lele

Tampilkan postingan dengan label lele. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lele. Tampilkan semua postingan

lele




Ikan lele dumbo pertama kali masuk ke  negara kita  pada tahun 1986. Ikan ini  dimasukkan oleh suatu perusahaan swasta di Jakarta, Ikan lele dumbo  diduga  yaitu  hasil persilangan antara 
ikan lele Afrika, Clarias  gariepinus Burchel 1822 
(jantan) dan ikan lele Hongkong C. fuscus Lacepede 1803 (betina),  ikan lele dumbo lebih dekat sebagai ikan lele Afrika murni dibandingkan hasil hibrida kedua jenis ikan lele.  area  asalnya yaitu meliputi hampir seluruh  negara di benua Afrika, sedang  ikan lele Hongkong memiliki  area  penyebaran yang meliputi Vietnam, Thailand, China, Filipina, Salah satu area  pengembangan budidaya ikan air tawar,  ikan lele dumbo yaitu  Provinsi Nusa Tenggara Barat.  produksi ikan air tawar sebesar  30% dari produksi total dari budidaya ikan sebesar 8 ribu ton pada tahun 
2025  Beberapa strain ikan lele dumbo yang beredar di  NTB yaitu  ikan lele Sangkuriang, Masamo,  ada  3  strain ikan lele dumbo yang 
beredar, Variasi genetik 3  strain ikan lele dumbo yaitu Paiton,  Sangkuriang, Masamo  sudah  dievaluasi dengan memakai  marker RAPD (Random Amplified Polyymorphism DNA) fingerprinting. Genome DNA diekstraksi dari sirip ikan dengan  memakai  metode phenol-chloroform. DNA diamplifikasi dengan memakai  20 primer yaitu OPA 1 – 20. Hasil yang diperoleh 
menandakan  bahwa hanya 3  primer yang memiliki  produk amplifikasi yang baik yaitu OPA-11,OPA-07, OPA-09, Secara genetik 
tidak ada  perbedaan yang nyata diantara ke3  strain ikan lele yang dicoba (P>0,05). Variasi genetik 3  stok ikan lele dumbo beragam dari rendah ke sedang. Variasi genetik tertinggi diperoleh  pada strain Masamo dengan nilai heterosigositas  0,273 (dengan 70% polymorphism loci), Paiton 0,147 (40% polymorphism loci,  Sangkuriang 0,189 (60%polymorphism loci), Strain Paiton dan Masamo  berkaitan  kekerabatan  lebih dekat dibandingkan antara keduanya dengan Sangkuriang, Ikan lele Sangkuriang yaitu  hasil 
persilangan balik antara induk jantan lele dumbo dari  F2 dengan induk betina dari F6 di BBBAT 
Sukabumi. Ikan lele Masamo yang dipakai   
yaitu  ikan lele dumbo hasil pengembangan PT 
Matahari Sakti, Sidoarjo yang induknya berasal dari ikan lele dumbo dan lele Afrika,  Ikan lele Paiton  yaitu  hasil perkawinan antara  induk jantan lele dumbo diarea  Paiton, Probolinggo, Jawa Timur dan induk lele dumbo  betina asal Thailand,   penelitian  tentang keragaman genetik sudah  dilakukan  dengan memakai  teknologi RAPD fingerprinting pada jenis ikan lele dan 
aplikasi mikro satelit, Dengan diketahuinya variasi genetik masing-masing strain ikan lele dumbo,  Penelitian ini  untuk mengevaluasi secara genetis 3  strain ikan lele dumbo di NTB dengan memakai  
marka RAPD fingerprinting. Marka ini yaitu  
marka dominan dan dapat menjaring jumlah loci 
yang banyak tanpa memerlukan informasi awal 
sekuens DNA yang dianalisa, Ikan uji yang dipakai yaitu  ikan lele strain Paiton, Sangkuriang, Masamo ukuran 100 – 150 gram, Jumlah contoh  yang dipakai  untuk diagnosa  setiap strain-nya yaitu  15 ekor. DNA ikan diekstraksi dari potongan sirip ekor ikan lele,  melalui tahap-tahap  sebagai berikut; 5 – 10 mg potongan sirip ikan 
dimasukkan kedalam tabung 1,5 ml yang sudah  berisi 500 µl larutan TNES Urea. lalu  contoh  
ditambahkan 10 µg/ml Proteinase K dan 
diinkubasikan pada suhu 37  oC selama 12 jam. 
 Sebanyak 500 µl larutan Phenol-Chloroform 
ditambahkan kedalam tabung di atas untuk 
lalu  di vortex selama 1 menit dan 
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatannya diambil dan 
dimasukkan kedalam tabung baru dan ditambahkan  600 µl larutan propanol dan divortex sampai terlihat endapan putih.  DNA diendapkan dengan cara mensentrifugasi campuran ini  pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, lalu  larutan diatasnya dibuang dan DNA dikeringkan pada suhu ruangan. lalu  dilarutkan kembali dalam larutan 50 – 100 µl Tris-EDTA (TE) dan disimpan dalam 4  oC.  Tahap pertama dilakukan penyeleksian terhadap 20 primer (OPA1-20) untuk memperoleh  primer yang memiliki  produk amplifikasi yang sesuai dengan DNA ikan lele. 
Pengamplifikasian dilakukan memakai  metode Polymerase Chain Reaction (PCR). pemakaian   pure taq DNA (Promega)  ditambahkan  10 µg DNA template, 10 pmol setiap primer dengan total volume keseluruhannya 25 µl. Siklus PCR yang dipakai  dalam amplifikasi  yaitu  satu siklus denaturisasi pada suhu 94 oC selama 2 menit. beberapa  45 siklus penggandaan yang terdiri dari 72  oC selama 2,5 menit (extention), 94  oC selama 1 menit  (denaturation), 36  oC selama 1 menit (annealing),  lalu  satu siklus terakhir pada suhu 72  oC selama 10 menit.  Hasil amplifikasi lalu  dipisahkan melalui proses elektroforesis dengan memakai  gel  agarose 2 – 3% dalam Tris-Boric-EDTA (TBE) buffer dan dianalisa  dengan illuminator (UV) dan  di  cetak gambarnya dengan polaroid. Untuk mengevaluasi variasi DNA antar strain  ikan lele dilakukan dengan memakai  analisa  molekuler varians (AMOVA) dan Fst dalam program  TFPGA,  Kekerabatan antar strain 
didiagnosa  dengan memakai  Jarak Genetik Nei 
digambarkan dalam UPGMA , 3  dari 20 primer yang diuji memiliki  hasil  ampifikasi yang baik yaitu OPA 07, 09 dan 11 dengan menghasilkan pita yang dapat direproduksi kembali. sedang  17 primer lainya tidak memiliki  hasil amplifikasi atau menghasilkan pita dengan tingkat inkonsistensi yang tinggi dari satu contoh , tidak diikutkan dalam diagnosa  lebih  jauh. Tingkat persentase lokus yang polimorfisme pada ikan lele dumbo strain Masamo mencapai 70% sedang  dua strain lainnya yaitu  60%  pada ikan lele Sangkuriang dan 40% pada ikan lele Paiton. Variasi genetik dari stok ikan lele dumbo yang  diuji beragam tergambarkan dari nilai heterozigositas. Nilai heterosigositas tertinggi  ada  pada ikan lele Paiton (0,147)  , dumbo Masamo (0,273),   Sangkuriang (0,189),  Secara statistik dengan memakai  AMOVA (Analysis Molecular Variance) berdasar  fragmen dari 3  primer menandakan  bahwa tidak ada  perbedaan yang nyata secara genetik antara strain ikan lele yang diuji (P>0,05), 
keadaan ini akan terlihat jelas pada hasil 
penghitungan jarak genetik berdasar  fragmen 
yang dihasilkan oleh 3  primer RAPD. Jarak 
genetik Nei rata-rata yang dihitung antara strain ikan  lele yaitu  sekitar 0,11, dendogram yang dibentuk berdasar  jarak genetik Nei ini  menandakan  bahwa ikan lele dumbo  digolongkan  menjadi 2 grup. Ikan lele Masamo memiliki  jarak lebih dekat dengan ikan lele dumbo  Paiton dibandingkan dengan jarak antara ikan lele Masamo,  Paiton dengan ikan lele Sangkuriang ,  
Marka RAPD yang dipakai  dalam diagnosa   
memiliki  kemampuan konsistensi produksi yang 
cukup tinggi dengan ukuran pita antara  100 – 1800bp. Hasil yang sama dengan yang diperoleh  pada ikan lele Clarias batrachus  (100 – 1200 bp) dan lele Afrika (172 – 1677 bp) di India,   Dari 20 primer yang di skrining, 3  primer yaitu OPA-11, OPA-07, OPA-09,  menghasilkan tingkat polimorfisme yang  tinggi (30% – 60%) untuk ikan lele Afrika. Perbedaan dalam tingkat polymorfisme loci mungkin diakibatkan oleh berbagai sebab termasuk  diantaranya yaitu  variasi jenis marka RAPD yang  dipakai .  bahwa jumlah pita yang dihasilkan dalam marka RAPD, Variasi genetik 3  strain ikan lele berdasar  RAPD dengan 3 primer OPA 07, 09 dan 11. termasuk ukurannya tergantung pada sekuens primer yang dipakai  dan sumber DNA. Variasi genetik diukur dari nilai heterozigositas  dalam sebuah contoh  penggandaan gen (DNA  amplication) yang dikumpulkan dari satu lokus. ini  mewakili pola variasi molekular di dalam sebuah contoh  penggandaan gen. Tingkat variasi  heterozigositas dipengaruhi oleh jenis strain ikan lele dumbo.   strain ikan lele dumbo yang diteliti memiliki  tingkat keragaman rendah-menengah dengan nilai heterozigositas rata-rata  0,203. Strain ikan lele Masamo memiliki  nilai heterozigositas 0,273, diikuti oleh ikan lele strain Sangkuriang (0,189) dan Paiton (0,147).  Nilai ini setara dengan keragaman yang dianalisa  pada ikan lele 
Afrika di Nigeria dengan nilai heterozigositas 0,301  dan butter catfish di Bangladesh dengan nilai  0,214 – 0,249,  Heterozigositas  ikan lele dumbo yang diuji juga setara dibandingkan 
pada ikan air tawar lainnya, seperti ikan gurame 
yaitu 0,236 – 0,305 dan 0,310, huna air tawar 0,009 – 0,221 dan  lebih tinggi dari ikan kancra dengan nilai 0,0, Variasi genetik pada ikan lele 
dumbo strain Masamo memiliki  nilai yang relatif 
lebih tinggi dibandingkan 2 jenis strain ikan lele 
dumbo lainnya menandakan  bahwa jenis ikan ini 
memiliki  peluang yang  relatif besar 
dikembangkan sebagai ikan budidaya yang lebih 
adaptif dibandingkan ikan lele strain  Paiton dan Sangkuriang, Jika variasi genetik dalam suatu populasi tinggi maka populasi ikan ini  akan memiliki  daya adaptasi yang lebih tinggi terhadap perubahan kondisi  lingkungan, biasanya  variasi genetik pada ikan air tawar tergolong cukup rendah sebagai akibat keterbatasan  migrasi secara alami.  ini dimungkinkan sebab  komoditas lele dumbo sudah bersifat merata  keseluruh area  negara kita  dalam pembudidayaannya sehingga kemungkinan terjadinya ’inbreeding depression’ atau ‘bottle neck’ yang biasanya  terjadi pada ikan air tawar khususnya pada komoditas budidaya yaitu  relatif besar, mengindikasikan bahwa 
strain ikan lele dumbo yang ada pada pembudidaya di area  NTB juga sudah  mengalami inbreeding  akibat semakin banyaknya benih untuk budidaya yang dihasilkan dari pemijahan dengan jumlah induk yang terbatas sehingga peluang terjadinya perkawinan antar ikan yang dekat kekerabatannya semakin besar.  Ikan hibrida antar spesies akan memiliki   keragaman yang lebih tinggi dibandingkan galur pembetuknya maka  stok ikan lele dumbo yang ada di area  NTB lebih dipercaya  bukan   hibrida ikan lele Afrika dan ikan 
lele Hongkong, namun lebih cenderung berkerabat 
dengan ikan lele Afrika, mengingat induk 
pembentuk yang dipakai  dari strain Paiton,  Masamo, Sangkuriang,  yaitu  berasal dari strain 
yang sama yaitu jenis ikan lele dumbo dan lele 
 Lele Dumbo  Afrika, berdasar  jarak genetik Nei 
terlihat bahwa nilai rata-rata jarak genetik berkisar 0,115. Ke 3  strain ikan lele dumbo  
digolongkan  menjadi 2 grup kecil yang 
 berasal dari satu grup besar.   jarak genetik Nei  
rata-rata sebesar 0,273 dan membedakan dua grup besar dari ikan lele Afrika dari lingkungan budidaya dan alam. Nilai jarak genetik pada ikan lele ini relatif setara dibandingkan jarak genetik antara ikan dari populasi yang yang sama, seperti pada ikan kancra dengan nilai 0,349  dan ikan 
gurame 0,118, Kekerabatan terdekat tergambar antara strain Masamo dan Paiton, sedang  strain Sangkuriang  terpisah dari keduanya.  ini menandakan  bahwa kemungkinan kawin silang antar strain yang memiliki  peluang terbaik  untuk menghasilkan benih unggul untuk kegiatan budidaya yaitu  antara ikan lele strain Masamo dengan Sangkuriang atau Paiton dengan Sangkuriang.   bahwa secara fenotipa nilai heterosis terbesar pada parameter sintasan  pada  periode pembenihan, pertumbuhan berat dan sintasan  dan  FCR pada saat pembesaran 
ada  pada persilangan antara Sangkuriang dan Masamo, Secara genetik tidak ada  perbedaan yang nyata diantara ke3  strain ikan lele yang dicoba (P>0,05). Nilai heterozigositas tertinggi ada 
pada strain Masamo yaitu 0,273 (dengan 70%  
polymorphism loci), diikuti oleh Sangkuriang 0,189 
(60%) dan Paiton 0,147 (40%). Strain Masamo dan 
Paiton berkaitan kekerabatan yang lebih 
dekat dibandingkan antara keduanya dengan  
Sangkuriang. Kandidat benih unggul ikan lele 
disarankan melalui hibridisasi antar strain Masamo dan Sangkuriang. Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat sesudah 
masuknya jenis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ke negara kita  pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat dan lebih tahan penyakit. namun , perkembangan budidaya yang pesat tanpa
didukung pengelolaan induk yang baik memicu  lele dumbo mengalami penurunan kualitas.  ini sebab  adanya seleksi induk yang salah, perkawinan sekerabat (inbreeding), pemakaian   induk yang berkualitas rendah. Sebagai usaha perbaikan mutu ikan lele dumbo, peneliti sudah  berhasil melakukan rekayasa genetik dengan cara silang balik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele sangkuriang, lele sangkuriang berpotensi  untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan jenis ikan lele lainnya. Prospek pembudidayaan ikan lele sangkuriang sangat cerah, ikan lele sangkuriang memiliki tingkat
toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, kedudukan ikan lele sangkuriang dalam 
taksonomi  hewan digolongkan  sebagai berikut: Phyllum: Chordata, Kelas:
Pisces, Subkelas :Teleostei, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Siluroidea, Famili:
Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias sp.
  morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyakperbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan.  ini  disebab kan lele sangkuriang yaitu  hasil persilangan dari induk lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang memiliki  bentuk tubuh tidak bersisik, memanjang, berkulit licin, berlendir,  Bentuk kepala menggepeng dengan mulut yang relatif lebar. Ikan lele sangkuriang memiliki 3  sirip tunggal, yaitu
sirip dubur, sirip punggung, sirip ekor, Pada sirip dada ditemukan  sepasang patil atau duri keras yang dapat dipakai  untuk mempertahankan diri dan dapat dipakai untuk berjalan di permukaan tanah atau pematang.  bagian atas ruangan rongga insang ada  alat pernapasan tambahan (organ arborescent) berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah untuk membantu mengikat oksigen dari udara. Mulutnya ada  di bagian ujung dan ada  4 pasang sungut. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang. Ikan lele memiliki  kebiasaan makan di dasar perairan dan
bersifat karnivora dan kanibal, yaitu memangsa jenisnya sendiri jika kekurangan jumlah pakan dan lambat memberikan pakan, habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti  telaga, rawa,   genangan-genangan kecil seperti kolam, danau, waduk, Ikan lele Sangkuriang  memiliki sifat yang sama dengan lele dumbo yaitu hidup di air tawar. Jika ikan ini mengalami stres atau kaget maka warna tubuhnya akan berubah menjadi terang. Ikan lele memiliki patil yang tidak beracun dan
pertumbuhannya cepat. Salah satu sifat lele sangkuriang yaitu suka meloncat kedarat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini sebab  lele sangkuriang yaitu  hewan yang banyak melakukan aktivitas dimalam hari ( nocturnal ).
Sifat ini akan tampak saat lele sangkuriang akan mencari makan. Itulah sebabnya lele sangkuriang akan lebih suka berada ditempat gelap dibanding ditempat yang terang, ikan lele Sangkuriang tergolong omnivora. ia memanfaatkan mollusca, plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil  sebagai makanannya. Ikan lele dapat hidup pada perairan yang nilai kandungan oksigen terlarutnya rendah, sebab  memiliki alat pernafasan tambahan
dinamakan arborescen organ. walau  lele sangkuriang mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang agar ikan lele dapat tumbuh secara optimal diperlukan lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang cukup.  kandungan oksigen
terlarut yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu sebesar 6 ppm. Suhu berperan  sebab  suhu air  mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan,  nafsu makan, kelarutan oksigen dalam air. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang berkisar antara 22-32°C, suhu yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu berkisar antara 24-26 0 C. Tingkat Keasaman (pH)
 berperan   dalam bidang perikanan sebab  berkaitan  dengan kemampuan  tumbuh dan bereproduksi. tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah
kotoran dalam lingkungan perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme pada ikan. bahwa nilai pH yang baik untuk lele berkisar antara 6,5-8,5.memilih lahan tidak boleh sembarangan. ini berkaitan  dengan kelangsungan hidup lele sangkuriang,  Pemilihan lahan untuk fasilitasproduksi lele sangkuriang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan
sosial. Persyaratan ini  yaitu :
Kualitas airnya baik, tidak tercemar oleh limbah industri dan logam berat, Dekat dengan sumber air, namun  bukan   area  banjir, Air mengalir secara terus menerus  sepanjang musim, Luas lahan disesuaikan dengan jumlah produksi, Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap biaya operasional, seperti ketersediaan pakan dan produktifitas kolam. Tidak semua jenis tanah dapat
dipakai  sebagai lahan kegiatan pembesaran lele sangkuriang sebab  tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan air kolam. Kolam yang subur akan mudah menumbuhkan pakan alami yang diperlukan  oleh ikan. mengenai  tanah yang baik
dalam pembuatan kolam lele sangkuriang yaitu  jenis tanah lempung berpasir (tanah liat) sebab  tanah ini mengandung pasir 30% sehingga mudah dibuat kolam dengan pematang yang kokoh dan kondisi tanahnya subur,  Berhasil atau tidaknya pembesaran lele ini  ditentukan oleh kondisi airnya. Kualitas air yang baik  memberikan hasil
 memuaskan. Sebaliknya, kualitas air yang kurang baik  akan memberikan hasil yang mengecewakan.
Air untuk kolam pembesaran lele sangkuriang dapat berasal dari sungai, irigasi, atau saluran air kecil.  air yang berasal dari saluran kecil cocok untuk kolam yang sempit atau kecil sebab  tidak diperlukan pembuatan bendungan atau pintu
air, namun  cukup dibuat gundukan batu. Air dari sumber air ini kurang cocok untuk perkolaman yang luas sebab  debit airnya sangat kecil,  kualitas air sangat berpengaruh pada keseimbangan fisiologis dan organ-organ tubuh ikan dan  akan berdampak pada pertumbuhan dan reproduksi ikan. Parameter sifat fisika seperti warna, kekeruhan dan suhu. Parameter sifat kimia seperti oksigen,karbondioksida, pH, dan amoniak. sedang  parameter sifat biologi seperti adanya binatang-binatang yang hidup diperairan ini  
Kolam pembesaran lele sangkuriang yaitu  tempat untuk memelihara benihyang berasal dari kolam pendederan (atau benih beli) hingga menjadi ikan lele siap konsumsi.Ukuran luas kolam bisa beragam dari 200-500 m2 atau tergantung
pada sistem budidaya yang diterapkan. Bila sistem budidaya intensif, luas kolam pembesaran lele biasanya hanya berukuran 50-100 m2
. Kolam pembesaran lele sangkuriang ada 3 , yaitu kolam tanah (kolam irigasi, kolam tadah hujan, dan
kolam rawa), kolam beton dan  kolam terpal, 
Lele sangkuriang pada dasarnya senang hidup dalam keadaan air yang agak tenang dengan kedalaman yang cukup sekalipun kondisi airnya jelek, keruh,kotor,  miskin  kandungan oksigen terlarut. maka, lele sangkuriang dapat dipelihara dan tetap bisa tumbuh dengan baik di berbagai jenis kolam, Kolam irigasi yaitu  kolam yang memperoleh pengairan dari sumber irigasi.
pemakaian   kolam irigasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat disarankan  sebab  pengairan kolam ini selalu tersedia sepanjang waktu dan jauh dari kekhawatiran kemungkinan kekurangan air. maka , proses pembesaran dapat berjalan sepanjang tahun.  penentuan luas kolam irigasi juga lebih leluasa sehingga kolam bisa dibuat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kolam tadah hujan yaitu  kolam yang hanya memperoleh  sumber air dari air hujan. Kolam tadah hujan ini dibuat bila disekitar lokasi tidak ada  sumber air
irigasi atau air tanah. Jadi, sumber air untuk mengisi air kolam sepenuhnya berasal dari air hujan. Oleh sebab  mengandalkan air hujan maka curah hujan akan menentukan jumlah atau volume air kolam. Namun, kolam air diam ini masih
cukup baik untuk pembesaran lele sangkuriang sebab  lele ini mampu hidup dalam kondisi air yang minim oksigen, asal proses persediaan air selama produksinya cukup. Untuk menjamin tersedianya air selama proses produksi, jenis
tanah yang akan dijadikan kolam tadah hujan mutlak dari jenis tanah yang cukup kedap air sehingga mampu menampung air dalam waktu yang lama. Kolam rawa yaitu  kolam yang dibangun di area  dataran rendah, namun 
bukan area  pasang surut.biasanya  kolam rawa bersifat sangat asam (pH rendah, kurang dari 4). Sifat tanah dan air kolam yang asam sebetulnya  tidak cukup baik untuk pembesaran lele . Namun ini  dapat diatasidengan teknik reklamasi (pencucian). Caranya, kolam rawa ini  dialiri air
baru untuk mempercepat proses material asam dan lalu  dibuang ke perairan yang lebih luas. usaha lain untuk menaikan pH pada kolam rawa yaitu  dengan pengapuran.  efek kapur  membantu bila terlebih dahulu kolam direklamasi sebelum dikapur. Pengapuran dilakukan di dasar kolam
dan lalu  untuk menjaga stabilitas air dapat ditambahkan kapur dengan dosis yang lebih rendah. Kolam beton yaitu  kolam yang bagian dasar kolam dan pematangnya dibeton sehingga tidak mudah rusak. Pematang beton dibuat tegak lurus. Untuk luas kolam 100 m 2, lebar pematang cukup dibuat dengan lebar 30-40 cm. Ketinggian pematang 1-1,5 m dengan konstruksi dasar kolam melandai ke titik pusat pintu pengeluaran dengan kemiringan 5-10%. Saluran pemasukan air berupa pipa PVC berdiameter 3 inci dipasang agak menjulur ke tengah dengan ketinggian
dari permukaan air minimal 50 cm sebab  lele suka melompat mengikuti aliran air masuk. Pipa pengeluaran diusahakan agar dapat mengeluarkan lapisan dasar sebab  lapisan ini  banyak mengandung bahan endapan lumpur dan sisa-sisa makanan dan  kotoran ikan yang dapat mengurangi mutu air. Kolam terpal yaitu  jenis kolam yang memakai  terpal sebagai bahan
utamanya dan didukung oleh bahan lainnya. Jenis kolam ini bisa dibongkar pasang sehingga bisa di pindahtempatkan. Selain itu, biaya untuk pembuatan kolam ini juga tidak terlalu mahal dan proses pembuatannya relatif mudah dan
praktis. Namun kelemahannya yaitu  kolam ini tidak bisa bertahan lama. Jenis kolam terpal ada dua, yaitu kolam terpal yang terletak di atas
permukaan tanah dan kolam terpal yang berada di dalam tanah. Konstruksi pada kolam terpal yang berada di atas tanah memakai  kerangka yang bisa dibuat dari bambu, pipa ledeng, dan batu bata. sedang  kolam terpal yang berada di dalam tanah yaitu  kolam tanah biasa yang dilapisi terpal di bagian dasar dan dindingnya. Sama seperti jenis kolam lainnya, kolam terpal juga dilengkapi
dengan saluran pemasukan air dan saluran pengeluaran air untuk menjamin kualitas, kuantitas, dan terus menerus itas air.Benih yaitu  anak ikan yang akan dipelihara pada masa pembesaran. Benih yang akan dipelihara pada masa pembesaran yaitu  benih yang sudah  berukuran 7-9 cm dengan berat antara 2,30-3,60 g. Jenis lele yang akan dibesarkan dipilih dari
jenis lele sangkuriang sebab  sudah  terbukti memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan lele lokal maupun lele dumbo, 
Keseragaman benih perlu diperhatikan agar pertumbuhan semua benih serempak. Benih yang terlalu besar akan menghabiskan pakan dalam jumlah yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat. sedang  benih yang terlalu
kecil akan kalah merebut pakan sehingga konsumsi pakannya lebih sedikit. Akibatnya, pertumbuhannya  terhambat. Untuk memperoleh  benih yang seragam, perlu dilakukan seleksi. Baskom berlubang yang besar bisa dipakai 
untuk seleksi benih. mengenai  cara seleksinya sebagai berikut:Masukan benih ke dalam baskom yang berlubang-lubang. Ukuran lubang
diameter ini sekitar 1,5 cm. Goyang-goyangkan baskom sehingga ukuran lele yang terlalu kecil akan lolos dari lubang ini .sedang  benih yang tertinggal dalam baskom yaitu  benih yang berukuran besar. Benih-benih itulah yang akan dipakai  dalam pembesaran, Sarana produksi kedua yang harus disediakan dalam pembesaran lele sangkuriang yaitu  pakan. Pakan yaitu  segala sesuatu yang dapat diberikan kepada hewan ternak (baik berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatannya. Zat
pakan yaitu  bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan bermanfaat bagi tubuh ( 6 macam zat pakan: vitamin,  air, mineral, karbohidrat, lemak, protein ). ikan memerlukan  zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh, Pakan yang dimakan ikan berasal alam ( pakan alami) dan dari
buatan manusia ( pakan buatan). pakan alami sudah ada  secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami bagus diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. sedang  pakan buatan diramu dari beberapa bahan baku yang memilii kandungan nutrisi khusus . Bahan baku diolah secara sederhana atau diolah di pabrik secara masal
dan menghasilkan pakan buatan berbentuk pasta pellet, tepung, remeh atau crumble, 
Hama ikan yaitu  hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu memicu  gangguan pada ikan.    hama ikan dapat dibagi menjadi 3  kelompok berdasar  sifat hidupnya, yaitu :
Pengganggu yaitu  organisme atau aktivitas lain diluar ikan budidaya yang keberadaannya dapat mengganggu ikan budidaya. Perlakuan manusia yang kurangbaik dalam mengelola ikan dapat dikategorikan sebagai pengganggu, seperti saat
sampling yang tidak sesuai aturan atau cara panen yang kurang baik. 
.Predator  /pemangsa yaitu  binatang  karnivora (pemakan daging)sengaja maupun tidak sengaja masuk ke areal budidaya ikan dan memangsa ikan yang dibudidayakan. Jenisnya  berupa ikan yang lebih besar, hewan air jenis lain, Contohnya seperti ikan gabus  linsang, ular,  burung.
Kompetitor yaitu  organisme yang memicu  persaingan dalammemperoleh  oksigen, pakan dan ruang gerak. Hama ini tidak dikehendaki
keberadaannya dalam wadah atau areal budidaya. Contohnya ikan sejenis yang berukuran lebih besar, kepiting, katak, keong 
Penyakit diartikan  sebagai  keadaan fisik,
morfologi, penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal).Penyakit internal yaitu berupa kelainan genetik, saraf dan metabolik.   penyakit eksternal terdiri dari penyakit patogen (bersifat parasit; penyakit viral,jamur dan bakteri) dan non patogen (bersifat lingkungan atau kualitas air , 
kekurangan nutrisi, kelarutan gas, nutrisi; pH, zat beracun ), Penyakit yang menyerang lele
sangkuriang   dipicu  oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung, contohnya  kualitas air ( suhu) di bawah standar atau akibat stres sebab  penanganan yang salah sehingga ikan sakit. sedang  organisme patogen yang menyerang berupa Dactylogyrus sp., Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp.,  Penanggulangan organisme patogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan  pemberian pakan yang teratur   perlu memperbaiki kondisi air kolam dengan menambahkan bahan probiotik. sedang  pengobatan ikan yang sudah terserang penyakit  dilakukan dengan memberikan obat, Ikan lele sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi sesudah  dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan
berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan memakai  waring. Cara lain penangkapan yaitu dengan memakai  pipa
ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dapat ditangkap  Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang
airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan ini  diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan memakai  karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya
dan dengan jumlah air yang sedikit, Salah satu hama yang sering menyerang lele sangkuriang di area pemeliharaan  yaitu  berang-berang. Hama ini memakan ikan dengan cara masuk ke dalam kolam pada saat malam hari.  bahwa hama ikan
yaitu  hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu memicu  gangguan pada ikan, baik yang sifatnya predator, kompetitor
maupun pengganggu. Untuk mengatasinya, petani membuat jaring disekitar area kolam ikan guna mencegah masuknya hewan ini ke dalam kolam. sedang  untuk jenis hama lainnya tidak ditemukan.
Penyakit yang biasa menyerang lele sangkuriang di area  pemeliharaan  biasanya berupa jamur,
sebab  tubuh ikan terlihat luka atau bercak-bercak seperti jamur. Serangan jamur ini kemungkinan terjadi sebab  kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlalu rendah, atau kadar amoniak terlalu tinggi.  Penyakit yang menyerang lele sangkuriang biasanya  dipicu  oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung, contohnya  kualitas air. Cara mengatasinya, para petani ikan sering melakukan pergantian air di dalam kolam dengan memanfaatkan perairan irigasi sebagai sumber air kolam. maka , sirkulasi air dan supply oksigen
selalu tercukupi. Sehingga diharapkan kolam dapat terbebas dari serangan jamur. Namun bila ikan sudah  terserang oleh jamur ini , maka cara pengobatan yang biasa dilakukan oleh para petani lele sangkuriang yaitu dengan memberikan
larutan garam (NaCl) dan larutan PK dengan dosis tertentu ke dalam kolam lele sangkuriang.
 bahwa ikan memerlukan  pakan sebagai zat gizi , menghasilkan tenaga,menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Bagi petani ikan, pakan
termasuk salah satu masalah yang harus dihadapi, mengingat kini harga pakan yang dijual semakin mahal yaitu berkisar Rp 600.000/sak (50 kg/sak). Apalagi kebutuhan pakan harus tersedia setiap harinya. Untuk itu, petani ikan terkadang harus membuat pakan tambahan sendiri guna menghemat biaya oprasional pembelian pakan.  Pakan tambahan yang dibuat sendiri biasanya berupa keongmas yang dicincang kecil-kecil, atau berupa campuran dedak.  biasanya memperoleh benih dengan cara membeli benih di tempat-tempat pembudidayaan ikan air tawar  Harga benih lele sangkuriang biasanya dibeli dengan kisaran harga Rp 350 – 400/ekor, tergantung dari besar kecilnya ukuran benih ataupun area 
lokasi pembeliannya. Benih  lele sangkuriang yang sudah  diperoleh, dipelihara di dalam kolam pembesaran selama kurang lebih 3 bulan hingga menjadi ikan yang memiliki ukuran konsumsi. Biasanya ukuran lele sangkuriang konsumsi memiliki ukuran sekitar 15 – 20 cm dengan bobot 200 – 250 gram/ekor. Lele sangkuriang
konsumsi biasanya dijual per kilo (4 – 5 ekor/kg) dengan harga jual berkisar Rp 20.0000 – 22.000/kg.  besarnya harga biaya tetap petani ikan dalam pembuatan lahan kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri
dari happa, pipa, baskom, jaring dan timbangan yaitu  sebesar 1.990.000 rupiah. sedang  biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) yaitu  sebesar 100.823 rupiah, dan per tahunnya (4 periode) yaitu  sebesar 700.292 rupiah.
meliputi: pembelian pakan 10 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan tambahan, tenaga kerja 1 orang dan biaya transportasi dengan total keseluruhan biaya oprasional setiap periodenya sebesar 9.937.500 rupiah. bahwa jenis biaya oprasional yang banyak dikeluarkan yaitu  pembelian pakan (Pellet) yaitu 680.000/sak. ini  disebab kan pakan yaitu  kebutuhan yang setiap harinya harus selalu tersedia  diberikan kepada ikan lele sangkuriang guna mempercepat pertumbuhannya hingga nanti menjadi lele sangkuriang yang memiliki ukuran konsumsi. 
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 3.250 ekor (sekitar 800 kg) x Rp 21.000/kg
= Rp 16.800.000
Besarnya penerimaan yang diterima  atas penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 800 kg dengan harga jual 21.000
rupiah/kg setiap periodenya yaitu  sebesar 16.800.000 rupiah. Laba yaitu  nilai pendapatan sesudah  dikurangi dengan jumlah biaya total.
Laba dibedakan menjadi laba per periode dan laba per tahun. Laba per periode = penerimaan – biaya total = Rp 16.800.000 – Rp 9.813.323
= Rp 6.986.677, Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 6.986.000 x 4 = Rp 27.946.708
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh untuk setiap periodenya yaitu  sebesar 6.986.677 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya yaitu 
sebesar 27.946.708 rupiah., Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang yaitu  sebagai berikut:
Pakan 8 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 8
= Rp 4.800.000, Obat-obatan = Rp 50.000
 Benih = Rp 350/ekor x 2.500 ekor
= Rp 875.000
Pakan tambahan = Rp 150.000
Transportasi = Rp 100.000, Total = Rp 5.975..000
berdasar  rincian di atas, biaya oprasional yang dikeluarkan  dalam pelaksanaan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang setiap periodenya meliputi: pembelian pakan 8 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan tambahan dan biaya transportasi dengan total keseluruhan biaya oprasional setiap periodenya sebesar 5.975.000 rupiah. Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ini   tidak memakai  tenaga kerja yang diupah sebagaimana para pembudidaya lainnya. ini  dilakukannya guna untuk menghemat
ikan lele Afrika Clarias 
gariepinus yaitu   hasil hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia C. 
fuscus. walau  ikan lele Dumbo sudah tidak lagi populer, hasil perbaikan genetisnya sudah  menghasilkan strain ikan lele Sangkuriang 
yang banyak dipakai  dalam usaha budidaya di negara kita . Sebagai ikan lele Dumbo, identitas ikan lele Sangkuriang juga tidak jelas, 
sehingga diperlukan penelitian untuk memastikannya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara ikan lele Dumbo melalui 
sifat  morfometrik dan meristik contoh  ikan lele Sangkuriang (yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT 
STP) dengan spesies ikan lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan Kenya. sifat  dilakukan melalui pengukuran 
terhadap 20 sifat  morfometrik dan 5 sifat    lalu  didiagnosa  memakai  diagnosa  komponen utama. Hasil 
 penelitian ini menandakan  bahwa sifat meristik morfometrik  ke3  contoh  ikan lele Sangkuriang tidak berbeda dari 
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus.   bahwa sifat morfometrik ke 3  contoh  ikan lele Sangkuriang ini  tidak berbeda dari spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. Hasil  ini  
menandakan  bahwa ikan lele Dumbo memiliki sifat  biometrik yang tidak berbeda dari ikan lele Afrika C. gariepinus, sehingga 
diduga yaitu  spesies yang sama.Ikan lele sudah  lama dibudidayakan di negara kita . 
Spesies ikan lele yang pertama kali dibudidayakan di 
negara kita  yaitu  spesies ikan lele lokal,  nama 
ilmiahnya ditulis Clarias batrachus Linnaeus, Budidaya ikan lele di negara kita  semakin berkembang sesudah  dilakukannya 
 introduksi ikan lele Dumbo pada tahun 1985, sebab  
memiliki keunggulan  sebagai komoditas 
 budidaya yang melebihi spesies ikan lele lokal, 
terutama pada  laju pertumbuhan dan 

resistensi penyakit, walau  budidaya ikan lele Dumbo
berkembang pesat, namun  ada  suatu 

permasalahan tentang ketidakjelasan identitasnya. 
Ketidakjelasan identitas ikan lele Dumbo ini  

terutama disebab kan tidak adanya penelitian ilmiah 
yang mendokumentasikan proses introduksinya. 
Informasi introduksi ikan lele Dumbo ke negara kita hanya berdasar    publikasi- 
populer non-ilmiah, bersifat tidak akurat sehingga memicu ketidakjelasan , ada  2 pendapat  

berbeda mengenai identitas ikan lele Dumbo, yaitu  
sebagai spesies ikan lele Afrika Clarias gariepinus

Burchell, 1822 dan sebagai ikan lele hibrida hasil 

hibridisasi (persilangan) antara spesies ikan lele 

Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia 

C. fuscus La Cepede, 1803. Sebagian besar 

publikasi populer dan dokumen resmi yang 

dikeluarkan oleh pemerintah, terutama beberapa 

Standar Nasional negara kita  (SNI) tentang budidaya 
 ikan lele Dumbo menuliskan identitas ikan lele 
Dumbo sebagai ikan hibrida hasil hibridisasi antara 
ikan lele C. gariepinus dengan C. fuscus, namun , nama ilmiah ikan lele 
Dumbo dalam beberapa SNI yang lain ditulis secara 

tidak konsisten, yaitu  sebagai sebagai Clarias sp.,  Clarias gariepinus
, sebagai Clarias spp. sebagai C. gariepinus
, berdasar  hasil penelitiannya  
sifat  morfometrik dan meristik ikan lele 
Dumbo dibandingkan dengan ikan lele Afrika (C. 

gariepinus),  bahwa 
ikan lele Dumbo bukan   spesies ikan lele 
Afrika. namun , metode dan hasil 
penelitian ini  bersifat problematik dan kurang

jelas, hasil penelusuran publikasi￾ ilmiah dan non-ilmiah bahwa ikan lele Dumbo yaitu  spesies ikan lele 
Afrika C. gariepinus,  Namun 
masih perlu diverifikasi. 
berdasar  riwayat pembentukannya  ikan lele Sangkuriang pada dasarnya yaitu  
ikan lele Dumbo. contoh  ikan lele Dumbo hasil 

introduksi yang pernah populer dan dipakai  secara 
luas dalam budidaya ikan lele di negara kita  saat ini 
sudah tidak mungkin dapat diperoleh, mengingat 
sudah   luasnya penyebaran strain-strain ikan 
lele C. gariepinus hasil introduksi, 
sehingga  stok ikan lele 
Dumbo yang masih murni (asli) sudah  tidak ada di 
tingkat pembudidaya. Sebaliknya, kemurnian ikan 
lele Sangkuriang tentunya terjamin, sebab  pengembangannya di bawah pengawasan 
pemerintah. Berbeda dari sebelumnya, saat ini istilah 
ikan lele Dumbo yaitu  nama umum yang 
dipakai  oleh para pembudidaya untuk menyebut 
nama ikan-ikan lele yang beredar di penduduk  
selain dari ikan-ikan lele yang sudah  memiliki nama populer tertentu, seperti ikan lele Piton, Sangkuriang, 

Masamo, Paiton ,  Oleh sebab  itu, sifat  
biometrik ikan lele Dumbo pada penelitian ini 
memakai  contoh  ikan lele Sangkuriang  sebanyak 

30 ekor ikan dengan ukuran 1,1–2,6 kg  Sebagai pembanding dipakai  contoh  ikan lele Afrika C. gariepinus yang 
diintroduksi dari Thailand sebanyak 34 ekor ikan 
dengan ukuran 1,8–3,4 kg (
 dan dari 
 Kenya sebanyak 30 ekor ikan dengan ukuran 2,0–3,2 
 kg, contoh  ikan leleAfrika C. 

gariepinus yang diintroduksi dari Thailand 
yaitu  keturunan pertama dari ikan lele yang 
diintroduksi oleh PT Matahari Sakti di Mojokerto 
pada tahun 2010 dan dikenal dengan nama ikan lele 

Masamo,  
sedang  contoh  ikan lele Kenya yaitu  koleksi PT STP dan yaitu  keturunan pertama 

dari ikan lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi 
oleh BBPBAT Sukabumi dari Kenya pada tahun 
2011,sifat  biometrik contoh  ikan lele 

Sangkuriang, Kenya, dan Masamo dalam penelitian 
 ini dilakukan pada sifat  morfometrik dan 
meristik berdasar  metode standar identifikasi sifat  morfometrik dilakukan melalui 
pengukuran terhadap 20 sifat , sifat  meristik dilakukan melalui 
penghitungan terhadap 4 sifat, Pengukuran sifat  morfometrik ini  
dilakukan dengan memakai  jangka sorong 
digital dengan tingkat ketelitian 0,01 mm. 
Data sifat  morfometrik dan meristik yang 
diperoleh dalam penelitian ini didiagnosa  berdasar  metode standar diagnosa  data sifat  biometrik 
spesies  ikan lele,  Data 
sifat  morfometrik didiagnosa  dengan 
diagnosa  komponen utama (PCA = Principal 
Component Analysis). Sebelum didiagnosa  dengan 
diagnosa  komponen utama, data hasil pengukuran 
sifat  morfometrik ditransformasi secara 
logaritmis. sifat  
morfometrik sebagai komponen utama yang terkait 
dengan faktor ukuran ikan  tidak 
dipakai  dalam interpretasi hasil, hanya komponen

 utama berikutnya sebagai faktor yang terkait dengan bentuk  yang 
dipakai . lalu , nilai hasil diagnosa  
komponen utama dari masing-masing contoh  diplot 
dalam diagram pencarian  diantara dua 
sumbu komponen utama untuk mengetahui bentuk 
sebaran yang terjadi pada selang kepercayaan elips 
95%. 
Nilai-nilai sifat  morfometrik dalam bentuk 
persentase terhadap panjang standar (%PS) dan 
panjang kepala (%PK)   nilai-nilai sifat  meristik hasil sifat  yang dilakukan terhadap 
contoh -contoh  ikan lele Sangkuriang,  bahwa nilai-nilai sifat  morfometrik 

ikan lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT 

Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP dan  ikan 
lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi dari 

Thailand dan Kenya tidak berbeda. Demikian pula, 
nilai-nilai sifat  meristik ikan lele Sangkuriang 

yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT 

Cijengkol dan PT STP dan  ikan lele Afrika 

C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan 

Kenya juga tidak berbeda. sifat  morfometrik ikan lele Sangkuriang 
yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT 
Cijengkol dan PT STP dan  ikan lele Afrika 
C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan 
Kenya tidak berbeda. 

 ikan lele Dumbo 
menandakan  performa budidaya yang bagus, namun  
akibat penerapan manajemen induk yang tidak tepat 
20 tahun lalu  mengalami 
penurunan, sehingga menjadi tidak populer dan 
banyak ditinggalkan oleh para pembudidaya ikan lele 
,  lalu , 
hasil perbaikan genetis (pemuliaan) ikan lele Dumbo yang dilakukan oleh BBPBAT Sukabumi sudah  

menghasilkan strain ikan lele Sangkuriang yang 

pengembangannya memperoleh  dukungan pemerintah. 
berdasar  riwayat pembentukannya yang 
dilakukan melalui proses silang-balik, 
diantara stok-stok induk jantan dan betina ikan lele 
Dumbo tertua yang ada,  ikan lele 

Sangkuriang ini  pada dasarnya yaitu  juga 

ikan lele Dumbo. Sebagai ikan lele Dumbo ataupun 
sebagai ikan lele yang memiliki nama tersendiri 
 nama 
ilmiahnya hanya ditulis sebagai Clarias sp., 
identitas ikan lele Sangkuriang juga tidak jelas 
sebagai spesies ikan lele Afrika C. gariepinus atau 
yaitu  ikan lele hibrida hasil hibridisasi antara 
ikan lele C. gariepinus dengan C. fuscus. 
sifat  biometrik untuk menguji 
kemiripan dan menduga bahwa ikan lele Dumbo 
yaitu  ikan lele hibrida hasil hibridisasi antara 
ikan lele Afrika C. gariepinus dengan ikan lele Asia 
C. fuscus atau bukan dapat dilakukan melalui 
sifat  biometrik contoh -contoh  ikan lele 
 Sangkuriang pada penelitian ini dibandingkan 
dengan informasi hasil-hasil penelitian tentang 
hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus
 dengan ikan lele C. fuscus. Hibridisasi antara ikan 
 lele Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus untuk 
keperluan budidaya, Kombinasi persilangan antara ikan lele 

Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia 

C. fuscus yang sifat nya  
potensial sebagai komoditas perikanan budidaya 
yaitu  hibridisasi antara betina ikan lele C. fuscus
dengan jantan C. gariepinus, sedang  
resiproknya tidak dilaporkan menandakan  
performa yang potensial sebagai ikan budidaya 
ini   bersesuaian dengan hasil-hasil 
 hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus
 dengan spesies  ikan lele lokal Asia yang 
lain, yaitu  dengan ikan lele C. macrocephalus di 
Thailand   Vietnam 
Malaysia  Bangladesh dan Myanmar dengan ikan lele C. batrachus di 
Bangladesh  di India  dan  

dengan ikan lele C. meladerma di negara kita  
Seluruh ikan lele hibrida 
hasil hibridisasi antara jantan ikan lele Afrika 
C. gariepinus dengan betina spesies  ikan 
lele lokal Asia ini  dilaporkan memiliki 
performa yang lebih potensial sebagai komoditas 
perikanan budidaya dibandingkan resiproknya. 
maka , jika ikan lele Dumbo yaitu  ikan 
lele hibrida unggul hasil hibridisasi antara ikan lele 
Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus, maka 
tentunya yaitu  hasil hibridisasi antara betina 
ikan lele C. fuscus dengan jantan C. gariepinus.
 Ikan lele hasil hibridisasi antara ikan lele 
C. fuscus dengan C. gariepinus   
 memiliki bentuk morfologis yang lebih 
mirip  ikan lele C. fuscus,  sifat  biometrik dan 
morfologi contoh -contoh  ikan lele Sangkuriang 
yang dipakai  pada penelitian ini   
tidak berbeda dari spesies ikan lele Afrika 
C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan 
Kenya Hanya sifat  
warna tubuh yang sedikit beragam, yaitu  tampak 
berbintik-bintik dan polos. namun , warna 
tubuh spesies ikan lele Afrika C. gariepinus  memang  terdiri dari 2 pola, 
yaitu  berwarna polos  dan memiliki pola 

warna berbintik-bintik, maka , perbedaan warna tubuh diantara 
contoh -contoh  ikan lele pada penelitian ini 
yaitu  hal yang wajar dan bukan 
indikasi adanya perbedaan spesies.
bahwa sifat  meristik ikan lele hasil hibridisasi 
antara betina ikan lele C. fuscus dengan jantan 
C. gariepinus yang dapat dipakai  untuk 
membedakannya dari ikan lele Afrika C. gariepinus
 yaitu  jumlah jari-jari sirip punggung (rata-rata 
sebanyak 64) dan sirip anal (rata-rata sebanyak 47) 
yang lebih sedikit dibandingkan  ikan lele Afrika C. gariepinus (jumlah jari-jari sirip punggung rata￾rata sebanyak 72 dan jumlah jari-jari sirip anal rata￾rata sebanyak 55). Jumlah jari-jari sirip punggung 

(rata-rata sebanyak 67–69) dan sirip anal (rata-rata 
sebanyak 50–53) contoh  ikan lele Sangkuriang 
 yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT 
Cijengkol dan PT STP lebih banyak dibandingkan  ikan 
 lele hibrida hasil hibridisasi antara betina ikan lele 
C. fuscus dengan jantan C. gariepinus di China 
ini . Jumlah jari-jari sirip punggung dan sirip 
anal ke3  contoh  ikan lele Sangkuriang pada 
 penelitian ini juga sama dengan spesies ikan lele 
Afrika C. gariepinus di perairan  benua 
Afrika yang 
berkisar 60–79 dan 45–60,bahwa ikan lele hasil hibridisasi antara 
betina ikan lele C. fuscus dengan jantan C. 
gariepinus dapat dibedakan dari ikan lele Afrika C. 
gariepinus berdasar  sifat  lebar tonjolan 
oksipital,   bahwa lebar 
tonjolan oksipital ikan lele Afrika C. gariepinus
(rata-rata 5,33±0,13% panjang total) lebih kecil dibandingkan  hibridanya (rata-rata 6,70±0,10% panjang 
total), lebar tonjolan oksipital 
contoh  ikan lele Sangkuriang yang berasal dari 
BBPBAT Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT 
STP  menandakan  nilai yang kecil, berkisar 4,76–4,92% panjang total (rata-rata 4,87±0,43% 
panjang total). Hasil perbandingan sifat  meristik dan morfometrik antara contoh ikan lele Sangkuriang dengan ikan lele hasil 
hibridisasi antara betina ikan lele C. fuscus dengan 
jantan C. gariepinus ini  mengindikasikan 
bahwa ikan lele Sangkuriang bukan yaitu  
ikan lele hasil hibridisasi antara betina ikan lele C. 
fuscus dengan jantan C. gariepinus.
mengenai perbandingan sifat  morfometrik 
dan meristik ikan lele Dumbo dengan ikan lele 
Afrika C.  bahwa ikan 
lele Dumbo bukan   spesies ikan lele 
Afrika C. gariepinus. ada 
beberapa hal yang bersifat problematik dalam 

penelitian ini . Metode sifat  
morfometrik dan meristik yang dipakai  dalam 
penelitian  bukan berupa metode 
standar sifat  biometrik spesies ikan lele 
 yang secara ilmiah sudah  banyak 

dipakai  dalam identifikasi spesies  ikan 
lele. Hasil diagnosa  komponen  data 
sifat  morfometrik  menandakan  bahwa sebaran contoh  ikan lele 

Dumbo dan ikan lele Afrika bersifat tidak terpisah 

ini   mengindikasikan bahwa 
sifat  morfometrik ikan lele Dumbo dan 
ikan lele Afrika tidak berbeda, sifat  
morfometriknya berbeda. lalu , nilai-nilai 

sifat  morfometrik dan meristik ikan lele Dumbo 

hasil penelitian jika dibandingkan 
dengan nilai-nilai sifat  morfometrik dan 
meristik spesies ikan lele Afrika C. gariepinus yang 
pernah dilaporkan di negara-negara lain ternyata juga tidak berbeda. Selain itu, 
kepastian identitas (riwayat, silsilah) ikan lele 
Afrika maupun ikan lele Dumbo yang dipakai  
tidak disampaikan secara 
jelas, mengingat bahwa hingga tahun 2004 ini  
sudah  terjadi beberapa kali proses introduksi ikan 

lele Afrika. maka , berdasar  
sifat  morfometrik dan meristik yang 
dilaporkan seharusnya tidak dapat disimpulkan bahwa ikan lele 
Dumbo bukan yaitu  spesies ikan lele Afrika 
C. gariepinus. 

Salah satu informasi utama lainnya yang 

memperkuat bukti bahwa ikan lele Dumbo bukan 

yaitu  ikan lele hasil hibridisasi antara betina 

ikan lele C. fuscus dengan jantan C. gariepinus

yaitu  pada aspek biologi-reproduksinya. Hasil 

penelitian  dalam hibridisasi antara 
betina ikan lele C. fuscus dengan jantan C. 
gariepinus menandakan  bahwa sifat  
reproduksi jantan ikan lele hibrida ini  bersifat 
tidak fertil,  Demikian pula, ikan lele hasil 
hibridisasi antara betina ikan lele C. macrocephalus
dengan jantan C. gariepinus di Thailand  dan di Malaysia maupun ikan lele hasil hibridisasi antara 
betina ikan lele C. meladerma dengan jantan C. 
gariepinus di negara kita , 
Ikan lele hasil hibridisasi antara betina ikan lele C. 

batrachus dengan jantan C. gariepinus di 

Bangladesh  juga potensial 
sebagai ikan lele budidaya, namun  dilaporkan bahwa 
organ reproduksi ikan jantannya tidak berkembang 

secara normal dan tidak fertil. Hasil penelitian 

tentang tidak fertilnya jantan ikan lele hasil 

hibridisasi antara jantan ikan lele Afrika C. 

gariepinus dengan betina spesies ikan lele lokal 

Asia ini  berbeda dari sifat  biologi￾reproduksi jantan ikan lele Dumbo faktanya  bersifat normal dan dapat 
menghasilkan keturunan. Perkawinan diantara 
sesama ikan lele Dumbo maupun diantara sesama 
ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh para 
pembudidaya di negara kita  pada faktanya  menghasilkan keturunan dengan sifat  yang 
serupa dengan induk-induknya (pengamatan 
pribadi). Jika ikan lele Dumbo yaitu  ikan lele 
hasil hibridisasi antara ikan lele Afrika C. 
gariepinus dengan C. fuscus, maka perkawinan 

diantara sesama ikan lele Dumbo ini  
seharusnya menghasilkan keturunan dengan 
sifat  yang berbeda dari ikan lele Dumbo. 
Perkawinan diantara sesama ikan hibrida akan 
menghasilkan keturunan dengan sifat  yang 
tidak stabil dan berbeda-beda, Hasil sifat  biometrik dan diagnosa  
komponen utama pada penelitian ini menandakan  
bahwa sifat  morfometrik dan meristik ikan 

lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT 

Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP tidak 

berbeda dari ikan lele Masamo dan Kenya yang 

yaitu  spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. 

ini   diduga bahwa ikan 
lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT 
Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP ini  
yaitu  spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. 
Pembuktian identitas ikan lele Dumbo sebagai 
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus pada 
penelitian ini hanya dilakukan melalui 

perbandingan sifat  biometrik antara contoh  

ikan lele Sangkuriang sebagai representasi ikan lele 
Dumbo dengan contoh  spesies ikan lele Afrika C. 
gariepinus. Pada sisi yang lain, penelitian 
pembuktian identitas ikan lele Dumbo juga dapat 
dilakukan melalui perbandingan sifat  

biometrik antara contoh  ikan lele Sangkuriang 

dengan contoh  spesies ikan lele C. fuscus maupun 
ikan lele hasil hibridisasi diantara keduanya, 
sebagaimana halnya sudah  dilakukan pada penelitian 
sifat  biometrik hibridisasi antara ikan patin 
Siam (Pangasianodon hypophthalmus Suavage, 
1878) dengan ikan patin Jambal (Pangaius djambal
Bleeker, 1846) . namun , 

perbandingan sifat  biometrik antara 
contoh  ikan lele Sangkuriang dengan contoh  
spesies ikan lele C. fuscus maupun ikan lele hasil 
hibridisasi diantara keduanya ini  tidak dapat 
dilakukan di negara kita , sebab  tidak tersedianya 
contoh  spesies ikan lele C. fuscus. 
Selain melalui sifat  biometrik, 
pembuktian identitas ikan lele Dumbo sebagai 
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus atau 
yaitu  ikan hasil hibridisasi antara ikan lele 

Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus tentunya 

juga dapat dilakukan melalui sifat  secara 

genetis. sifat  genetis pada hibridisasi 
antara ikan lele Afrika C. gariepinus dengan C. 
fuscus sudah  dilakukan di Taiwan dengan memakai  marka RAPD 
(random aplified polymorphic DNA). Hasil 

penelitian  menunjuk￾kan bahwa ada  3  primer yang secara khusus  
dapat dipakai  untuk membedakan spesies ikan 
lele C. gariepinus dari spesies ikan lele C. fuscus. 
Sayangnya, marka RAPD ini  tidak dapat 
dipakai  untuk membedakan ikan lele hasil 
hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus 
dengan C. fuscus dari spesies ikan lele Afrika C. 
gariepinus, sehingga  tidak dapat 
dipakai untuk membedakan ikan lele Dumbo 
dari ikan lele Afrika C. gariepinus di negara kita . 
sifat  genetis dengan metode RFLP 
(restriction fragment length polymorphism) ter￾hadap DNA mitokondria ikan lele Dumbo (nama 
ilmiahnya C. gariepinus) di 
negara kita  sudah  dilakukan melalui proyek Catfish Asia, Hasil sifat  ini  
menandakan  bahwa ikan lele Dumbo masih 
yaitu  spesies murni yang belum mengalami 
introgresi gen dari spesies ikan lele yang lain. 
Informasi ini  menandakan  bahwa ikan lele 
Dumbo tampaknya yaitu  spesies ikan lele 

Afrika C. gariepinus. namun , identitas 

(tempat asal, riwayat, silsilah) contoh -contoh  ikan 
lele Dumbo yang dipakai  tidak disebutkan 

secara jelas, mengingat pada saat itu juga sudah  

terjadi introduksi spesies ikan lele Afrika dari 

Thailand oleh Charoen Pokphand Group. maka masih diperlukan untuk mengetahui 
 sifat  genetis 
identitas ikan lele Dumbo,