontrol asma pre-test  14.68±2.451 sedang  pada post-test 15.61±2.521. pada golongan  kontrol diperoleh  nilai delta 0.95 %. Hasil uji paired T-test pada golongan  kontrol menandakan  tidak ada perbedaan bermakna antara kontrol asma sebelum dan  sesudah dengan nilai sbesar 0.013 (p < 0,05)menandakan  bahwa pengujian kesamaan varians-kovarians secara  individu untuk masing-masing variable menandakan  nilai Box test 0.000 yang  berarti varians-kovarians pada semua variable yaitu  tidak sama untuk setiap  golongan . Sehingga dalam pengambilan keputusan hasil uji statistik dapat dilihat pada pillai’s trace. Hasil uji manova diperoleh  nilai  P <0,0001 (α 0,05) yang menandakan  bahwa ada  perbedaan rata-rata  nilai APEP dan kontrolasma pada golongan  perlakuan dan golongan  kontrol. ini  menandakan  bahwa ada  pengaruh latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise pada pasien asmaPenelitian ini membahas tentang pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan  endurance exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol  asma.  kombinasi latihan yoga pranayama dan  endurance exercise, meningkatkan nilai arus 
puncak ekspirasi paksa (APEP) pada pasien asma. Dari analisa  statistik untuk  sebaran tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan  riwayat keluarga  asma antara golongan  perlakuan dan golongan  kontrol menandakan  data  homogen dengan nilai (> 0.05). sedang  pada sifat  usia pada golongan   perlakuan dan golongan  kontrol data tidak homogen dengan nilai (< 0.05).Pada golongan  perlakuan dan golongan  kontrol mayoritas usia 49-65  tahun ,yang merupakan kategori usia masa lansia awal dan lansia akhir. Data demografi usia relawan  dari kedua golongan  menandakan  varian 
data tidak homogen dengan nilai p=0.001. sedang  hasil uji regresi diperoleh  nilai R Square sebesar 0,06 artinya 0,6 % APEP dan kontrol asma dipengaruhi oleh usia dengan nilai p = 0.526 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada 
golongan  usia relawan  tidak memiliki hubungan yang bermakna. ini  dipicu  pada masa lansia akan terjadi proses menua yang ditandai dengan 
tahapan menurunnya berbagai struktur dan fungsi sel, jaringan, dan  sistem organ Organ paru pada lansia juga terjadi penurunan fungsi, sehingga 
pada pemeriksaan faal paru dengan memakai  Peak Flow Meter diperoleh  hasil penurunan APEP, jumlah wanita  yang menderita asma lebih banyak 
dibandingkan  laki-laki  , wanita  cenderung lebih besar menderita asma dibandingkan laki-laki. Hiperresponsif bronkus non-spesifik ditemukan lebih sering pada wanita  dibandingkan  laki-laki. wanita  juga memiliki caliber saluran pernapasan yang lebih kecil yang dibandingkan laki-laki. 
 laki-laki memiliki kapasitas inspirasi yang lebih besar  dibandingkan dengan wanita  disebab kan kekuatan otot laki-laki lebih besar dibandingkan dengan wanita  termasuk otot pernapasan.
sifat  relawan  berdadar riwayat keluarga asma, 
mayoritas relawan  memiliki  riwayat keluarga asma dari orang tua , orang tua yang menderita asma merupakan faktor yang kuat terhadap munculnya asma. Banyak gen yang terlibat pada proses pathogenesis asma dan kromosom 
memiliki potensi untuk memicu  asma, Arus puncak ekspirasi paksa merupakan titik tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi maksimal. Pada kejadian asma terjadi resistensi aliran udara 
yang besar terutama saat ekspirasi, jika  pasien  melakukan ekspirasi mencapai aliran maksimum di mana aliran tidak dapat ditingkatkan lagi walaupun 
dengan peningkatan tenaga yang maksimal,Saluran napas yang mengalami penurunan ruang memicu  aliran  ekspirasi maksimum juga menjadi berkurang. Ekspirasi maksimal dapat dicapai 
jika  tidak terjadi perburukan napas dan pengurangan ruang di saluran pernapasan ,
Pada golongan  perlakuan mayoritas sukarelawan  mengalami peningkatan nilai  post APEP. Pengukuran nilai APEP dilakukan satu kali tiap minggu sesudah   melakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 
minggu, dilakukan sebanyak 3  kali pemeriksaan dan diambil nilai yang  tertinggi disetiap pengukuran. Pada golongan  perlakuan, beberapa sukarelawan  saat penilaian APEP awal hingga minggu ke 3 belum terlalu tampak adanya 
peningkatan APEP.  intervensi yoga dan endurance exercise efektif diberikan minimal 6 minggu intervensi dengan frekuensi latihan 3 kali 
seminggu. Sehingga pada minggu ke 4 dan ke 5 mulai tampak peningkatan nilai APEP. Peningkatan APEP ini  terjadi secara menonjol  hingga akhir minggu  ke 6.Peningkatan arus puncak ekspirasi paksa ini  menandakan  bahwa latihan yoga pranayama dan endurance exercise  mempengaruhi peningkatan nilai APEP. Peningkatan APEP pada golongan   perlakuan terjadi pada semua usia namun mayoritas peningkatan APEP terjadi pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 intervensi. sifat  pada sukarelawan  yang  mengalami peningkatan APEP relative beragam mulai dari tingkat Pendidikan,  usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan riwayat  keluarga asma.Pada golongan  perlakuan terjadi peningkatan APEP sesudah latihan  kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. berdasar  hasil uji Wilcoxon pada golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan antara APEP sebelum dan sesuadah latihan yoga pranayama dan endurance  exercise dengan nilai sebesar 0.001 (p < 0.05 ,pasien asma yang diterapi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai APEP (L) yang meningkat sedang  pada golongan  kontrol 
terjadi peningkatan median APEP sesudah  6 minggu namun tidak  menonjol . Hasil uji Wilcoxon pada golongan  kontrol menandakan  tidak ada 
perbedaan bermakna APEP sebelum dan sesudah dengan nilai sebesar 0.813 (p < 0.05).Perubahan APEP pada golongan  perlakuan lebih besar dibandingkan  golongan  kontrol. Pada golongan  perlakuan diperoleh nilai delta sebesar 70.88
(L), sedang  pada golongan  kontrol diperoleh nilai delta sebesar 0.26 (L).  pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai APEP yang lebih besar 
dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.Perbedaan perubahan APE prediksi antara sebelum dan sesudah latihan 
kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise ada  perbedaan bermakna baik dalam satuan (liter) dan % prediksi. Namun pada APE prediksi golongan   kontrol tidak ada perbedaan bermakna antara pre-test dan post-test ,
Pada golongan  perlakuan terjadi peningkatan median APE (% prediksi) sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. Hasil uji paired T-test  pada golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan antara 
APE (% prediksi) sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan  endurance exercise dengan nilai sebesar 0,000 (p < 0,05). sedang  pada  golongan  kontrol terjadi peningkatan median APEP (% prediksi) sesudah  6 
minggu. Hasil uji paired T-test pada golongan  perlakuan menandakan  tidak ada  perbedaan bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah dengan nilai  sebesar 0,868 (p < 0,05).
Perubahan APE (% prediksi) pada golongan  perlakuan lebih besar  dibandingkan golongan  kontrol. Pada golongan  perlakuan diperoleh nilai delta 17.83 sedang  pada golongan  kontrol diperoleh  nilai delta 0.019 %. ,pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama 
dan endurance exercise, memiliki nilai APE (% prediksi) yang lebih besar dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.ini  diakibatkan   pada APE (% prediksi) golongan  kontrol Perbedaan nilai median APEP dan APEP prediksi golongan  intervensi lebih besar 
jika dibandingkan dengan golongan  kontrol. Seluruh sukarelawan  mengalami  peningkatan nilai APEP dan APE (% prediksi) pada golongan  intervensi. ini  disebab kan dokter memberi  terapi farmakologis dan Pendidikan kesehatan pada pasien asma yang menjalani terapi rawat jalan di Poli Paru rumahsakit . Selain itu, sukarelawan  juga memperoleh  program pendampingan secara 
instensif yaitu latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. menandakan  perbaikan pada salah satu faal paru yaitu peningkatan arus 
puncak ekspirasi paksa (APEP) dan APE (% prediksi). Peningkatan nilai APEP dan APE (% prediksi) pada pasien asma menandakan  pasien memiliki prognosis yang baik. ini  disebab kan adanya perbaikan faal paru. Perbaikan faal paru menandakan  tercapainya salah satu out come dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance 
exercise dilakukan selama 6 minggu dan dilakukan 2 kali dalam seminggu, latihan  yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 1 kali latihan 
Bersama   dengan memakai  instruktur (pelatih) dan 1 kali  dilakukan dengan mandiri dirumah dengan durasi waktu latihan yang diperlukan 
yaitu; latihan yoga pranayama dilakukan selama  60 menit dan endurance exercise dilakukan selama 30 menit.bahwa rehabilitasi pulmonal akan memperoleh  hasil yang sangat optimal bila 
dilakukan sedini mungkin (sesudah  pasien didiagnosis asma oleh dokter), salah satu bentuk rehabilitasi pulmonal pada pasien asma yaitu dengan memberi   latihan pernapasan yoga pranayama. Yoga pranayama yaitu  latihan pernapasan dengan tehnik bernapas secara perlahan dan dalam, memakai  otot diafragma, 
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Yoga merupakan suatu metode latihan fisik dan mental untuk seluruh kalangan usia. Yoga memberi  relaksasi pada tubuh, melancarkan peredaran 
darah, dan mengendalikan  pernapasan. Yoga sangat baik bagi penderita asma, Yoga  pranayama yang diberikan kepada golongan  yoga selama 6 minggu berlatih  menandakan  peningkatan yang menonjol  pada FEV1 dan PEFR pada tes faal 
paru penderita asma yang sudah  melakukan yoga pranayama ,Pengaruh yoga yang diperoleh  pada penelitian ini berkaitan  dengan Teknik pernapasan dalam (pranayama) dan meditasi yang memicu  
pengurangan frekuensi pernapasan. ini  dapat memodulasi reaktivitas jalan napas, meningkatkan rasa  pernapasan melalui pengaturan pola pernapasan, mengurangi konsumsi oksigen, menurunkan kejadian hipoksia dan hiperkapnia sehingga oksigenasi darah lebih baik tanpa meningkatkan ventilasi, meningkatkan daya tahan pernapasan dan kekuatan otot dan memodulasi fungsi otonom dengan penurunan detak jantung saat istirahat dan aktivitas simpatik ,Pranayama merupakan Teknik pernapasan   kuno. Pranayama 
mengintegrasikan pikiran dan tubuh dan terfokus pada rasa  ditubuh. Pranayama secara langsung memberi  manfaat pada berbagai fungsi tubuh 
secara positif. Pranayama terdiri atas:  inspirasi yang teratur, lambat dan kuat  untuk durasi yang lebih lama selama latihan, yang memicu  penguatan otototot pernapasan,  peningkatan daya ekspirasi dan menurunkan ketahanan  terhadap aliran udara di paru meningkatkan waktu menahan napas sesuai  kemampuan relawan   latihan ketahanan  memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek  latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran  mitokondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot  tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang  kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu  sesak yang berakibat  mengurangi aktivitas hidupnya. Adaptasi ini menghasilkan kesehatan yang lebih  baik, mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, dan peningkatan kualitas hidup ,Penilaian tingkat kontrol asma memakai  ACT (Asthma Control Test)
ada  beberapa hal yang dinilai yaitu  intensitas kekambuhan asma dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, mengalami sesak napas, terbangun pada malam hari, pemakaian  obat dan tingkat kontrol asma. Pada beberapa pertanyaan pada 
ACT berkaitan dengan eksaserbasi/kekambuhan asma yaitu sebuah proses serangan asma  berulang akibat hiperesponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinophil dan limfosit T, sel mast, makrofag, sel dendritic, dan miofibroblas terhadap 
stimulus tertentu sehingga memicu  gejala sesak napas, wheezing dan batuk yang merupakan akibat dari terjadinya penyempitan jalan napas ,Pada golongan  perlakuan terjadi peningkatan kontrol asma sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. berdasarkan hasil uji Wilcoxon pada golongan  perlakuan menandakan  ada perbedaan bermakna antar kontrol asma sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance  exercise dengan nilai sebesar 0.000 (p < 0.05 pasien asma yang diterapi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai kontrol asma yang meningkat secara menonjol . sedang  pada golongan  kontrol terjadi peningkatan nilai mean kontrol asma sesudah  6 minggu namun tidak secara menonjol . Hasil uji pairet-T test pada golongan  kontrol menandakan  tidak ada perbedaan bermakna kontrol asma sebelum dan sesudah dengan nilai sebesar 0.013 (p < 0.05).Perubahan kontrol asma pada golongan  perlakuan lebih besar dibandingkan golongan  kontrol. Pada golongan  perlakuan diperoleh nilai delta sebesar 5.94.sedang  pada golongan  kontrol diperoleh nilai delta sebesar 0.93.  pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai kontrol asma yang lebih besar dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.ada  beberapa sukarelawan  yang mengalami peningkatan nilai post kontrol asma  Pada pengukuran pre kontrol asma pada golongan  perlakuan ada  29 (86%) sukarelawan  tidak teratasi  dan 5 sukarelawan  (15%) teratasi  sebagian, sesudah  diberikan latihan yoga pranayama 
dan endurance exercise selama 6 minggu, sebagian besar sukarelawan  mengalami peningkatan kontrol asma yaitu ada  33 (98%) sukarelawan  berada pada teratasi  sebagian dan 1 (3%) sukarelawan  yang masih berada pada asma yang tidak teratasi . Pada golongan  kontrol, penilaian pre kontrol asma yang dilakukan pada 
sukarelawan , semua sukarelawan  berada pada asma yang tidak teratasi  dan pada penilaian 
post dengan memakai  ACT ada  2 sukarelawan  (6%) yang mengalami peningkatan kontrol asma menjadi teratasi  sebagian dan 36 sukarelawan  (95%) yang kontrol asmanya masih dalam kategori tidak teratasi,Peningkatan kontrol asma pada golongan  perlakuan mayoritas berada pada 
rentang usia 46-60 tahun (46%) dan usia 38-49 tahun (34%). Pada sifat  tingkat Pendidikan mayoritas relawan  berpendidikan menengah 14 
(44%), dan pada golongan  kontrol mayoritas berpendidikan dasar sebanyak 19 sukarelawan  (52%). Pada sifat  pekerjaan golongan  perlakuan dan kontrol sebagaian besar sebagai IRT/lainnya, pada golongan  perlakuan sebanyak 26 sukarelawan  (77%) dan golongan  kontrol sebanyak 24 (63.2%). sifat relawan  berdasar  riwayat keluarga yang menderita asma (genetik) pada golongan  perlakuan sebanyak 24 sukarelawan  (70%) dan golongan  kontrol sebanyak 25 sukarelawan  (74%) yang memiliki riwayat keluarga  yang menderita asma.

Pada penilaian ACT (Asthma Control Test) klasifikasi kontrol asma terbagi menjadi 3 yaitu teratasi  penuh dengan skor 25, teratasi  sebagian 20-24 dan tidak teratasi  dengan skor <19. Pada kategori tingkat kontrol asma teratasi  sebagian termasuk dalam klasifikasi asma teratasi ,  ini  
berkaitan dengan usaha   untuk mencapai pengendalian  asma yang optimal yaitu teratasi  penuh,Tujuan dari kontrol asma yaitu  untuk menurunkan frekuensi serangan asma  asma, perbaikan inflamasi saluran pernapasan dan meningkatkan aktivitas fisik dan faal paru dan juga memperbaiki kualitas hidup yang juga menjadi komponen penting dalam pengobatan  asma .Latihan yoga yang diberikan selama 2 bulan kepada pasien asma ada  peningkatan kapasitas vital paksa (FVC), volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1), puncak laju aliran ekspirasi (PEFR) 
Bila penderita asma sangat tidak bugar, maka program latihan dapat dimulai dengan berjalan, sebab  latihan ini memiliki  asmagenitas yang rendah dan menyiapkan otot-otot, untuk latihan dengan intensitas yang lebih tinggi di waktu 
kemudian. Bila tingkat kebugarannya meningkat, terutama dalam hal sistem muskuloskeletal, maka intensitas latihan dapat ditingkatkan dengan melakukan interval training tingkat rendah yang terdiri dari latihan jalan dan lari santai ,Endurance Exercise bertujuan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Latihan endurance  untuk membangun, mengembalikan, atau memelihara kondisi tubuh pasien  , fartlek yaitu  lari lambatlambat diselingi dengan lari sprint dan jogging dan sprint lagi dan seterusnya, Pada penelitian ini dilakukan proses asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Calista Roy hasil penelitian menandakan  adanya peningkatan nilai arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma menandakan  bahwa tujuan asuhan keperawatan tercapai

Dismenorhea yaitu gangguan 
menstruasi yang  dialami oleh wanita, 
 yang jarang 
melakukan olahraga dan  gaya hidup yang tidak 
sehat. Masa pubertas  meliputi perubahan 
biologis, morfologis dan juga psikologis Pada remaja putri, pubertas ditandai 
dengan permulaan menstruasi yang 
ditambah  dengan perubahan fisik, mental dan sosial. 
Menstruasi yaitu  pengeluaran darah dari vagina 
 dan debris sel dari mukosa uterus ditambah  
pelepasan (deskuamasi) endometrium secara 
periodik ,Prevalensi dismenorhea di dunia sangat besar 
yaitu, rata-rata lebih dari 58% wanita di setiap 
dunia mengalami dismenorhea 
Prevalensi dismenorhea di negara kita  sebesar 66% 
yang terdiri dari 55 % dismenorhea primer dan 
10 % dismenorhea sekunder, Tingginya prevalensi dismenorhea di 
disebabkan oleh berbagai faktor 
yaitu dari faktor primer seperti stres, lifestyle, 
status gizi dan faktor sekunder yaitu kondisi medis. 
penanganan yang dapat dilakukan yaitu Pemberian terapi secara konvensional seperti obat 
analgetik yaitu ibuprofen, asam mefenamat, 
mefinal, mefinter dan terapi hormonal dengan obat 
non steroid anti prostaglandin ,sedang  terapi tradisional komplementer dapat 
dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti 
mengkonsumsi obat herbal, akupresur dan 
akupuntur. Pada penelitian ini terapi yang 
dipakai  yaitu terapi yoga asanas 
Teknik yoga klasik dikembangkan oleh Patanjali melalui Kitab Yoga Sutra. Istilah yoga berasal
dari kata Yuj (Bahasa Sansekerta) yang berarti 
penyatuan secara harmonis, menyatukan antara tubuh, pikiran, perasaan dan
aspek spiritual dalam diri manusia ,jika  tubuh, pikiran dan perasaan dalam 
keadaan tenang dan seimbang maka organ dapat 
berfungsi dengan optimal dan  tubuh akan menjadi 
sehat. Dalam buku Yoga Marga Rahayu menjelaskan asanas berarti sikap , yaitu sikap sempurna, dalam hal ini  seseorang yang mampu duduk dengan  benar dan baik jika  keadaan fisiknya sehat sempurna. beberapa gerakan yoga 
(yoga asanas), yaitu  posisi duduk, berdiri 
 berdiri terbalik, tidur dan tengkurap. jika  terapi yoga asanas dilakukan secara rutin dapat bermanfaat  untuk kesehatan , pikiran dan 
perasaan ,mengatasi dismenorhea  Namun pada wanita  yang sedang mengalami menstruasi dilarang untuk melakukan gerakan berdiri terbalik ,
Yoga  mengajarkan  teknik rileksasi, pernapasan, dan posisi tubuh .  Pada setiap posisi  yoga asanas memberi  rangsangan atau stimulus pada area  nyeri yang menghasilkan hormon yang mampu merilekskan dinamakan hormon endorphin , Dalam melakukan yoga ada 8 tahapan dinamakan “Astanga Yoga” yaitu Yama, Nyama, Asanas, Pranayama, Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi.Ayurweda yaitu ilmu pengobatan 
tentang hidup sehat (svasthya, svastha, arogya) 
dan  mencapai umur panjang.  Ilmu Ayurweda  sebagai ilmu pengobatan yang memakai  bahan alami sebagai media pengobatan juga memadukan teknik  yoga untuk menerapi pasien. Pengobatan 
Ayurweda yaitu pengobatan holistik, penelitian yang dipakai   yaitu  penelitian kualitatif dengan 
  Ayurweda khususnya bhutavidya (Psikologi).
maka data yang dipakai  yaitu data kualitatif yang menghasilkan data deskriptif  berbentuk kata, kalimat, narasi dari objek yang dilihat .yang diperoleh langsung maupun tidak langsung melalui observasi  hasil wawancara dengan instruktur 
 terapi yoga asanas dan  klien yang pernah dan sedang mengalami dismenorhea. sedang  sumber data sekunder yaitu  dokumen, catatan  buku  klien.
dengan metode purposive sampling.Teknik Dokumentasi. sesudah  semua data terkumpul maka akan dilakukan analisa  data melalui 3 tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan,terapi yoga asanas  dilakukan sejak lama  hal ini  dilihat dari  dokumentasi sejarah seperti relief dan teks kuno. bahwa setiap posisi  yoga yang dilakukan bermanfaat  untuk ketenangan pikiran   melancarkan oksigen, 
menstimulus kelenjar pada tubuh untuk 
memproduksi hormon yang optimal agar tubuh 
tetap sehat. tata cara  yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea dimulai dengan doa 
pembuka, pranayama pernapasan, dilanjutkan 
dengan peregangan pelemasan, gerakan pembuka
(surya namaskar), gerakan inti yoga untuk 
mengatasi dismenorhea (tadaasanas, vrksaasanas, 
pasimotanaasanas, mastyendraasanas,
marichaasana, bhujanggaasana, yoga mudra, 
dhirga pranama, vajraasanas), kemudian rileksasi 
dan diakhiri dengan doa penutup.Implikasi sesudah  melakukan terapi yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea yaitu, tubuh menjadi lebih sehat, pikiran menjadi lebih tenang, dismneorhea yang dirasakan mulai berkurang,memakai  teori kesehatan Ayurweda dan teori yoga dan  dengan pendeketan Ayurweda pada ajaran bhutavidya (psikologi).  pada teori kesehatan Ayurweda menjelaskan bahwa, untuk mencapai hidup sehat harus menjaga keseimbangan unsur tri dosha (vata, pitta dan kapha) ,Vata dosha terdiri dari unsur panca maha bhuta yaitu ruang (akasa) dan udara (vayu), energi ini berfungsi sebagai sumber energi untuk bergerak, bernapas, mengeluarkan mala yaitu zat-zat yang tidak dipakai  oleh tubuh melalui fese, air seni. Pitta dosha terdiri dari unsur panca maha bhutayaitu api (teja), energi ini berfungsi untuk metabolisme tubuh, enzim pencernaan, pengaturan suhu tubuh. Kapha dosha terdiri dari unsur panca maha bhuta yaitu bumi (prthivi) dan air (apah), energi ini berfungsi untuk menyatukan berbagai organ dalam tubuh dengan cara menyediakan massa cairan. Sehinga, dengan melakukan terapi yoga maka unsur tri dosha dalam tubuh menjadi seimbang dan kelenjar dalam tubuh akan menghasilkan hormon yang optimal dan  pikiran, mental dan jiwa akan menjadi lebih tenang 
sehingga dismenorhea dapat teratasi ,Yoga dapat mengatasi dismenorhea sebab   yoga  menenangkan pikiran, mengurangi stres,  
mengendalikan  emosional, melancarkan oksigen 
dalam darah  menjaga kesehatan tubuh. Dengan adanya rangsangan stimulus pada setiap asanas, maka kelenjar dalam tubuh berkerja dengan optimal, sehingga hormon prostaglandin dan hormon endhorpin menjadi seimbang. 
Tata cara pelaksanaan yoga asanas untuk 
mengatasi dismenorhea yaitu diawali dengan 
doa pembuka, pernapasan pranayama, peregangan, gerakan pembuka (surya namaskar) yang terdiri dari dua belas gerakan, gerakan inti yoga untuk mengatasi dismenorhea(Tadaasanas, Vrksaasanas, Utkataasanas, Matsyendraasanas, Marichaasanas, 
Pascimotanaasanas, Baddha Konaasana, 
Bhujangaasanas, Yoga Mudra, Dhirga Pranama, Vajraasanas) rileksasi dan doa penutup.  aturan  dalam melakukan terapi yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea yaitu dilarang melakukan 
gerakan dengan penekanan yang kuat pada 
area  perut, dilarang melakukan gerakan berdiri terbalik. wanita yang mengalami dismenorhea akan  menjadi lebih baik, tubuh dan pikiran menjadi lebih 
rileks, stres yang dirasakan berkurang, muncul perasaan bahagia, dismenorhea  saat menstruasi mulai berkurang. Bagi remaja yang mengalami dismenorhea maupun tidak agar selalu memperhatikan tiga konsep sehat Ayurweda yaitu, ahara : pola makan yang sehat, wihara : pola hidup yang sehat dan nidra : istirahat yang cukup.
 Terapi yoga dapat dilakukan baik pada sebelum menstruasi, saat menstruasi dan sesudah  menstruasi.