Oktober 06, 2023
yoga
Oktober 06, 2023
yoga
ACT : Asthma Control Test
ATAQ : Asthma therapy Questinnaire
ACQ : Asthma Control Questionnaire
ASS : Asthma Scorring System
APE : Arus Puncak Ekspirasi
APEP : Arus Puncak Ekspirasi Paksa
BHT : Breath holding time
C-ACT : Childhood Asthma Control Test
EIA : Exercise induced asthma
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
FEV1 : Forced Expiratory Volume detik Pertama
KVP : Kapasitas vital paksa
CO2 : Karbon dioksida
O2 : Oksigen
VO2 :Volume oksigen
Pada dasarnya kita memiliki tenaga dalam, hanya saja tidak mengetahui bagaimana cara membangkitkannya, Tenaga dalam itu sudah ada sejak manusia dilahirkan. namun tenaga itu masih pasif dan sewaktu-waktu akan bangkit bila kita itu dalam keadaan ketakutan yang luar biasa, panik, tidur berjalan, terhipnotis
kita yang takut anjing akan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam berlari
menghindari kejaran anjing yang berlari, Bila terdesak, kita itu dapat melompati tembok setinggi 2 m, Rasa takut yang berlebihan itu dapat
membangkitkan tenaga dalamnya yang sedang 'tidur'. Secara otomatis tenaga dalam bangkit dan tersalur pada kedua kakinya yang sedang berlari, namun sesudah berhasil menyelamatkan diri kekuatan itu reda dan energi itu 'tidur' kembali,
Dalam tubuh kita terjadi pernafasan sel yaitu proses oksidasi zat makanan seperti gula
menjadi karbondioksida dan air. Energi hasil proses ini disimpan dalam bentuk ATP untuk
lalu dipakai dalam seluruh aktifitas sel yang memerlukan energi. O2 + ATP + Glikogen Energi
Di dalam sel ada organel yang penting dalam menghasilkan energi yang bernama
mitokondria. Mitokondria dinamakan “pusat energi” bagi sel, sebab menyaring energi dari
zat gizi dan oksigen dan lalu menyediakan paling besar energi (96%) yang diperlukan , agar sel dapat melakukan fungsinya. Jumlah mitokondria dalam setiap sel berbeda (dari jumlahnya puluhan sampai ribuan), dimana tergantung pada jumlah energi yang diperlukan oleh setiap sel. Mitokondria mengadakan pembelahan diri/replikasi sendiri sampai jumlah yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan energi sel. Komponen utama sel memperoleh energi yaitu oksigen dan satu atau lebih bahan makanan (nutrisi). Di dalam sel, bahan makanan secara kimia bereaksi dengan oksigen dibawah pengaruh berbagai enzim/katalisator (puluhan enzim) yang mengawasi kecepatan reaksi dan menyalurkan energi yang dikeluarkan dalam arah yang tepat. Energi yang dihasilkan membentuk Adenosine
Triphospate (ATP). ATP lalu ditransfer keluar mitokondria menuju semua bagian sitoplasma dan nukleoplasma, dimana energinya dipakai untuk memberi tenaga pada fungsi-fungsi sel. Oleh sebab itu, ATP dinamakan sebagai bentuk energi sel sebab dapat disimpan dan dibentuk kembali. Energi yang dihasilkan oleh ATP itu sangat berlimpah-ruah. Malah dapat dijadikan
sebagai kekuatan yang luar biasa jika manusia dalam kondisi kejiwaan tertentu, seperti trance,
terhipnotis, panik, tidur berjalan, ATP berfungsi sebagai energi cadangan. contoh , sesudah kita berolahraga dan kecapaian lalu bila diistirahatkan
sejenak maka tubuh kita akan pulih kembali. Energi yang dihasilkan oleh ATP dalam
keadaan sehari-hari berupa panas tubuh, membantu lancarnya penyaluran adrenalin,
menghidupkan semua aktifitas organ dalam tubuh manusia, menghidupkan kimia tubuh untuk membentuk kekebalan tubuh (zat antibodi), menghidupkan aktifitas pencernaan, manusia dalam kehidupan sehari-hari hanya memakai sekitar 2 % dari seluruh fasilitas energi tubuhnya. sedang yang 98% lainnya tersembunyi
sebagai cadangan di ulu hati. Cean dan
willson mengatakan, bahwa : mitokondria yang berukuran 1 cm2 dapat menghasilkan listrik
sebesar 200.000 volt. saat tubuh memerlukan lukan energi maka ikatan ATP (adenosin-
phosphat) akan di putus. saat adenosin tri-phosphat melepas satu molekulnya, maka ia
menjadi adenosin di-phosphat (ADP) dengan dua molekul phosphat, ADP masih dapat melepas lagi satu molekul phosphatnya menjadi adenosin mono-phosphat (AMP). Dalam proses pelepasan inilah energi dikeluarkan. ATP + H20 (diambil melalui pernafasan) -> ADP + Energi ADP + H20 (diambil melalui pernafasan) -> AMP + Energi
Permasalahannya yaitu bagaiman cara mengoptimalkan dan membangkitkan energi yang
tersimpan itu agar dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. jika kita mampu membangkitkan energi itu sekitar 20% kita akan memiliki kemampuan super, contoh IQ (Intelegent Quality) akan meningkat hebat, tenaga akan menjadi sangat dahsyat, lompatan menjadi semakin tinggi, kekebalan tubuh semakin meningkat, proses penyembuhan luka terjadi sangat cepat, dapat mengobati berbagai penyakit, ketangkasan dan kecepatan gerak menjadi semakin hebat dan masih banyak kemampuan lainnya yang tidak dapat dinamakan semua.
Tenaga dalam atau energi cadangan yaitu suatu energi yang berpusat pada syaraf-syaraf di
sekitar ulu hati dan sesudah dibangkitkan akan berkumpul pada salah satu bagian tubuh yang
dinamakan dengan solar plexus atau plexus solaris atau ada juga yang menyebutnya kundalini. kundalini merupakan bagian dari tubuh manusia yang berbentuk 3½ lingkaran, ada diantara tulang ekor dan kemaluan di bawah pusar. Bentuknya seperti ular yang sedang bergulung atau melingkar. solar plexus bukan merupakan organ tubuh manusia,
Potensi tenaga dalam sudah bersemayam dalam kita, Di dalam paru-paru ada beribu-ribu pembuluh halus yang di ujung-ujungnya ada
berjuta-juta kantong udara. Pembuluh-pembuluh halus ini penting untuk menyerap udara bersih (oksigen) yang diperlukan dalam proses pembakaran di dalam tubuh. jika kantong-kantong udara ini tidak memperoleh udara yang cukup, maka bisa memicu timbulnya berbagai macam penyakit, antara lain : pilek, batuk , penyakit paru-paru, penyakit jantung, lemah jiwa, daya tahan tubuh rendah,
Di samping itu tubuh manusia juga memerlukan bioenergi yang bertenaga sangat halus. Tenaga bukan berupa molekul-molekul udara melainkan berbentuk tenaga murni yang sangat halus. Tenaga halus atau bioenergi ini biasa dikenal dengan prana, chi, tenaga dalam , Dalam berlatih, prana sakti mengajarkan cara bernafas menjadi lebih sempurna, efektif dan efisien. Dengan metode latihan prana sakti peserta latihan dapat menyerap oksigen dan prana lebih banyak ke dalam tubuh. Adapun Ciri aliran ini yaitu kemampuan para penghayatnya untuk memakai kekuatan rohani dengan methode pengerasan perut untuk tingkat awal dan pengejangan tangan untuk tingkat lanjutan. Selain itu juga memiliki motto yang khas yaitu: ”Ke empat penjuru kita
mencari saudara, musuh jangan dicari tapi kalau ada jangan sampai lari. Kalau
dijual ’bila perlu’ dibeli. Ingat diatas langit masih ada langit”. Aliran keilmuan
ini disusun oleh Abah Syaki Abdul Syukur (cisoka-tangerang-Banten) dari kombinasi
pengajaran Syaikh K.H Toha Bin Si’ing (pendiri aliran SinLamBa) dan K.H Mama haji
Amilin (Pendiri tareqat abdul jabar).
Inti keilmuan dari syaikhona Toha yaitu kekuatan rohani yang penggunaannya dengan
kompres perut (mengeraskan otot perut). sedang inti keilmuan dari Mama Haji Amilin
yaitu kekuatan rohani yang penggunaannya dengan pengejangan tangan atau jari yang
dinamakan dengan ilmu abdul jabar. Ilmu Hikmah berbeda dengan ilmu kesaktian para pendekar yang bisa dipamerkan atau
disombongkan. Justru pantangan utama dalam mempelajari ilmu hikmah yaitu kesombongan atau merasa punya kehebatan.
“Dalam bela diri ini tidak memerlukan bentrokan fisik, namun cukup memakai otot-otot
perut yang dikencangkan (di-press) sewaktu berhadapan dengan musuh. mereka yang akan berbuat jahat terpental. Seandainya kita disuguhi
minuman atau makanan beracun, maka saat kita akan menyentuh piring atau gelas itu,
maka wadah itu akan pecah sesaat .
Tenaga dalam yaitu suatu konsep yang populer di dalam masyarakat Melayu di Asia
Tenggara terutamanya di Indonesia dan Malaysia. Tenaga dalam dianggap suatu tenaga
manusia yang memiliki kekuatan luarbiasa. Tenaga dalam dibedakan dari tenaga luar
manusia (yang biasanya dinamakan secara ringkas sebagai “tenaga” saja) yang berbentuk tenaga
fisik seperti kekuatan otot tangan mengangkat barang. Pada dasarnya kita memiliki
apa yang dinamakan dengan tenaga dalam, hanya saja mereka tidak mengetahui bagaiman cara
membangkitkan atau mengembangkannya. Tenaga dalam itu itu sudah ada sejak manusia
dilahirkan. namun tenaga itu masih pasif dan sewaktu-waktu akan bangkit bila kita
itu dalam keadaan panik, tidur berjalan, terhipnotis atau ketakutan yang luar biasa.
Contoh : kita yang takut kepada anjing akan memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam berlari menghindari kejaran anjing yang berlari cepat. Bila terdesak, kita itu
dapat melompati tembok setinggi 2 m dengan sekali lompat. Rasa takut yang berlebihan
itu dapat membangkitkan tenaga dalamnya yang sedang ‘tidur’. Secara otomatis tenaga
dalam itu bangkit dan tersalur pada kedua kakinya yang sedang dipakai untuk
berlari, namun sesudah berhasil menyelamatkan diri kekuatan itu reda dan energi itu ‘tidur’
kembali. lalu kita itu baru menyadari bahwa dirinya sudah melakukan sesuatu yang
luar biasa. kita yang sedang tidur berjalan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dan
tidak wajar jika kita itu dalam keadaan sadar. Hal itu bisa dilihat dari gerakan
akrobatik saat kita itu tidur berjalan, seperti jalan di atas atap rumah atau
mengigau tentang kejadian yang akan datang.
Banyak Cara untuk membangkitkan, tenaga
Dalam seperti dari : Tibet, China, Jepang, Mongolia, India, Eropa, Russia, Amerika,
ada salah satu cara yang dapat membangkitkan Tenaga Dalam juga membangkitkan pancaran Aura,
1. Teknik PerNafasan Perut
Tekniknya tarik nafas lewat hidung, perut ikut mengembang…buang halus lewat hidung
sambil perut dikempiskan sekempis-kempisnya. Agak ditekan sedikit ke dalam. tidak perlu
menahan nafas, sebab antara tarikan dan buang nafas ada jeda kirang lebih satu detik.Sikap tubuh dan pikiran harus selalu rileks, tidak perlu konsentrasi berlebihan, cukup pindahkan perhatian pikiran ke perut. Posisinya bisa duduk atau bersila. Sebisa mungkin jangan bersandar. Lakukan minimal sepuluh menit. Kalau dasarnya sudah kuat akan timbul aliran hawa hangat di perut. Jika dilakukan terus akan terbentuk atmosfir udara di sekeliling tubuh sehingga menimbulkan perasaan sejuk
2. Teknik PerNafasan Dada
Tarik nafas lewat hidung, dada yang mengembang. Usahakan posisi perut tetap rata,sehingga udara tidak terlalu banyak masuk ke perut. Tahan senyaman mungkin. Idealnya minimal 3 detik. Semakin lama semakin bagus, namun yang terpenting yaitu disesuaikan dengan kesanggupan masing-masing, jika merasa nyaman pertahankan kondisi ini beberapa saat lamanya. Lalu hembuskan lagi secara halus lewat mulut. Jika ini dilakukan maka dada ikut mengempis. Usahakan semua otot tubuh rileks. Cukup pindahkan perhatian pikiran ke dada. Lakukan minimal 10 menit juga. Kalau ada rasa hangat di dada pertahankan fokus perhatian ke rasa hangat itu.
3. Teknik PerNafasan Diafragma
Tarik nafas lewat hidung, dan usahakan dada dan juga perut bersamaan ikut mengembang.
Pindahkan fokus perhatian ke ulu hati. Biasanya ada sedikit terasa tekanan di area ulu hati. Tahan senyaman mungkin, lalu hembuskan nafas secara halus lewat mulut sambil
mengempiskan dada dan perut. Tetaplah rileks…Lakukan minimal 10 menit juga.
Tata Urutan latihan harus seperti diatas, nafas perut, lalu pindah ke nafas dada, lalu
langsung pindah ke nafas diafragma. Usahan perpindahan antara tiap nafas secara perlahan-
lahan selembut mungkin, Lakukan terus menerus tanpa terputus. lalu lakukan lagi tehnik pernafasan perut dengan sikap tetap rilex dan sesantai mungkin, fokuskan perhatian ke area solar plexus (antara pusar dan perut bagian bawah). Lakukan sampai terasa hawa hangat di area ini, kalau terasa teruskan pernafasan perut ini minimal 5 menit lagi. Kalau tidak terasa hawa hangat, cukup lakukan pernafasan perut sampai suhu tubuh normal atau hawa disekeliling menjadi sejuk. Hal Ini harus dilakukan manfaatnya dapat menyimpan tenaga dalam yang sudah bangkit tadi di solar plexus…
Tahap ke-II sesudah itu duduk/bersila, posisikan kedua telapak tangan di atas lutut dengan telapak tangan menghadap keatas. Niatkan menyerap energi alam dan ditampung ditelapak tangan. Dengan berniat secara reflek otak mengirimkan perintah ke tubuh untuk
mempersiapkan diri menyerap energi. sesudah itu rasakan dikedua telapak tangan anda,
apakah ada sensasi energi atau tidak? Jika merasakan getaran Energy, jaga dan pertahankan
fokus perhatian ke kedua telapak tangan, sampai terasa berat/hangat sekali. Lalu
visualisasikan energi yang diserap diantara kedua telapak tangan dan membentuk bola
energi. sesudah dirasakan cukup (bisa dirasakan sendiri apakah cukup atau belum) dorong
Energy Alam yang berada diatas ubun-ubun dan niatkan memasukkannya kedalam tubuh
melalui ubun-ubun (dalam REIKI dikenal sebagai teknik menyerap energy Alam
Semesta/energi Illahi melalui Cakra mahkota). lalu angkat kedua telapak tangan yang
sudah ada bola energinya tadi ke atas ubun-ubun (Cakra Mahkota) lalu gerakkan ke arah
belakang kepala sambil berniat/membayangkan energi masuk dan menyebar ke seluruh
tubuh. lakukan berulang minimal sampai 5 kali (Teknik seperti ini dikenal juga dalam tradisi
Pranashakti Dharana)
Bagi yang tidak merasakan sensasi energi ditelapak tangan pada saat melakukan
penyerapan energi alam ini, silakan lakukan latihan kepekaan dasar berikut:
1. Gosok-gosokan kedua telapak tangan perlahan-lahan, lalukan dalam irama yang makin
lama makin cepat sampai kedua telapak tangan terasa panas.
2. sesudah terasa panas, pisahkan kedua tangan dalam jarak +/- 25-30 cm, dalam posisi
saling berhadapan didepan dada.
3. Fokuskan perhatian ke ruang kosong antara kedua telapak tangan, rasakan sensasi
gelombang elektromagnetic yang terjadi.
4. jika terasa sensasi energi yang cukup kuat, jauhkan jarak antara kedua telapak
tangan perlahan-lahan sambil tetap merasakan sensasi energi yang ada.
5. Tahan jarak kedua telapak tangan sampai maksimal +/- 60 cm. lalu dekatkan lagi
perlahan-lahan.
6. Ulangi langkah 1-5 diatas beberapa kali,
Untuk pelatihan teknik Pernafasan ini agar jangan disatukan atau dimodifikasi dengan
teknik latihan lain walaupun mirip. sebab pada teknik lalu akan diuraikan teknik
membuka jalur energi yang lebih besar, jika di campur dengan teknik lain dikuatirkan akan
berakibat buruk bagi kesehatan. Jangan improvisasi atau memodifikasi dulu dengan yang
lainnya. Olah nafas meliputi 3 aspek pernafasan yaitu nafas perut,nafas diafragma, nafas dada.
Nafas perut bermanfaat untuk : Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh di bagian perut;
Memperbaiki sistem pencernaan; Memperkuat antibodi tubuh; Menyehatkan ginjal, liver, dan usus;
Meningkatkan penyerapan sari-sari makanan; Memperbaiki kualitas tidur (lebih nyenyak);
Mempercepat proses regenerasi sel dan pemulihan tubuh di saat sakit. Adapun teknik melakukan nafas perut yaitu : Tarik nafas melalui hidung; Pada saat menarik nafas, perut dikembungkan; Lalu buang nafas melalui hidung; Tidak ada penahanan nafas, Nafas diafragma bermanfaat untuk : Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh di bagian
dada bawah; Menguatkan imunitas tubuh; Memperkuat dan meningkatkan kinerja jantung;
Memperlancar peredaran darah; Membantu mempercepat proses pembentukan energi tubuh untuk dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan. Untuk teknik melakukan nafas diafragma yaitu : Tarik nafas melalui hidung; Pada saat menarik nafas, perut dan dada dikembungkan secara bersama-sama;Lalu tahan nafas (bukan menekan); Buang nafas melalui mulut dengan cara sedikit ditahan di tenggorokan sehingga sedikit mengeluarkan suara. Nafas dada bermanfaat untuk: Menyehatkan dan memperbaiki fungsi organ tubuh bagian dada atas; Menyehatkan dan menguatkan fungsi paru-paru; Meningkatkan stamina; Membantu proses peredaran darah ke bagian tubuh menjadi lebih optimal;Meningkatkan kinerja otak. Untuk melakukan nafas dada berikut yaitu tekniknya:
Tarik nafas melalui hidung; Pada saat menarik nafas, dada dikembungkan; Lalu
tahan nafas (bukan menekan); Buang nafas melalui mulut pelan-pelan dan sedikit
ditahan di tenggorokan sehingga sedikit mengeluarkan suara
Asma bersifat ringan , namun dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas ,asma pemicu
kecacatan ,asma yaitu inflamasi komplek yang mengendalikan perubahan klinis dan fisiologi. Sebagai penyakit heterogen, asma ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. Gejala asma yaitu mengi, sesak napas, sesak dada batuk ,dari waktu ke waktu dan mengalami keterbatasan aliran udara ekspirasi.pencegahan asma seperti menghindari stress, cuaca dingin, debu, rokok ,
alergen , namun masih belum menandakan adanya peningkatan kontrol asma secara baik. Gejala asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologis maupun non farmakologis, terapi farmakologis seperti pemberian obat pelega dan terapi inhalasi. Pemberian terapi farmakologis untuk merelaksasi otot polos bronkus,meningkatkan bersihan mukosilier dan modulasi pelepasan mediator alergen dari sel mast, namun meskipun pasien sudah melakukan pengobatan asma, masih 60% pasien dengan kondisi tidak teratasi , 20% teratasi sebagian, 10% teratasi penuh. menandakan sebagian besar pasien tidak teratasi , meskipun sudah melakukan pengobatan asma.Salah satu terapi non farmakologis yang dapat meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma yaitu latihan yoga pranayama dan Endurance
exercise. Yoga disarankan pada program rehabilitasi paru,terbukti meningkatkan koordinasi pikiran dan tubuh. Yoga olahraga low impact” yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan melalui asana (postur yoga) dan pranayama
(teknik pernapasan). adanya peningkatan parameter faal paru, peningkatan kapasitas difusi,
menurunkan angka stress akibat sesak Latihan ketahanan (endurance exercise) memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitokondria yang meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya, mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, peningkatan kualitas hidup. ada pengaruh latihan yoga pranayama dan endurance
exercises terhadap peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) dan kontrol asma.
Penelitian ini memakai Quasy Experiment dengan pendekatan pre-post test control group design.
Intervensi kombinasi latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 2 kali seminggu selama 6 minggu. sukarelawan dikumpulkan di halaman sekitar rumahsakit kemudian diajak untuk melakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama penelitian sukarelawan didampingi oleh instruktur dan peneliti untuk menjaga jika ada efek samping dari intervensi.
Sehingga intervensi dilakukan didekat fasilitas kesehatan , Pada golongan intervensi melakukan Pengukuran nilai APEP satu kali tiap minggu sesudah melakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu berturut-turut, dilakukan sebanyak 3
kali pemeriksaan dan diambil nilai yang tertinggi disetiap pengukuran sedang pada golongan kontrol diberikan modul latihan kombinasi yoga
pranayama dan endurance exercise dan pengobatan yang sesuai dengan SOP di Poli Paru rumahsakit nilai Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) diukur dengan Peak Flow Meter dan nilai kontrol asma diukur dengan Asthma Control
Test (ACT). analisa data memakai paired t-test, Mann-Whitney, Wilcoxon test, dan Uji Manova.Perbedaan antara pre-post latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise antara golongan intervensi dan golongan kontrol dievaluasi memakai uji statistik Wilcoxon test dan uji Manova. Terjadi peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) menonjol sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh
nilai (p < 0,05) dan kontrol asma pada golongan intervensi (p < 0,05) dibandingkan dengan golongan kontrol diperoleh nilai (p > 0,05).
ini berarti latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises meningkatkan APEP dan kontrol asma.berdampak positif pada perbaikan paru jika dilakukan secara teratur ditambah dengan pemberian modul latihan yoga pranayama dan endurance exercises. Latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises diterapkan oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, pasien asma juga mengikuti terapi farmakologi , gizi dan psikologi ,saat tubuh memperoleh stimulus pernapasan yoga dan Endurance Exercise maka tubuh berespons. Penelitian ini menganalisa pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercises terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi dan
kontrol asma.memakai Quasy Experimen dengan pendekatan prepost test control group design, Pengambilan sampel dilakukan dengan Teknik consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dengan total 72 relawan . Intervensi
kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 2 kali perminggu, selama 6 minggu. Nilai arus puncak ekspirasi paksa (APEP) diukur dengan Peak Flow Meter dan nilai kontrol asma diukur dengan Asthma Control Test (ACT). analisa data memakai paired t-test, Mann-Whitney, Wilcoxon test, dan Manova.Hasil: Perbedaan antara pre-post latihan kombinasi yoga pranayama dan
endurance exercise antara golongan intervensi dan golongan kontrol dievaluasi memakai uji statistik Wilcoxon test dan uji Manova. Terjadi peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Paksa (APEP) sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh nilai (p < 0,05) dan kontrol asma pada golongan intervensi (p < 0,05) dibandingkan dengan golongan kontrol diperoleh nilai (p > 0,05).
ini berarti latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercises meningkatkan APEP dan kontrol asma.,Latihan yoga pranayama dan endurance exercise meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma.asma dianggap dipicu oleh spasme otot polos, saat ini asma suatu inflamasi komplek yang mengendalikan perubahan klinis dan fisiologi. penderita asma mengalami ketergantungan terhadap obat dan alat bantu pernapasan yang memerlukan biaya mahal.
Obstruksi saluran pernapasan merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama ekspirasi, sehingga proses ventilasi terganggu. pengobatan penyakit asma jangka
panjang dengan mempertahankan kualitas hidup pasien agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
pengobatan asma untuk menurunkan gejala, mencegah kekambuhan dan penurunan konsumsi kortikosteroid bisa teratasi ,pengendalian asma dengan memakai alat ukur Asthma Control Test. Asthma Control Test merupakan metode evaluasi dengan cara menilai score akhir yang diperoleh dari jawaban pertanyaan yang diajukan pada pasien asma. Hasil score ini digolongkan menjadi 3 kategori yaitu teratasi penuh, teratasi sebagian dan tidak teratasi . ini membantu penderita asma untuk menentukan perlunya berkonsultasi dengan tenaga kesehatan ,Arus puncak ekspirasi menandakan kondisi saluran napas dan besarnya
aliran udara maksimum yang dicapai saat ekspirasi dengan usaha paksa secara maksimal dari kapasitas paru total ,Arus puncak ekspirasi dipakai untuk mengevaluasi efek dari berbagai faktor seperti terapi obat, pajanan polusi udara, dan kaliber jalan napas , Nilai normal arus puncak ekspirasi pada laki-laki dewasa yaitu 400-600 L/mnt dan wanita dewasa rata-rata antara 300-500 L/mnt. sedang pada anak-anak rata-rata 200-400 L/mnt . Penilaian beratnya gangguan yang terjadi dapat dinilai dengan tes faal paru yaitu dengan
pemeriksaan arus puncak ekspirasi paksa. Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan sederhana memakai Peak Expiratory Flow
Meter (PEF meter). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) dilakukan dengan ekspirasi paksa
melalui prosedur standar. Pemeriksaan bergantung kepada kemampuan penderita sehingga diperlukan kerjasma. Untuk memperoleh nilai akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Hasil tes faal paru pada pasien asma, dapat diketahui adanya obstruksi jalan napas bila rasio VEP1 (volume ekspirasi paksa detik Pertama) atau kapasitas vital paksa (KVP) <75% atau VEP1 <80%
nilai prediksi ,Gejala asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologis maupun non
farmakologis, terapi farmakologis contohnya pemberian obat pelega dan terapi inhalasi. Pemberian terapi farmakologis untuk merelaksasi otot polos bronkus, meningkatkan bersihan mukosilier dan modulasi pelepasan mediator
alergen dari sel mast, namun meskipun pasien sudah melakukan pengobatan asma, masih ada 70% pasien dengan kondisi tidak teratasi , 20% teratasi sebagian, 10% teratasi penuh , ini
menandakan bahwa sebagian besar pasien tidak teratasi , meskipun sudah melakukan pengobatan asma. Terapi non farmakologis dipakai sebagai penunjang terapi farmakologis untuk
meningkatkan arus puncak ekspirasi (APE) dan derajat kontrol asma. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat meningkatkan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma yaitu latihan yoga pranayama dan Endurance exercise.
latihan ekstremitas atas, Tai Chi dan yoga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien asma. sebagai program rehabilitasi paru terapi fisik meningkatkan koordinasi pikiran dan tubuh.
Yoga yaitu metode pelatihan fisik, memberi ketenangan pikiran ,memberi relaksasi tubuh, melancarkan peredaran darah, mengendalikan pernapasan. Latihan pernapasan hidung dalam yoga yang akan mengaktifkan respons otak bagian
hipotalamus, didalam hipotalamus respons neuromotor mempengaruhi belahan otak yang mengatur emosional dan motivasi yang baik dan memberi pengaruh pada penderita asma ,
latihan ketahanan memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot,
juga terjadi pembesaran mitokondria yang meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. sesuai kebutuhan pasien
asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya. mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, dan peningkatan
kualitas hidup , 70% penderita asma yang dipicu oleh alergi dan demam 30%,diantaranya memiliki asma yang dipicu oleh exercise induced asthma (EIA). namun tidak
berarti penderita EIA dilarang untuk melakukan kegiatan exercise, sebab dengan melakukan Exercise yang baik dan teratur akan mengurangi kekambuhan dan mengurangi ketergantungan obat asma ,Bagi penderita asma melakukan aktivitas fisik kegiatan berat menjadi pemicu terjadinya serangan asma . olahraga justru diperlukan penderita asma untuk melatih otot
dada agar pernapasan menjadi lebih lancar. Olahraga yang bisa dilakukan penderita asma bukan olahraga dengan intensitas gerakan yang cepat dan berat. Olahraga yang dapat dilakukan oleh penderita asma antara lain, latihan pernapasan, bersepeda santai, berenang, berjalan, dan yoga ,
Asma merupakan penyakit kompleks dengan beberapa ekspresi phenotypic, yaitu penyakit multifaktorial yang diakibatkan oleh pengaruh
antara predisposisi genetik terhadap peyakit alergik dan faktor lingkungan yang meningkatkan peradangan. Faktor lingkungan termasuk produk mikroba, makanan dan alergen, stress dan infeksi,
Asma yaitu gangguan inflamasi kronis yang ditandai dengan hipersensitivitas saluran udara dan obstruksi jalan napas episodik reversible.
Gejala khas asma meliputi mengi, batuk, dada sesak, dan dyspnea (sesak napas), selain disfungsi fisiologis, distress dalam bentuk depresi, kecemasan dan gangguan emosional
gangguan fungsi pada penderita asma dipicu oleh adanya penyempitan saluran pernapasan yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeabronkial, hingga lumen mengecil. Cabang halus bronkus yang tidak memiliki cincin tulang rawan akan memicu penyempitan sehingga terjadi
sesak napas. Dalam kondisi ini, seluruh otot bantu pernapasan bekerja dan difungsikan dengan maksimal. Perubahan struktural pada penderita asma meliputi hilangnya integritas epitel, penebalan membran basal, fibrosis subepitelial, pembesaran kelenjar mukosa dan sel goblet, massa otot polos yang meningkat, integritas tulang rawan berkurang, dan meningkatkan vaskularisasi saluran napas ,
Asma dapat dipicu oleh banyak faktor Interaksi dua faktor yang memicu terjadinya asma yaitu faktor penjamu seperti gen, atopi, etnis atau ras, jenis kelamin, hiperresponssif bronkus dan faktor lingkungan yang memicu serangan asma , asma yaitu alergen, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga yang berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja , kebiasaan merokok, memakai bahan kimia obat anti nyamuk, parfum
Pada saat serangan asma , ditandai dengan rasa dada sesak, dypsnoe, wheezing dan batuk. Pada pemeriksaan ditemukan tachycardia, tachypnea dan ekspirasi memanjang. Suara wheezing menyebar terdengar saat auskultasi. Pada beberapa serangan dapat terjadi pemakaian otot-otot tambahan pernapasan, retraksi interkostal, bunyi wheezing dan suara paru yang melemah. Fatigue, anxiety, kekuatan dan kesulitan bicara sebelum menarik napas merupakan kondisi
yang progresif. Tanpa penanganan asma berkembang menjadi gagal napas dengan hypoxemia, hypercapnia dan asidosis. Pasien
memerlukan intubasi dan ventilator mekanik dan obat-obatan , penderita asma dengan gejala sesak napas menetap akan mengalami penurunan faal paru , ini dialami penderita asma kronis sebab adanya proses inflamasi dan proses airway remodeling. Akibat nya akan mengalami gejala sesak napas yang akan menganggu aktifitas sehari-hari ,pengobatan asma didasarkan pada tingkat penyakit dan kemunduran dari spasme jalan napas. pengobatan asma untuk mencegah asma menjadi bertambah buruk, langkah pengobatan asma, yaitu : Menentukan klasifikasi asma untuk menentukan jenis obat dan jenisnya,Menghindari faktor pemicu yang bersifat beragam pada masing-masing penderita ,Meningkatkan kebugaran dengan olahraga seperti renang, Asma teratasi bila gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam, tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk Exercise, kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan), variasi harian APE kurang dari 20%, nilai APE normal atau mendekati normal, obat samping obat minimal (tidak ada),tidak ada kunjungan gawat darurat ,Manfaat Exercise bagi penderita asma yaitu saat penderita mengalami sesak napas akan memicu tubuh berusaha melakukan kompensasi antara lain dengan meningkatkan otot-otot pernapasan, maka dengan
Exercise atau melakukan latihan fisik akan terjadi peningkatan efisiensi kerja otot pernapasan dan memperbaiki fungsi pertukaran gas O2 dan CO2. Harus waspada terhadap kemungkinan munculnya serangan asma sesak napas pada saat olahraga, khususnya bagi penderita Exercise Induced Asthma/EIA (penderita mengalami serangan asma asma jika melakukan olahraga),Bentuk Exercise yang disarankan antara lain; berenang, bersepeda, jalan kaki atau lari pelan-pelan , Jenis Exercise yang kurang baik bagi penderita asma yaitu lari cepat dan lama,Respirasi merupakan gerakan reflek yang terjadi pada otot pernapasan yang diatur oleh pusat pernapasan yang terletak pada medulla oblongata dan korteks serebri. Otot pernapasan yang berperan pada inspirasi yaitu muskulus diafragma dan muskulus intercostalis externus. Pada saat inspirasi otot ini mengalami kontraksi. Disamping kedua otot ini , pada inspirasi dapat bekerja pula otot pernapasan lainnya yang dinamakan otot pernapasan tambahan, yaitu; muskulus scalenus, muskulus stemocleidomastoideus, muskulus pectoralis, muskulus serratus anterior, muskulus trapezius, muskuluslatissimus dorsi dan muskulus levator costarum. Otot pernapasan tambahan yang
penting yaitu muskulus stemocleidomastoideus, yang dibuktikan dengan adanya keaktifan listrik pada inspirasi yang kuat (kerja dan dyspnoe). Pada saat inspirasi muskulus diafragma dan muskulus intercostalis externus mengalami relaksasi,
Pada ekspirasi kuat dipakai pula otot-otot ekspirasi yaitu muskulus intercostalis internus, muskulus serratus posterior minor dan triangular muscle of sternum, Diafragma yaitu otot primer pernapasan dan membatasi toraks bagian bawah dengan abdomen. Diafragma berbentuk kubah pada posisi relaksasi, puncaknya menyentuh pada Prosesus Xipoideus, sternum dan tulang costa bagian bawah, meningkatkan ruang rongga toraks dan mengembangkan paru. Suplai saraf diafragma (saraf phemik) melalui tulang belakang,
Kontraksi otot intercostal meregangkan tulang costa untuk menambah diameter anteroposterior dan lateral rongga thoraks. Kontraksi interkosta eksternal bertanggung jawab sebesar 25% dalam usaha memasukkan udara masuk selama
pernapasan normal. Pada saat inhalasi normal tekanan antar kedua lapisan pleura (intratorasik) subatmosfer lebih rendah dari tekanan atmosfer. Sebelum inhalasi ± 4 mmHg lebih kecil dibandingkan tekanan atmosfer atau ± 756 mmHg pada tekanan atmosfer 760 mmHg. Otot yang berperan dalam inhalasi yaitu sternokleidomastoideus, skalen, interkosta eksterna dan diapragma. sedang otot yang berperan dalam ekhalasi yaitu otot interkosta internal, obliq internal dan eksternal, abdominis tranversus dan rektus abdominis ,Otot-otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pada pasien asma akan terjadi bronkospasme dan bronkokontriksi pada jalan napas ini akan memicu peningkatan resistensi aliran udara, obstruksi, hiperinflasi pulmoner dan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi.
Manifestasi klinis yang diperlihatkan yaitu rasa dada sesak dan dypsnoe. Pada kondisi ini akan memicu peningkatan kerja otot-otot pernapasan, sebagai bentuk mekanisme tubuh untuk tetap mempertahankan ventilasi paru. namun lama
kelamaan otot pernapasan mengalami kelemahan yang akan memicu penyakit bertambah buruk. Banyak kondisi penyakit yang berkaitan dengan penurunan fungsi otot respirasi, antara lain yaitu kelemahan atau peningkatan fatiq pada otot pernapasan yang dipicu perubahan metabolik atau struktur dari otot ini , kegagalan aktivitas saraf yang mengatur otot pernapasan seperti pada multiple sclerosis, kelemahan otot akibat perubahan mekanik pada sistem pernapasan yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan kerja otot pernapasan seperti pada emphysema, atau kombinasi dari faktor-faktor diatas seperti pada gagal jantung kronis. Kontraksi otot yang kuat dan lama akibat gangguan proses ekspirasi pada pasien asma akan memicu kelelahan otot pernapasan. Kelelahan otot sebagian besar
dipicu sebab ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolisme serat-serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama, selain itu penyebaran sinyal saraf melalui hubungan neuromuscular akan menurun sesudah aktivitas otot yang lama jadi mengurangi kontraksi otot lebih lanjut. Hambatan aliran darah yang menuju
ke otot yang sedang berkontraksi memicu kelelahan otot hampir sempurna selama satu menit atau lebih, sebab kehilangan suplai makanan terutama kehilangan oksigen,Untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan ada beberapa tindakan
atau intervensi keperawatan yaitu:
Senam asma,Gerakan-gerakan asma terutama gerakan inti A dan gerakan inti B yaitu untuk melatih otot pernapasan, sehingga kekuatan otot pernapasan lebih meningkat ,Latihan Fartlek yaitu berlari dengan berbagai variasi kecepatan lari sesuai dengan kondisi pasien ,sangat berpengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi, sebab fartlek menguatkan otot-otot pernapasan ,
Breathing Retraining yaitu rehabilitasi pulmonal untuk menurunkan sesak napas dengan cara diafragma breathing dan push-lip breathing. Pursed-lip breathing yaitu mengeluarkan udara (ekshalasi secara lambat). Melalui mulut dengan bibir mencucut/dirapatkan/setengah tertutup. Selama pursed-lip breathing, tidak ada aliran udara pernapasan terjadi melalui hidung sebab sumbatan involunter dari nasofaring oleh palatum lunak. Pursed-lip breathing memicu obstruksi terhadap aliran udara ekshalasi , meningkatkan tahanan udara, menurunkan gradien tekanan transmural , mempertahankan jalan napas. ini menurunkan pengeluaran udara yang terjebak, sehingga dapat mengendalikan ekspirasi dan
memfasilitasi pengosongan alveoli secara maksimal. Tujuan diafragma breathing dan push-lip breathing yaitu membantu pasien mengendalikan pola napas, meningkatkan ventilasi, meningkatkan batuk efektif dan meningkatkan
kekuatan otot pernapsan,
kontrol diartikan sebagai pencegahan penyakit
atau penyembuhan namun istilah ini tidak berlaku untuk asma. Istilah kontrol untuk asma yaitu pengendalian terhadap manifestasi penyakit.
manifestasi klinis juga nilai gambaran patofisiologis penyakit dengan pemeriksaan seperti biopsi endobronkial dan pengukuran eosinophil sputum dan ekshalasi nitric oxide.
Namun sebab biaya dan atau ketidaksediaan pemeriksaan ini maka disarankan pengobatan ditujukan untuk mengendalikan klinis penyakit ,
Asma tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan pengobatan yang tepat. Tujuan dari kontrol asma yaitu menurunkan frekuensi serangan asma asma, perbaikan inflamasi saluran pernapasan dan meningkatkan aktifitas fisik dan faal paru ,Asma digolongkan menjadi well controlled, partly controlled dan uncontrolled. Asma yang teratasi dapat diartikan dengan banyak cara. asma teratasi secara klinis memicu penurunan risiko eksaserbasi yang akan terjadi. Namun, pada beberapa pasien tertentu dapat mengalami eksaserbasi meskipun kontrol sudah kuat dan biasanya memiliki beberapa fenotip yang
dominan, Beberapa standarisasi pengukuran untuk menilai asma teratasi dengan memakai sistem skor di mana tujuan terapi mengembangkan nilai numerik untuk dapat membedakan tingkat kontrol. Semua ini dapat dilakukan dengan memakai asthma ControlQuestionnaire (ACQ), Asthma Control Test (ACT), the childhood Asthma Control
Test (C-ACT), the Asthma Therapy Questinnaire (ATAQ) dan Asthma Scorring Sistem (ASS) , penilaian risiko berikutnya (risiko eksaserbasi, tidak stabil, penurunan faal paru, efek samping)
hal yang tidak diharapkan yaitu: kondisi klinis tidak teratasi , sering eksaserbasi dalam satu tahun terakhir, memerlukan perawatan rumah sakit sebab kondisi kritis asma, faal paru (VEPs)
rendah, pajanan asap rokok, memakai pengobatan dosis tinggi,Catatan:
teratasi : harus memenuhi semua kriteria
teratasi sebagian : 1-2 kriteria dalam seminggunya
Tidak teratasi : ≥kriteria teratasi sebagian dalam seminggunya,Hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu teratasi tidak hanya menilai manifestasi klinis asma, namun juga inflamasi dan penanda patofisiologi dapat dijadikan prediktor risiko eksaserbasi dan penurunan faal paru, yang tidak
berkaitan dengan derajat kontrol pasien asma ,
Instrument ACT dipercaya disarankan secara international, dapat dilakukan oleh pasien sendiri, sudah tersedia dalam berbagai bahasa , dapat dilengkapi sebelum atau selama konsultasi dengan dokter. dapat dipakai di lapangan oleh para praktisi kesehatan ,Pada ACT ada 5 pertanyaan yang harus dijawab pasien berdasar jawaban ini diberikan skor untuk menilai kondisi asma. Lima pertanyaan dalam ACT merupakan pertanyaan yang memiliki validitas untuk membedakan derajat kontrol asma. Penilaian dengan ACT ataupun spirometry yaitu untuk menilai asma kontrol (masing-masing p<0,0001). Dibandingkan pemeriksaan spirometry, maka ACT lebih akurat dalam menilai kontrol asma (ROC 0,77 vs 0,72), namun jika keduanya digabungkan (ACT dengan spirometry) maka akurasi akan lebih meningkat (ROC 0,81) ACT dipakai sebab memiliki kelebihan yaitu: memiliki target numerik yang memudahkan dokter dalam menjelaskan ke pasien
Mudah dipakai , memiliki cut-points untuk membedakan kondisi teratasi (≥20) dan tidak
teratasi (≤19),Dapat dipakai dalam penilaian sesaat dan penilaian respons jangka panjang
Pranayama yaitu kata sansekerta yang berisi prana dan ayama, prana berarti self-energi kekuatan hidup dan ayama berarti ekstensi. Pranayama sebagai perluasan dan kontrol prana melalui berbagai teknik yoga. Pranayama yaitu proses
pernapasan ilmiah dengan kontrol terhadap prana tercapai. penghubung antara praktik yoga fisik (asana) dan mental (meditasi) ,Yoga yaitu metode Hindu kuno untuk meningkatkan control mental dan fisik tubuh untuk mempengaruhi semangat universal. Yoga meningkatkan kekuatan, fleksibilitas dan kemampuan paru, Bila kekuatan hidup terganggu, akan memicu ketidakharmonisan fisik, mental, emosional dan spiritual. Pranayama membawa kesadaran untuk bernapas dan membentuk kembali kebiasaan dan pola pernapasan. Inti dari pranayama yaitu pernapasan lambat dan mengurangi ventilasi. berbeda dengan pernapasan dangkal yang hanya menyegarkan
udara di dasar paru, Latihan ini menguatkan sistem pernapasan, menenangkan sistem saraf, membantu mengurangi kecanduan, menguatkan
sistem kekebalan tubuh. Pernapasan juga berperanan penting dalam metabolisme tubuh, yaitu proses tubuh menguraikan nutrisi ,Latihan pernapasan yoga (pranayama) dilakukan dengan duduk dalam salah satu postur duduk yoga (asana), dengan posisi tulang punggung yang tegak
dari tulang ekor sampai ke puncak kepala. Pada posisi ini memaksimalkan kapasitas ruang ventilasi paru saat bernapas dan menjaga agar aliran prana dapat mengalir dengan lancar di sepanjang shushunma nadi di tulang punggung ,
Dalam latihan pernapasan yoga (pranayama), pasien hanya menghirup maupun mengeluarkan napas melalui hidung, kecuali dalam situasi khusus,
posisi yang baik untuk melakukan latihan pernapasan yoga (pranayama) yaitu posisi sukhasana. Padmasana, sidhasana dan vajrasana. Latihan pernapasan yoga minimal dilakukan 20-25
menit setiap hari. Bernapas yaitu suatu kebutuhan dalam kehidupan pasien , dalam Yoga diajarkan untuk bernapas secara lambat dan cepat. Latihan bernapas bermanfaat untuk tekanan pernapasan dan daya tahan, meningkatkan kekuatan otot pernapasan. Relaksasi otot-otot pernapasan yang akan menstabilkan emosional yang akan menjadi mediator penurunan faktor serangan asma ,
Penderita asma akan mengalami hiperventilasi, di mana CO2 yang berlebihan di dalam darah dan jaringan yang dapat memicu hipoksia. Penderita asma mengalami penyempitan arteriol otot polos, terutama di pembuluh otak yang akan menjadi hipoksia serebral. Yoga mampu membantu kondisi hiperventilasi dengan latihan pernapasan untuk meningkatkan suplai O2 ,Yoga membantu relaksasi otot-otot pernapasan yang mengalami spasme akibat serangan asma asma, relaksasi bronkus, relaksasi otot polos dan relaksasi pikiran,
di mana kerja saraf simpatik yang menurun sehingga menghemat energi dalam tubuh. Latihan relaksasi menstabilkan tingkat emosi penderita, impuls dari korteks emosional ke hipotalamus akan berkurang yang diakibatkan oleh naiknya kerja pada pusat parasimpatis dengan efek pada sistem pernapasan, pusat vasomotor yang rileks, berkurangnya denyut jantung dan tekanan darah
sehingga memicu perasaan yang tenang. Selain kerja saraf parasimpatik yang meningkat, juga terjadi peningkatan sekresi endogen melatonin yang baik untuk psikologi ketentraman, Latihan pernapasan yoga memfokuskan pada pengendalian pernapasan dan pikiran. latihan ini
menguatkan sistem pernapasan, menenangkan sistem saraf, Mekanisme latihan pernapasan yoga terhadap perubahan fisik yang terjadi pada tubuh diawali dengan terciptanya suasana relaksasi alam sadar yang membimbing pada kondisi rileks yang mendalam. menghilangkan suara-suara dalam pikiran sehingga tubuh mampu melepaskan ketegangan otot. saat tubuh mulai santai pernapasan menjadi lebih lambat dan dalam, sehingga sistem pernapasan dapat beristirahat.
Melambatnya ritme pernapasan ini membuat detak jantung menjadi lebih lambat dan memberi pengaruh positif terhadap keseluruhan sistem sirkulasi dan jantung untuk beristirahat dan mengalami proses peremajaan. Sistem saraf
simpatik yang selalu siap beraksi menerima pesan aman untuk melakukan relaksasi sedang sistem saraf parasimpatik memberi respons untuk
relaksasi. Selai saraf simpatik, pesan untuk relaksasi juga diterima oleh kelenjar endokrin yang bertanggung jawab terhadap emosi dan fisik,
pernapasan yoga pranayama meningkatkan kemampuan ventilasi dan ekspansi dada, Breath Holding Time (BHT) dan arus puncak ekspirasi paksa ,Latihan pernapasan yoga dilakukan dengan mengatur dan mengendalikan pernapasan yang terdiri dari pengaturan Panjang dan durasi
tarikan napas (inhalasi), dan perhentian napas. Penapasan normal pada orang dewasa rata-rata 16-24 kali/menit. Dengan melakukan latihan pernapasan yoga kecepatan pernapasan akan menjadi lebih lambat dan setiap tarikan dan
hembusan napas akan menjadi lebih Panjang dan lebih penuh. ini dinamakan pernapasan dalam dan akan memampukan energi yang ada untuk bergerak mencapai setiap sel,Latihan pernapasan yoga dilakukan sambil duduk maupun berbaring.
Bentuk latihan pernapasan yoga sama dengan latihan pernapasan dalam low deep breathing, pursep lip breathing. Namun pada latihan pernapasan yoga ada latihan pernapasan lainnya yaitu bernapas bergantian dengan memakai salah satu lubang hidung, dan memasukkan unsur-unsur spiritualitas pada akhir latihan , Lakukanlah pranayama sesudah melakukan berbagai asana dan sebelum meditasi. Sepanjang latihan ini tubuh harus sesantai mungkin. Punggung, leher,
dan kepala harus tegak dan terpusat. Tidak boleh ada ketegangan. Napas tidak boleh ditahan lebih lama dari kemampuan kita. Ini yang terpenting sebab paru merupakan organ yang sangat lembut ,
Jangan melakukan dalam kondisi ruangan yang bau busuk, berasap, atau berdebu. posisi yang baik untuk melakukan kegiatan latihan pernapasan
yoga (pranayama) yaitu :
-Pose sidhasana
Duduklah dengan kaki kiri telentang. Letakkanlah salah satu tumit, contoh sebelah kiri diatas paha kanan, letakkan tumit yang lain, contoh sebelah
kanan pada tulang selangka.Susunlah kaki sedemikian rupa sehingga letaknya membuat rileks, kaki-kaki ini harus saling bersentuhan Pertahanan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit,
-Pose vajrasana
Duduklah dengan tegak dan julurkan kaki kedepan. Letakkan tangan diatas lantai disebelah paha. Tekuklah kaki kanan perlahan-lahan dibagian lutut,
demikian juga pada kaki kiri,Tekanlah berat badan pada kaki-kaki yang ditekuk tadi, kedua telapak kaki saling menindih. Hadapkanlah telapak kaki kearah atas. Paha pada posisi rapat,Jari-jari kaki boleh bersentuhan, boleh juga tidak dan tulang belakang harus tegak
- Pose sukhasana
Duduklah dengan tegak, rentangkan kaki kedepan. Letakkan tangan diatas paha. Tekuklah kaki kanan dibagian lutut, sehingga tumit menekan pangkal paha, jadi telapak kaki ini menyentuh paha kiri.
Tekuklah kaki kiri dan tekanlah tumit pada pangkal paha kanan, masukkanlah jari-jari kiri pada tekukan kaki kanan. Letakkan telapak tangan pada lutut, dapat juga meletakkan kedua tangan dipangkuan.
Pertahankan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit.
- Pose padmasana
Duduk diatas lantai, rentangkan kedua kaki kedepan. Letakkan secara perlahan kaki kanan diatas paha kiri dan telapak kaki kanan menghadap ke atas.Tekanlah tumit pada tulang kemaluan, letakkan kaki kiri diatas paha kanan, tekanlah tumit pada tulang kemaluan dan sentuhkan tumit kiri pada tumit kanan.. Letakkan telapak tangan pada masing-masing lutut, jari telunjuk menekuk
pada ibu jari atau letakkan kedua tangan dipangkuan ,Pertahankan sikap ini sambil melakukan pranayama selama 5-10 menit
jenis-jenis latihan pernapasan yoga (pranayama) :
-Sitali (pernapasan lidah)
Duduk pada salah satu posisi yoga, lakukan penggulungan lidah dari samping kearah tengah sehingga membentuk pipa. Tarik napas secara perlahan dan dalam melalui gulungan lidah ini . Tahan sebentar dan keluarkan kembali melalui hidung. Lakukan Teknik ini 5-10 putaran. Manfaat dari pernapasan ini yaitu untuk meredakan panas dalam dan sangat baik dilakukan dalam cuaca yang
panas atau saat berpuasa, mengatasi rasa haus dan lapar, dan mendatangkan rasa segar.
-Sitkari (pernapasan gigi)
Duduk pada salah satu posisi yoga. Lakukan penekanan pada ujung lidah ke celah diantara gigi atas dan bawah. Kemudian bernapas melalui celahcelah gigi.
- Dhirga Swasam (pernapasan yoga penuh)
Dhirga swasam pranayama merupakan teknik pernapasan dasar dalam pranayama dan dalam kehidupan. Manfaat latihan pernapasan ini yaitu
mengoptimalkan kapasitas paru, mengoptimalkan jumlah oksigen yang masuk kedalam tubuh, meningkatkan ketenangan pikiran, pernapasan ini menggabungkan napas pendek bahu , napas sedang dada dan napas dalam diafragma secara bersamaan ,Prosedur latihan pernapsan ini yaitu dengan duduk pada salah satu posisi yoga. Letakkan satu tangan diatas abdomen dan tangan yang lain di dada.Pertahankan tulang belakang tetap tegak dan kedua pundak rileks. Saat Tarik
napas, rasakan udara mengalir , meregangkan tulang rusuk bagian dada lalu mengangkat bahu. Saat mengeluarkan napas, udara akan mengempis mulai dari bagian bawah paru, tulang rusuk, dan terakhir bagian dada. Selalu bernapas melalui hidung dengan mulut tertutup dan lakukan prnapasan secara perlahan, dalam dan berirama
-Ujjayi (pernapasan berdesir)
Posisi duduk pada salah satu posisi yoga, sempitkan pita suara saat menarik napas melalui lubang hidung (mulut tertutup). Saat melalui epiglottis udara akan menggetarakan tenggorokan bagian belakang. saat napas keluar akan terdengar bunyi dari tenggorokan.
- Anuloma Viloma (pernapasan hidung alternative)
Duduk pada salah satu posisi yoga, Posisi tangan dalam visnhu mudra, Tutup lubang hidung kanan dengan ibu jari, tepat dibawah tulang hidung
kanan, Tarik napas dalam melalui hidung kiri selama 4 hitungan,Tutup lubang hidung kiri dengan jari manis dan kelingking tepat dibawah tulang hidung kiri dan tahan napas selama bisa dilakukan
Lepaskan ibu jari pada lubang hidung kanan, Ini merupakan satu putaran alternate nostrik breath. Ulangi hingga 5 putaran.
- Kapalabhati (pernapasn menghembus kuat)
Posisi duduk pada salah satu posisi yoga. Lakukan tarikan napas dalam dengan diafragma dan buang napas secara cepat yang akan menghasilkan bunyi
hembusan yang kuat. Fokuskan perhatian pada hembusan napas saja. Tarikan napas hanya merupakan reaksi spontan dan pasif dari hembusan napas. Rasakan otot perut dan dada terasa longgar dan rileks saat menarik napas.
Lakukan sebanyak 3 kali putaran, yang mana setiap putaran terdiri dari 11 tarikan dan hembusan napas kuat ,
Endurance Exercise memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek latihan endurance yaitu terjadi pembesaran serabut otot, pembesaran mitokondria meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Endurance terdiri dari:
- Daya tahan otot (Muscle endurance). Daya tahan otot sangat ditentukan oleh dan berkaitan erat dengan kekuatan otot. sehingga cara untuk
mengembangkan daya tahan otot sangat mirip dengan yang dipakai untuk meningkatkan kekuatan. Dalam latihan meningkatkan daya tahan otot, Teknikisotonik dan isokinetik harus dilakukan dalam tahanan (beban) yang lebih rendah dibandingkan latihan kekuatan kekuatan ,
-Daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah ,Peningkatan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah dapat dicapai melalui aktivitas aerobik. untuk meningkatkan VO2 maksimal dilakukan latihan anaerobik dengan interval istirahat ,pelaksanaan latihan daya tahan jantung-pernapasan-peredaran darah selalu terkait dengan tenaga aerobik dan anaerobik, yang mana unsur ini selalu terkait pula dengan sistem energi yang diperlukan. endurance exercise jantung-pernapasan-peredaran darah dapat dilakukan dengan : Lari lambat dengan interval, Jogging,
yang harus diperhatikan dalam latihan interval yaitu jarak ditentukan, kecepatan lari
ditentukan, Latihan fartlek atau speed play, yaitu latihan endurance untuk , mengembalikan, memelihara kondisi tubuh pasien asma. yaitu berlari dengan berbagai variasi kecepatan lari yang diinginkan ,memulai latihan endurance dengan lari
lambat-lambat, kemudian dilanjutkan dengan lari cepat pada jarak-jarak pendek secara intensif
Program latihan endurance exercise (Fartlek) dengan treadmill , latihan aerobik, di mana latihan ini hendaknya dilakukan dengan intensitas antara 50-88% VO2 max, atau 65-89% denyut jantung maximal untuk meningkatkan kebugaran
kardiorespirasi,Setiap sesi hendaknya berlangsung dengan durasi antara 20-50 menit. Setiap sesi latihan hendaknya diakhiri dengan pendinginan, dengan melanjutkan kegiatan ritmik ringan, sampai denyut jantung menurun sekitar 20x/menit lebih rendah dibandingkan saat melakukan latihan.
Bila penderita asma sudah memperoleh pengobatan pra-latihan namun masih mengalami bronkhokonstriksi, maka disarankan untuk
menghentikan latihan, sebab jika dilanjutkan akan
memperberat bronkokontriksi. Penderita yang menjadi mengi (napasnya berbunyi) saat
mengikuti olahraga hendaknya tidak melanjutkan aktivitasnya saat itu.Olahraga hendaknya dihentikan bila nilai APE-nya kurang dari 80% dari nilai terbaiknya. Melakukan kegiatan berat selama bronchoskontriksi dapat memicu tingkat kejenuhan O2 darah arteri sangat menurun,
terjadi akumulasi CO2 dan hiperventilasi paru yang memicu meningkatnya udara residu. ini memicu terjadinya dyspnoe (sesak napas) yang berat, broncho-konstriksi yang semakin berat dan kelelahan otot-otot respirasi .
Arus puncak ekspirasi yaitu aliran maksimum yang dicapai selama kapasitas vital paksa (KVP). ini terjadi sangat awal dalam maneuver kapasitas vital paksa (biasanya dalam 0,2 detik pertama jika manuver baik dilakukan). sehingga, arus puncak ekspirasi tergantung dari FEV1 (Foeced Expiratory Volume in One Second), Pada asma bronkial ada ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal pernapasan terutama pada ekspirasi yang dicerminkan rendahnya APE. APE yaitu nilai kekuatan aliran udara maksimal paru untuk menilai ada dan berat obstruksi jalan napas, respons pengobatan, dan yang terjadi pada pasien asma bronkial. Salah satu indikasi adanya obstruksi pada saluran pernapasan yaitu arus puncak ekspirasi paksa (APEP) menurun. APEP yaitu jumlah udara yang dikeluarkan secepat-cepatnya pada satu detik pertama sesudah
mengambil napas sedalam-dalamnya. Pada penyakit obstruksi, volume udara akan lebih lambat dikeluarkan. APEP merupakan beberapa udara (sekitar 4500ml) yang dapat didorong keluar dengan usaha sengaja sesudah pernapasan yang diukur dengan memakai spirometer,Obstruksi saluran pernapasan merupakan gangguan fisiologis pada asma akut. Gangguan ini menghambat aliran udara selama ispirasi dan
ekspirasi sehingga proses ventilasi terganggu. Untuk menilai beratnya gangguan yang terjadi dapat dinilai dengan tes faal paru yaitu dengan pemeriksaan spirometry. Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan yang lebih sederhana
dengan memakai Peak Ekspiratory Flow Meter (PEF meter). Hasik tes faal paru pada pasien asma, dapat diketahui adanya obstruksi jalan napas bila nilai rasio VEP1<80% nilai prediksi. Fungsional residual capacity (FRC), total lung capacity (TLC), dan residual volume (RV) akan mengalami suatu peningkatan sebagai akibat udara yang terperangkap didalam paru .Untuk menilai faal paru dipakai spirometer untuk mencatat grafik
pernapasan berdasar jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer ,
Spirometri merekam volume ekspirasi paksa dan
kapasitas vital paksa. Arus puncak ekspirasi paksa (APEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) yaitu volume dari udara yang dihembuskan dari paru
sesudah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (APEP). Kapasitas Vital paksa atau kapasitas vital paksa (KVP) yaitu volume total dari udara yang dihembuskan dari
paru sesudah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum.Jenis gangguan faal paru digolongkan menjadi 2 yaitu gangguan
faal paru obstruktif dan restriktif. pasien dianggap memiliki gangguan faal paru obstruktif bila nilai APEP/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan faal paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan
nilai standar ,
Manfaat APE dalam diagnosis asma,yaitu:
-Reversibility, yaitu perbaikan nilai APE ≥15% sesudah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)
- Variability APE harian selama 1-2 minggu. Variability juga dapat dipakai menilai derajat berat penyakit ,Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak
diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.
Cara pemeriksaan variability APE harian
Diukur pagi hari untuk memperoleh nilai terendah, dan malam hari untuk memperoleh nilai tertinggi. rata-rata APEP harian dapat diperoleh melalui 2
cara:
-Metode menetapkan variability APE yaitu nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari),Contoh :Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam contoh diperoleh APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) yaitu 300/400=75%. Metode ini paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai variability ,
-Bila sedang memakai bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malah hari
sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menandakan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%
dipertimbangkan sebagai asma.
Nilai arus puncak pasien dapat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai APEP ,yaitu:
-Merokok dapat mempercepat penurunan faal
paru. Walaupun hanya sebagaian kecil dari perokok akan bermanifestasi klinis menjadi penyakit paru obstruksi dan hanya sebagian kecil yang
memicu perubahan struktur jalan napas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan napas besar berupa hipertrofi dan hyperplasia
kelenjar mukus. Sehingga mempengaruhi nilai APE ,
-Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, polusi udara, memicu beberapa penyakit dan gangguan fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru. Zat yang banyak pengaruhnya terhadap saluran pernapasan dan paru yaitu sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon. Kandungan SO2, NO2 dan Ozon yang tinggi pada udara dapat menginduksi reaksi inflamasi pada paru dan gangguan sistem imunitas pada tubuh , Pajanan SO2 dapat memicu bronkospasme, sebagian SO2 akan tertahan disaluran napas atas, sebab bereaksi dengan air yang ada dilapisan
mukosa. Kejadian infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar dengan NO2, hal itu dipicu sebab terkjadi kerusakan silia, gangguan sekresi mucus dan fungsi makrofage alveolar dan gangguan imunitas humoral, sedang pajanan ozon meningkatkan hiperaktivitas bronkus pasien
asma maupun pada pasien sehat .
-Pengelompokkan berdasar jenis kelamin sangat penting sebab secara bilogis berbeda antara laki-laki dan wanita. Nilai APE pada laki-laki lebih besar dibandingkan wanita berdasar nilai normal arus puncak ekspirasi paksa (APEP). Sesudah pubertas anak laki-laki menandakan kapasitas faal paru yang lebih besar dibanding wanita. Kapasitas vital rata-rata laki-laki dewasa muda kurang lebih 4,6 liter dan wanita muda kurang lebih 3,1 liter, meskipun nilai jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan yang sama ,Laki-laki memiliki otot dalam sistem pernapasan yang lebih
kuat dibandingkan dengan wanita sehingga kemampuan untuk melakukan ekspirasi cenderung lebih besar dibandingkan pada wanita .
-Tinggi badan memiliki korelasi yang positif dengan APE, artinya dengan bertambah tinggi pasien , maka APE akan bertambah besar ,Tinggi badan dan berat badan mempengaruhi faal
paru, sebab pasien yang memiliki tubuh tinggi maka fungsi ventilasi parunya lebih tinggi dibandingkan yang bertubuh pendek .
-Pada orang kulit hitam, hasil faal parunya lebih kecil bila dibandingkan dengan orang kulit putih. bahwa ukuran thoraks kulit hitam lebih kecil dibandingkan orang kulit putih. perbedaan anatomis rongga dada akan mempengaruhi faal parunya,
-Faal paru pada masa kanak-kanak bertambah atau meningkat volumenya dan mencapai maksimal pada usia 9-21 tahun, sesudah usia itu faal paru terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia, Semakin tua usia pasien , maka fungsi ventilasi parunya akan semakin menurun elastisitas dinding dada. Selama proses penuaan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru, dan peningkatan jumlah ruang rugi. Perubahan ini memicu penurunan kapasitas difusi oksigen,
cara pengukuran arus puncak ekspirasi paksa (APEP),yaitu:
-Peak Flow Meter untuk mengukur titik tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi maksimal. dapat mendeteksi terjadinya penyempitan pada saluran pernapasan. Arus puncak ekspirasi paksa merupakan salah satu parameter yang diukur pada spirometry yaitu kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai dengan paru pada kondisi inspirasi maksimal,Saat ini alat baku yang dipakai untuk pengukuran APE ini yaitu Wright Peak Flow Meter yang dirancang oleh Wright dan CB Mckerrow ,Cara kerja alat ini berdasar asas mekanika yaitu deras arus udara yang ditiupkan melalui pipa peniup. Piston akan mendorong jarum penunjuk (marker). sebab piston dikaitkan dengan sebuah pegas, maka sesudah arus berhenti oleh gaya tarik balik (recoil) piston tertarik kedudukan semula dan jarum petunjuk berhenti pada titik jangkauan
piston terjauh. Nilai APE dibaca pada titik jarum penunjuk ini . Peak Flow Meter dapat memberi peringatan lebih awal terhadap pasien jika terjadi
perubahan pada fungsi sistem pernapasan.
Tahap-tahap dalam melakukan pengukuran APE memakai Peak Flow Meter ,yaitu:
Pasang Mouthpiece ke ujung Peak Flow Meter,
Posisikan pasien untuk berdiri atau duduk dengan punggung dalam kondisi tegak dan pegangan Peak Flow Meter dengan posisi horizontal mendatar tanpa menyentuh atau mengganggu gerakan marker. Pastikan marker berada pada posisi skala terendah (angka Nol), pasien menghirup napas sedalam mungkin, masukkan ke mulut dengan bibir menutup rapat mengelilingi Mouthpiece, dan buang napas segera dan sekuat mungkin. Saat membuang napas, marker bergerak dan menandakan angka pada skala, catat hasilnya.
Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3 kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien ini
atau nilai prediksi.
-Spirometer yaitu tes yang mendiagnosa berbagai kondisi paru, pasien yang menderita obstruksi paru kronis. Spirometer juga untuk monitor kinerja paru dalam menarik dan menghembuskan napas.Sebagai stimulus fokal atau stimulus yang dirasakan langsung oleh pasien yaitu ketidakseimbangan ventilasi pada pasien asma yaitu proses inspirasi terjadi obstruksi jalan napas sehingga memicu penurunan faal paru khususnya arus puncak ekspirasi paksa (APE), stimulus kontekstual yaitu adanya intake obat yang tidak kuat , sedang sebagai stimulus
residual yaitu terpapar alergen dan pemicu asma lainnya.Tindakan yang diberikan yaitu peningkatan respon adaptasi. memanipulasi stimulus fokal, kontekstual atau residual pada individu. Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien asma yang mengalami penurunan faal paru dengan memberi latihan yoga pranayama dan endurance exercise dengan harapan dapat meningkatkan faal paru pasien asma. saat kita bernapas (menghirup
udara), oksigen akan masuk kedalam saluran pernapasan melalui hidung, trachea, bronkus hingga ke kantung-kantung udara (alveoli) yang ada didalam paru. Alveoli diselimuti oleh pembuluh darah dan mengikat sel darah merah, sel darah merah yang kaya dengan oksigen ini mengalir ke seluruh tubuh dan otak. Peningkatan jumlah pasokan oksigen akan mengeliminasi
CO2, sehingga akan menurunkan rangsangan terhadap sistem saraf simpatis dan medula adrenal yaitu melalui penurunan norepinefrin dan
epinefrin. saat tubuh mulai santai, napas menjadi lambat dan dalam, begitu ritme pernapasan melambat, detak jantung akan ikut lebih lambat dan teratur. Sistem saraf simpatis yang selalu siap untuk beraksi menerima pesan untuk relaks, dan kemudian sistem saraf parasimpatis akan memberi respons terhadap relaksasi. Sesudah tubuh mengalami relaksasi, energi vital dari tubuh menjadi seimbang, kelelahan berkurang, pikiran dan emosi menjadi tenang ,Ventilasi optimal terjadi saat pasien asma mengikuti yoga pranayama.
Normalnya kita hanya memakai 10-15% saja dari kemampuan kita dalam bernapas sehari-hari. yoga meningkatkan jumlah udara yang dipertukarkan di dalam paru sehingga tekanan parsial oksigen di alveoli menigkat sehingga difusi di alveoli dan kapiler meningkat. Pada kondisi normal, jumlah udara yang masuk ke dalam paru dalam satu menit yaitu sebanyak 16 x 400 ml. sehingga, melakukan yoga akan memperkaya oksigen dalam tubuh.dengan melakukan kedua teknik ini diharapkan arus puncak ekspirasi dapat meningkat dan kontrol asma dapat tercapai. Yoga menyatukan pikiran, tubuh, dan roh kedalam satu kesatuan yang saling melekat dan seimbang ,Selama inspirasi peregangan jaringan paru menghasilkan SARs (Slowly Adapting Stretch Reseptor) yang menyingkronkan aktivitas pusat kardiopulmoner dan sistem saraf, yang merupakan indikasi adanya kondisi relaksasi, akan menstimulus sistem parasimpatik , Yoga menstimulasi pengeluaran hormone endorphin. Endorphin yaitu neuropeptide
yang dihasilkan tubuh pada saat rileks , endorphin dihasilkan di otak dan susunan saraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi oleh otak yang melahirkan rasa nyaman,Endurance Exercise memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitokondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu sesak yang berakibat
mengurangi aktivitas hidupnya, saat tubuh memperoleh stimulus dari luar berupa tindakan pernapasan yoga dan Endurance Exercise maka tubuh berespons. Ada pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise terhadap
kontrol asmaberdasar , diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing golongan sebanyak 35. Untuk meminimalisir adanya drop out peneliti
menambahkan 10% pada tiap golongan , sehingga pada tiap golongan ada 38 sukarelawan . Pada penelitian ini ada 2 dieksklusi dan 1 orang menolak ikut dan dalam penelitian. Total sukarelawan 76 yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 56 orang wanita , 4 sukarelawan pada golongan kontrol yang mengalami drop out
sebab tidak bisa mengikuti latihan dengan teratur sesuai jadwal. Sehingga total sampel yang dipakai pada penelitian ini sebanyak 72 sukarelawan .
Sampel diambil berdasar consecutive sampling, pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dilakukan pada penelitian ini sampai besar
sampel terpenuhi.
Instrument latihan yoga pranayama memakai lembar inform consent, SPO,instruktur, modul dan lembar sifat relawan .Instrument endurance exercise memakai lembar inform consent, SPO,
instrukrur, modul pelaksanaan yoga pranayama dan Endurance Exercise (fartlek) ,Pengukuran APE paksa Instrument dalam pengukuran APE paksa memakai , Peak Flow Meter, lembar sifat relawan yang berisi pertanyaan mengenai identitas
relawan , meliputi nama inisial, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tinggi badan, lama menderita asma dan nilai APE paksa. Instrument dalam pengukuran kontrol asma terdiri dari lembar kontrol asma yang terdiri dari pertanyaan yang mengevaluasi interpretasi pengendalian asma
yang meliputi asma teratasi , teratasi sebagian dan tidak teratasi . Dalam penelitian ini akan mengevaluasi pre post APE paksa dan kontrol asma dengan memakai lembar capaian penilaian APE paksa, lembar observasi kontrol asma sebelum dan sesudah latihan yoga pranayama dan endurance exercise. penelitian dilakukan selama 3 bulan Pelaksanaan penelitian akan dimulai dengan menentukan populasi sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dihitung memakai rumus besar
relawan dan diperoleh jumlah relawan beberapa 38 pasien, golongan kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan pada
hari tertentu (sesuai jadwal ). Sebelum dilakukan intervensi, relawan dan keluarga akan diberikan
penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dari penelitian, manfaat penelitian, waktu penelitian, hak relawan dan kontrak waktu proses penelitian dan
meminta persetujuan relawan menandatangani inform consent sebagai kesediaan menjadi relawan, .Klien pada golongan perlakuan dan golongan kontrol akan diberikan pre test dengan memakai alat Peak Flow Meter dan Asthma Control Test score untuk mengetahui arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma ,Penelitian ini dapat dibantu perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk memberi intervensi pada pasien golongan intervensi kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. Latihan yoga diantarannya melakukan Pose sukhasana, Padmasana, Sidhasana, Vajrasana. melakukan pernapasan pranayama yang terdiri dari; Dhirgaswasam
(pernapasan yoga penuh), Ujjayi (pernapasan berdesir), Kapalabhati (pernapasan menghembus kuat), Anuloma viloma (pernapasan hidung
alternatif), Sitali (pernapasan lidah), Sitkari (pernapasan gigi). Gerakan diulang kembali selama 5 menit dan seterusnya. Sesudah melakukan latihan yoga relawan disarankan untuk melakukan istirahat 5 menit sebelum melakukan latihan Fartlek selama 21 menit, dengan cara; latihan pemanasan yang terdiri dari lunges 60 detik, side lunges 60 detik, squat 30 detik, highknee 20 detik.
Kemudian dilanjutkan latihan jalan 20 menit, Jogging 20 menit, jalan 10 menit, Sesudah mengakhiri latihan disarankan untuk tidak langsung duduk namun melakukan pendinginan yang terdiri dari; Hamstring stretch 30 detik, Calf stretch 30 detik, Forward bend 30 detik.
Untuk mencegah kekambuhan sukarelawan pada saat melakukan latihan yoga pranayama dan endurance exercise atau exercise induced asthma (EIA), peneliti terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada pembimbing dan dokter penanggung jawab atau yang sedang bertugas guna menyiapkan pemberian terapi obat inhaler, oksigen, dan melakukan pemanasan sebelum latihan dan pendingininan sesudah melakukan latihan. sukarelawan yang mengalami kekambuhan pada saat latihan maka disarankan untuk tidak melanjutkan latihan.,Pada minggu ke enam peneliti melakukan post test dengan memakai pengukuran Peak Flow meter dan Asthma Control Test score.
Sesudah dilakukan pengukuran nilai post APEP dan kontrol asma.
-Uji Wilcoxon Sign Rank dipakai untuk menganalisa perbedaan nilai pre dan post APE dan kontrol asma pada golongan perlakuan dan golongan kontrol dengan tingkat kemaknaan p≤0,05,
-Uji Mann Whitney dipakai untuk menganalisa perbedaan nilai delta APE paksa dan kontrol asma pada golongan perlakuan dan golongan dengan tingkat kemampuan p≤0,05
- Uji Manova dipakai untuk menganalisa pengaruh latihan kombinasi Yoga Pranayama dan Endurance Exercise terhadap peningkatan APE paksa dan kontrol asma di golongan intervensi dan golongan kontrol.Pada bab ini membahas mengenai hasil pengumpulan data tentang pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma pada pasien asma. Jumlah keseluruhan sukarelawan yang di skrining sebanyak 79 orang yang merupakan pasien asma stabil rawat jalan di poliklinik paru Rumah Sakit
2 orang dieksklusi dan 1 orang menolak ikut dan dalam penelitian. Sebanyak 76 orang dengan jenis kelamin laki-laki 20 orang dan wanita 56 orang, 38 orang golongan perlakuan dan 38 orang golongan kontrol. Pasien yang dikeluarkan pada penelitian ini yaitu golongan perlakuan 4 orang sebab tidak bisa mengikuti latihan dengan teratur sesuai jadwal. sukarelawan yang mengikuti penelitian sampai selesai sebanyak 72 sukarelawan . golongan perlakuan yaitu pasien asma yang memperoleh latihan yoga pranayama dan endurance exercise 2 kali seminggu selama 6 minggu berturut-turut sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan sedang golongan kontrol tidak memperoleh latihan yoga pranayama dan endurance exercise namun diberikan modul latihan yoga pranayama dan endurance exercise. Kedua golongan memperoleh pengobatan yang sama sesuai dengan obat-obatan standar dari poli klinik Paru.
Berikut yaitu sifat sukarelawan penelitian pada golongan perlakuan dan golongan kontrolmenandakan bahwa mean umur pada golongan perlakuan 43.18 ± 10.294 dan golongan kontrol 50.74 ± 8.630. sifat usia relawan
berdasar usia, relawan terbanyak pada golongan perlakuan maupun golongan kontrol mayoritas berada pada rentang usia 45-65 tahun yaitu 15 (45%) pada golongan perlakuan dan 32 (69%) golongan kontrol yang merupakan kategori usia masa lansia awal dan lansia akhir. Data demografi usia relawan dari kedua golongan menandakan varian data tidak homogen dengan nilai p=0.001. hal demikian sebab golongan sebaran usia pada kedua golongan tidak terdistribusi secara normal dan juga faktor usia mempengaruhi fungsi paru
pada pasien . Hasil uji regresi diperoleh nilai R Square sebesar 0,06 artinya 0,6 % APEP dan kontrol asma dipengaruhi oleh usia dengan nilai p = 0.526 bahwa pada golongan usia relawan tidak memiliki hubungan yang bermakna.Pada sifat tingkat pendidikan menandakan
bahwa tingkat pendidikan pada golongan perlakuan 3.12 ± 0.913 dan pada golongan kontrol 2.61 ± 0.887. relawan pada golongan perlakuan mayoritas berpendidikan menengah 14 (42%) dan pada golongan kontrol mayoritas berpendidikan dasar sebanyak 19 sukarelawan (50 %). Data demografi tingkat pendidikan relawan kedua golongan menandakan varian data homogen
dengan nilai p = 0.331. Pada sifat pekerjaan menandakan bahwa pekerjaan pada golongan perlakuan 2.64 ± 0.638 dan pada golongan kontrol 2.55 ± 0.645. sifat pekerjaan pada golongan perlakuan dan kontrol sebagaian besar sebagai IRT/lainnya, pada golongan perlakuan sebanyak 26 sukarelawan (76%) dan golongan kontrol sebanyak 24 (63.2%). Data demografi pekerjaan
dari kedua golongan menandakan varian data homogen dengan nilai p = 0.393.Pada sifat jenis kelamin menandakan bahwa mean jenis kelamin pada golongan perlakuan 1.85 ± 0.359 dan pada golongan kontrol 1.71 ± 0.460. sifat jenis kelamin pada kedua golongan mayoritas wanita , pada golongan perlakuan sebanyak 29 (85%) wanita sedang pada golongan kontrol sebanyak 27 (79%). Data demografi jenis kelamin dari kedua golongan
menandakan varian data homogen dengan nilai p = 0.210. Pada sifat genetik menandakan bahwa genetik pada golongan perlakuan 1.71 ± 0.462 dan pada golongan kontrol 1.74 ± 0.446. sifat
relawan berdasar riwayat keluarga yang menderita asma (genetik) pada golongan perlakuan sebanyak 24 sukarelawan (70%) dan golongan kontrol sebanyak 25 sukarelawan (74%) yang memiliki riwayat keluarga yang menderita asma. Data demografi berdasar genetik pada kedua golongan
menandakan varian data homogen p = 0.567. Pada golongan perlakuan diperoleh nilai mean APE (L) pre-test 280.00±56,622 sedang sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh nilai mean APE post-test 350.88±44.064 pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta 70.88 (L). Hasil
uji Wilcoxon pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan yang bermakna antara APE sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0.001 (p < 0.05). Pada golongan kontrol mean APE (L) pre-test 241.05±43.483 sesudah dievaluasi selama 6 minggu diperoleh nilai mean post-test 240.79±47.555 pada golongan kontrol diperoleh nilai delta 0.26 (L). hasil uji Wilcoxon pada
golongan kontrol menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara APE pre-test dan post-test dengan nilai sebesar 0.813 (p <0.05)Pada golongan perlakuan mean APE (% prediksi) pre-test 64.85±16373 % dan sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance
exercise selama 6 minggu diperoleh nilai post-test 82.68±11422 %. pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta 17.83 % Hasil uji paired T-test pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan yang bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0,000 (p < 0,05). Pada golongan kontrol mean APE (% prediksi) pre-test 57.61±15559 %
sedang post-test 57.42±15742 % pada golongan kontrol diperoleh nilai delta 0.020 %. Hasil uji paired T-test pada golongan kontrol menandakan tidak ada perbedaan bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah dengan nilai
sebesar 0,868 (p < 0,05).menandakan bahwa pada golongan perlakuan, nilai pre kontrol asma
mayoritas sukarelawan dalam kategori tidak teratasi sebanyak 29 (86%) sukarelawan . Pada post kontrol asma menandakan sukarelawan berada pada kriteria teratasi sebagian sebanyak 33 (98%) sukarelawan dan tidak ada sukarelawan yang asmanya teratasi penuh (0%). Pada golongan kontrol, nilai pre kontrol asma semuanya
berada pada kategori tidak teratasi 38 sukarelawan (100%) pada post kontrol asma hanya ada 2 (6%) sukarelawan yang teratasi sebagian dan 36 (94%) sukarelawan masih berada pada kriteria asma tidak teratasi .Pada golongan perlakuan diperoleh nilai mean kontrol asma pre-test 15.38±3.574 dan sesudah dilakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6 minggu diperoleh nilai post-test 21.32±1,249. Pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta 5.94. Hasil uji Wilcoxon pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan yang bermakna antara kontrol asma sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance
exercise dengan nilai 0.000 (p < 0,05).Pada golongan kontrol diperoleh nilai mean kontrol asma pre-test 14.68±2.451 sedang pada post-test 15.61±2.521. pada golongan kontrol diperoleh nilai delta 0.95 %. Hasil uji paired T-test pada golongan kontrol menandakan tidak ada perbedaan bermakna antara kontrol asma sebelum dan sesudah dengan nilai sbesar 0.013 (p < 0,05)menandakan bahwa pengujian kesamaan varians-kovarians secara individu untuk masing-masing variable menandakan nilai Box test 0.000 yang berarti varians-kovarians pada semua variable yaitu tidak sama untuk setiap golongan . Sehingga dalam pengambilan keputusan hasil uji statistik dapat dilihat pada pillai’s trace. Hasil uji manova diperoleh nilai P <0,0001 (α 0,05) yang menandakan bahwa ada perbedaan rata-rata nilai APEP dan kontrolasma pada golongan perlakuan dan golongan kontrol. ini menandakan bahwa ada pengaruh latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise pada pasien asmaPenelitian ini membahas tentang pengaruh kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma. kombinasi latihan yoga pranayama dan endurance exercise, meningkatkan nilai arus
puncak ekspirasi paksa (APEP) pada pasien asma. Dari analisa statistik untuk sebaran tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan riwayat keluarga asma antara golongan perlakuan dan golongan kontrol menandakan data homogen dengan nilai (> 0.05). sedang pada sifat usia pada golongan perlakuan dan golongan kontrol data tidak homogen dengan nilai (< 0.05).Pada golongan perlakuan dan golongan kontrol mayoritas usia 49-65 tahun ,yang merupakan kategori usia masa lansia awal dan lansia akhir. Data demografi usia relawan dari kedua golongan menandakan varian
data tidak homogen dengan nilai p=0.001. sedang hasil uji regresi diperoleh nilai R Square sebesar 0,06 artinya 0,6 % APEP dan kontrol asma dipengaruhi oleh usia dengan nilai p = 0.526 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
golongan usia relawan tidak memiliki hubungan yang bermakna. ini dipicu pada masa lansia akan terjadi proses menua yang ditandai dengan
tahapan menurunnya berbagai struktur dan fungsi sel, jaringan, dan sistem organ Organ paru pada lansia juga terjadi penurunan fungsi, sehingga
pada pemeriksaan faal paru dengan memakai Peak Flow Meter diperoleh hasil penurunan APEP, jumlah wanita yang menderita asma lebih banyak
dibandingkan laki-laki , wanita cenderung lebih besar menderita asma dibandingkan laki-laki. Hiperresponsif bronkus non-spesifik ditemukan lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. wanita juga memiliki caliber saluran pernapasan yang lebih kecil yang dibandingkan laki-laki.
laki-laki memiliki kapasitas inspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan wanita disebab kan kekuatan otot laki-laki lebih besar dibandingkan dengan wanita termasuk otot pernapasan.
sifat relawan berdadar riwayat keluarga asma,
mayoritas relawan memiliki riwayat keluarga asma dari orang tua , orang tua yang menderita asma merupakan faktor yang kuat terhadap munculnya asma. Banyak gen yang terlibat pada proses pathogenesis asma dan kromosom
memiliki potensi untuk memicu asma, Arus puncak ekspirasi paksa merupakan titik tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi maksimal. Pada kejadian asma terjadi resistensi aliran udara
yang besar terutama saat ekspirasi, jika pasien melakukan ekspirasi mencapai aliran maksimum di mana aliran tidak dapat ditingkatkan lagi walaupun
dengan peningkatan tenaga yang maksimal,Saluran napas yang mengalami penurunan ruang memicu aliran ekspirasi maksimum juga menjadi berkurang. Ekspirasi maksimal dapat dicapai
jika tidak terjadi perburukan napas dan pengurangan ruang di saluran pernapasan ,
Pada golongan perlakuan mayoritas sukarelawan mengalami peningkatan nilai post APEP. Pengukuran nilai APEP dilakukan satu kali tiap minggu sesudah melakukan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise selama 6
minggu, dilakukan sebanyak 3 kali pemeriksaan dan diambil nilai yang tertinggi disetiap pengukuran. Pada golongan perlakuan, beberapa sukarelawan saat penilaian APEP awal hingga minggu ke 3 belum terlalu tampak adanya
peningkatan APEP. intervensi yoga dan endurance exercise efektif diberikan minimal 6 minggu intervensi dengan frekuensi latihan 3 kali
seminggu. Sehingga pada minggu ke 4 dan ke 5 mulai tampak peningkatan nilai APEP. Peningkatan APEP ini terjadi secara menonjol hingga akhir minggu ke 6.Peningkatan arus puncak ekspirasi paksa ini menandakan bahwa latihan yoga pranayama dan endurance exercise mempengaruhi peningkatan nilai APEP. Peningkatan APEP pada golongan perlakuan terjadi pada semua usia namun mayoritas peningkatan APEP terjadi pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 intervensi. sifat pada sukarelawan yang mengalami peningkatan APEP relative beragam mulai dari tingkat Pendidikan, usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan riwayat keluarga asma.Pada golongan perlakuan terjadi peningkatan APEP sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. berdasar hasil uji Wilcoxon pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan antara APEP sebelum dan sesuadah latihan yoga pranayama dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0.001 (p < 0.05 ,pasien asma yang diterapi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai APEP (L) yang meningkat sedang pada golongan kontrol
terjadi peningkatan median APEP sesudah 6 minggu namun tidak menonjol . Hasil uji Wilcoxon pada golongan kontrol menandakan tidak ada
perbedaan bermakna APEP sebelum dan sesudah dengan nilai sebesar 0.813 (p < 0.05).Perubahan APEP pada golongan perlakuan lebih besar dibandingkan golongan kontrol. Pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta sebesar 70.88
(L), sedang pada golongan kontrol diperoleh nilai delta sebesar 0.26 (L). pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai APEP yang lebih besar
dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.Perbedaan perubahan APE prediksi antara sebelum dan sesudah latihan
kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise ada perbedaan bermakna baik dalam satuan (liter) dan % prediksi. Namun pada APE prediksi golongan kontrol tidak ada perbedaan bermakna antara pre-test dan post-test ,
Pada golongan perlakuan terjadi peningkatan median APE (% prediksi) sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. Hasil uji paired T-test pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan antara
APE (% prediksi) sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0,000 (p < 0,05). sedang pada golongan kontrol terjadi peningkatan median APEP (% prediksi) sesudah 6
minggu. Hasil uji paired T-test pada golongan perlakuan menandakan tidak ada perbedaan bermakna antara APE (% prediksi) sebelum dan sesudah dengan nilai sebesar 0,868 (p < 0,05).
Perubahan APE (% prediksi) pada golongan perlakuan lebih besar dibandingkan golongan kontrol. Pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta 17.83 sedang pada golongan kontrol diperoleh nilai delta 0.019 %. ,pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama
dan endurance exercise, memiliki nilai APE (% prediksi) yang lebih besar dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.ini diakibatkan pada APE (% prediksi) golongan kontrol Perbedaan nilai median APEP dan APEP prediksi golongan intervensi lebih besar
jika dibandingkan dengan golongan kontrol. Seluruh sukarelawan mengalami peningkatan nilai APEP dan APE (% prediksi) pada golongan intervensi. ini disebab kan dokter memberi terapi farmakologis dan Pendidikan kesehatan pada pasien asma yang menjalani terapi rawat jalan di Poli Paru rumahsakit . Selain itu, sukarelawan juga memperoleh program pendampingan secara
instensif yaitu latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. menandakan perbaikan pada salah satu faal paru yaitu peningkatan arus
puncak ekspirasi paksa (APEP) dan APE (% prediksi). Peningkatan nilai APEP dan APE (% prediksi) pada pasien asma menandakan pasien memiliki prognosis yang baik. ini disebab kan adanya perbaikan faal paru. Perbaikan faal paru menandakan tercapainya salah satu out come dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance
exercise dilakukan selama 6 minggu dan dilakukan 2 kali dalam seminggu, latihan yoga pranayama dan endurance exercise dilakukan 1 kali latihan
Bersama dengan memakai instruktur (pelatih) dan 1 kali dilakukan dengan mandiri dirumah dengan durasi waktu latihan yang diperlukan
yaitu; latihan yoga pranayama dilakukan selama 60 menit dan endurance exercise dilakukan selama 30 menit.bahwa rehabilitasi pulmonal akan memperoleh hasil yang sangat optimal bila
dilakukan sedini mungkin (sesudah pasien didiagnosis asma oleh dokter), salah satu bentuk rehabilitasi pulmonal pada pasien asma yaitu dengan memberi latihan pernapasan yoga pranayama. Yoga pranayama yaitu latihan pernapasan dengan tehnik bernapas secara perlahan dan dalam, memakai otot diafragma,
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Yoga merupakan suatu metode latihan fisik dan mental untuk seluruh kalangan usia. Yoga memberi relaksasi pada tubuh, melancarkan peredaran
darah, dan mengendalikan pernapasan. Yoga sangat baik bagi penderita asma, Yoga pranayama yang diberikan kepada golongan yoga selama 6 minggu berlatih menandakan peningkatan yang menonjol pada FEV1 dan PEFR pada tes faal
paru penderita asma yang sudah melakukan yoga pranayama ,Pengaruh yoga yang diperoleh pada penelitian ini berkaitan dengan Teknik pernapasan dalam (pranayama) dan meditasi yang memicu
pengurangan frekuensi pernapasan. ini dapat memodulasi reaktivitas jalan napas, meningkatkan rasa pernapasan melalui pengaturan pola pernapasan, mengurangi konsumsi oksigen, menurunkan kejadian hipoksia dan hiperkapnia sehingga oksigenasi darah lebih baik tanpa meningkatkan ventilasi, meningkatkan daya tahan pernapasan dan kekuatan otot dan memodulasi fungsi otonom dengan penurunan detak jantung saat istirahat dan aktivitas simpatik ,Pranayama merupakan Teknik pernapasan kuno. Pranayama
mengintegrasikan pikiran dan tubuh dan terfokus pada rasa ditubuh. Pranayama secara langsung memberi manfaat pada berbagai fungsi tubuh
secara positif. Pranayama terdiri atas: inspirasi yang teratur, lambat dan kuat untuk durasi yang lebih lama selama latihan, yang memicu penguatan otototot pernapasan, peningkatan daya ekspirasi dan menurunkan ketahanan terhadap aliran udara di paru meningkatkan waktu menahan napas sesuai kemampuan relawan latihan ketahanan memperpanjang harapan hidup dan mengurangi risiko penyakit kronis. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitokondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien asma yang kecenderungannya cepat lelah sehingga memicu sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya. Adaptasi ini menghasilkan kesehatan yang lebih baik, mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, dan peningkatan kualitas hidup ,Penilaian tingkat kontrol asma memakai ACT (Asthma Control Test)
ada beberapa hal yang dinilai yaitu intensitas kekambuhan asma dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, mengalami sesak napas, terbangun pada malam hari, pemakaian obat dan tingkat kontrol asma. Pada beberapa pertanyaan pada
ACT berkaitan dengan eksaserbasi/kekambuhan asma yaitu sebuah proses serangan asma berulang akibat hiperesponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinophil dan limfosit T, sel mast, makrofag, sel dendritic, dan miofibroblas terhadap
stimulus tertentu sehingga memicu gejala sesak napas, wheezing dan batuk yang merupakan akibat dari terjadinya penyempitan jalan napas ,Pada golongan perlakuan terjadi peningkatan kontrol asma sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise. berdasarkan hasil uji Wilcoxon pada golongan perlakuan menandakan ada perbedaan bermakna antar kontrol asma sebelum dan sesudah latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise dengan nilai sebesar 0.000 (p < 0.05 pasien asma yang diterapi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai kontrol asma yang meningkat secara menonjol . sedang pada golongan kontrol terjadi peningkatan nilai mean kontrol asma sesudah 6 minggu namun tidak secara menonjol . Hasil uji pairet-T test pada golongan kontrol menandakan tidak ada perbedaan bermakna kontrol asma sebelum dan sesudah dengan nilai sebesar 0.013 (p < 0.05).Perubahan kontrol asma pada golongan perlakuan lebih besar dibandingkan golongan kontrol. Pada golongan perlakuan diperoleh nilai delta sebesar 5.94.sedang pada golongan kontrol diperoleh nilai delta sebesar 0.93. pasien asma yang diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise, memiliki nilai kontrol asma yang lebih besar dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan kombinasi yoga pranayama dan endurance exercise.ada beberapa sukarelawan yang mengalami peningkatan nilai post kontrol asma Pada pengukuran pre kontrol asma pada golongan perlakuan ada 29 (86%) sukarelawan tidak teratasi dan 5 sukarelawan (15%) teratasi sebagian, sesudah diberikan latihan yoga pranayama
dan endurance exercise selama 6 minggu, sebagian besar sukarelawan mengalami peningkatan kontrol asma yaitu ada 33 (98%) sukarelawan berada pada teratasi sebagian dan 1 (3%) sukarelawan yang masih berada pada asma yang tidak teratasi . Pada golongan kontrol, penilaian pre kontrol asma yang dilakukan pada
sukarelawan , semua sukarelawan berada pada asma yang tidak teratasi dan pada penilaian
post dengan memakai ACT ada 2 sukarelawan (6%) yang mengalami peningkatan kontrol asma menjadi teratasi sebagian dan 36 sukarelawan (95%) yang kontrol asmanya masih dalam kategori tidak teratasi,Peningkatan kontrol asma pada golongan perlakuan mayoritas berada pada
rentang usia 46-60 tahun (46%) dan usia 38-49 tahun (34%). Pada sifat tingkat Pendidikan mayoritas relawan berpendidikan menengah 14
(44%), dan pada golongan kontrol mayoritas berpendidikan dasar sebanyak 19 sukarelawan (52%). Pada sifat pekerjaan golongan perlakuan dan kontrol sebagaian besar sebagai IRT/lainnya, pada golongan perlakuan sebanyak 26 sukarelawan (77%) dan golongan kontrol sebanyak 24 (63.2%). sifat relawan berdasar riwayat keluarga yang menderita asma (genetik) pada golongan perlakuan sebanyak 24 sukarelawan (70%) dan golongan kontrol sebanyak 25 sukarelawan (74%) yang memiliki riwayat keluarga yang menderita asma.
Pada penilaian ACT (Asthma Control Test) klasifikasi kontrol asma terbagi menjadi 3 yaitu teratasi penuh dengan skor 25, teratasi sebagian 20-24 dan tidak teratasi dengan skor <19. Pada kategori tingkat kontrol asma teratasi sebagian termasuk dalam klasifikasi asma teratasi , ini
berkaitan dengan usaha untuk mencapai pengendalian asma yang optimal yaitu teratasi penuh,Tujuan dari kontrol asma yaitu untuk menurunkan frekuensi serangan asma asma, perbaikan inflamasi saluran pernapasan dan meningkatkan aktivitas fisik dan faal paru dan juga memperbaiki kualitas hidup yang juga menjadi komponen penting dalam pengobatan asma .Latihan yoga yang diberikan selama 2 bulan kepada pasien asma ada peningkatan kapasitas vital paksa (FVC), volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1), puncak laju aliran ekspirasi (PEFR)
Bila penderita asma sangat tidak bugar, maka program latihan dapat dimulai dengan berjalan, sebab latihan ini memiliki asmagenitas yang rendah dan menyiapkan otot-otot, untuk latihan dengan intensitas yang lebih tinggi di waktu
kemudian. Bila tingkat kebugarannya meningkat, terutama dalam hal sistem muskuloskeletal, maka intensitas latihan dapat ditingkatkan dengan melakukan interval training tingkat rendah yang terdiri dari latihan jalan dan lari santai ,Endurance Exercise bertujuan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen. Latihan endurance untuk membangun, mengembalikan, atau memelihara kondisi tubuh pasien , fartlek yaitu lari lambatlambat diselingi dengan lari sprint dan jogging dan sprint lagi dan seterusnya, Pada penelitian ini dilakukan proses asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Calista Roy hasil penelitian menandakan adanya peningkatan nilai arus puncak ekspirasi paksa dan kontrol asma menandakan bahwa tujuan asuhan keperawatan tercapai
Dismenorhea yaitu gangguan
menstruasi yang dialami oleh wanita,
yang jarang
melakukan olahraga dan gaya hidup yang tidak
sehat. Masa pubertas meliputi perubahan
biologis, morfologis dan juga psikologis Pada remaja putri, pubertas ditandai
dengan permulaan menstruasi yang
ditambah dengan perubahan fisik, mental dan sosial.
Menstruasi yaitu pengeluaran darah dari vagina
dan debris sel dari mukosa uterus ditambah
pelepasan (deskuamasi) endometrium secara
periodik ,Prevalensi dismenorhea di dunia sangat besar
yaitu, rata-rata lebih dari 58% wanita di setiap
dunia mengalami dismenorhea
Prevalensi dismenorhea di negara kita sebesar 66%
yang terdiri dari 55 % dismenorhea primer dan
10 % dismenorhea sekunder, Tingginya prevalensi dismenorhea di
disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu dari faktor primer seperti stres, lifestyle,
status gizi dan faktor sekunder yaitu kondisi medis.
penanganan yang dapat dilakukan yaitu Pemberian terapi secara konvensional seperti obat
analgetik yaitu ibuprofen, asam mefenamat,
mefinal, mefinter dan terapi hormonal dengan obat
non steroid anti prostaglandin ,sedang terapi tradisional komplementer dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti
mengkonsumsi obat herbal, akupresur dan
akupuntur. Pada penelitian ini terapi yang
dipakai yaitu terapi yoga asanas
Teknik yoga klasik dikembangkan oleh Patanjali melalui Kitab Yoga Sutra. Istilah yoga berasal
dari kata Yuj (Bahasa Sansekerta) yang berarti
penyatuan secara harmonis, menyatukan antara tubuh, pikiran, perasaan dan
aspek spiritual dalam diri manusia ,jika tubuh, pikiran dan perasaan dalam
keadaan tenang dan seimbang maka organ dapat
berfungsi dengan optimal dan tubuh akan menjadi
sehat. Dalam buku Yoga Marga Rahayu menjelaskan asanas berarti sikap , yaitu sikap sempurna, dalam hal ini seseorang yang mampu duduk dengan benar dan baik jika keadaan fisiknya sehat sempurna. beberapa gerakan yoga
(yoga asanas), yaitu posisi duduk, berdiri
berdiri terbalik, tidur dan tengkurap. jika terapi yoga asanas dilakukan secara rutin dapat bermanfaat untuk kesehatan , pikiran dan
perasaan ,mengatasi dismenorhea Namun pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dilarang untuk melakukan gerakan berdiri terbalik ,
Yoga mengajarkan teknik rileksasi, pernapasan, dan posisi tubuh . Pada setiap posisi yoga asanas memberi rangsangan atau stimulus pada area nyeri yang menghasilkan hormon yang mampu merilekskan dinamakan hormon endorphin , Dalam melakukan yoga ada 8 tahapan dinamakan “Astanga Yoga” yaitu Yama, Nyama, Asanas, Pranayama, Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Samadhi.Ayurweda yaitu ilmu pengobatan
tentang hidup sehat (svasthya, svastha, arogya)
dan mencapai umur panjang. Ilmu Ayurweda sebagai ilmu pengobatan yang memakai bahan alami sebagai media pengobatan juga memadukan teknik yoga untuk menerapi pasien. Pengobatan
Ayurweda yaitu pengobatan holistik, penelitian yang dipakai yaitu penelitian kualitatif dengan
Ayurweda khususnya bhutavidya (Psikologi).
maka data yang dipakai yaitu data kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berbentuk kata, kalimat, narasi dari objek yang dilihat .yang diperoleh langsung maupun tidak langsung melalui observasi hasil wawancara dengan instruktur
terapi yoga asanas dan klien yang pernah dan sedang mengalami dismenorhea. sedang sumber data sekunder yaitu dokumen, catatan buku klien.
dengan metode purposive sampling.Teknik Dokumentasi. sesudah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisa data melalui 3 tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan,terapi yoga asanas dilakukan sejak lama hal ini dilihat dari dokumentasi sejarah seperti relief dan teks kuno. bahwa setiap posisi yoga yang dilakukan bermanfaat untuk ketenangan pikiran melancarkan oksigen,
menstimulus kelenjar pada tubuh untuk
memproduksi hormon yang optimal agar tubuh
tetap sehat. tata cara yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea dimulai dengan doa
pembuka, pranayama pernapasan, dilanjutkan
dengan peregangan pelemasan, gerakan pembuka
(surya namaskar), gerakan inti yoga untuk
mengatasi dismenorhea (tadaasanas, vrksaasanas,
pasimotanaasanas, mastyendraasanas,
marichaasana, bhujanggaasana, yoga mudra,
dhirga pranama, vajraasanas), kemudian rileksasi
dan diakhiri dengan doa penutup.Implikasi sesudah melakukan terapi yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea yaitu, tubuh menjadi lebih sehat, pikiran menjadi lebih tenang, dismneorhea yang dirasakan mulai berkurang,memakai teori kesehatan Ayurweda dan teori yoga dan dengan pendeketan Ayurweda pada ajaran bhutavidya (psikologi). pada teori kesehatan Ayurweda menjelaskan bahwa, untuk mencapai hidup sehat harus menjaga keseimbangan unsur tri dosha (vata, pitta dan kapha) ,Vata dosha terdiri dari unsur panca maha bhuta yaitu ruang (akasa) dan udara (vayu), energi ini berfungsi sebagai sumber energi untuk bergerak, bernapas, mengeluarkan mala yaitu zat-zat yang tidak dipakai oleh tubuh melalui fese, air seni. Pitta dosha terdiri dari unsur panca maha bhutayaitu api (teja), energi ini berfungsi untuk metabolisme tubuh, enzim pencernaan, pengaturan suhu tubuh. Kapha dosha terdiri dari unsur panca maha bhuta yaitu bumi (prthivi) dan air (apah), energi ini berfungsi untuk menyatukan berbagai organ dalam tubuh dengan cara menyediakan massa cairan. Sehinga, dengan melakukan terapi yoga maka unsur tri dosha dalam tubuh menjadi seimbang dan kelenjar dalam tubuh akan menghasilkan hormon yang optimal dan pikiran, mental dan jiwa akan menjadi lebih tenang
sehingga dismenorhea dapat teratasi ,Yoga dapat mengatasi dismenorhea sebab yoga menenangkan pikiran, mengurangi stres,
mengendalikan emosional, melancarkan oksigen
dalam darah menjaga kesehatan tubuh. Dengan adanya rangsangan stimulus pada setiap asanas, maka kelenjar dalam tubuh berkerja dengan optimal, sehingga hormon prostaglandin dan hormon endhorpin menjadi seimbang.
Tata cara pelaksanaan yoga asanas untuk
mengatasi dismenorhea yaitu diawali dengan
doa pembuka, pernapasan pranayama, peregangan, gerakan pembuka (surya namaskar) yang terdiri dari dua belas gerakan, gerakan inti yoga untuk mengatasi dismenorhea(Tadaasanas, Vrksaasanas, Utkataasanas, Matsyendraasanas, Marichaasanas,
Pascimotanaasanas, Baddha Konaasana,
Bhujangaasanas, Yoga Mudra, Dhirga Pranama, Vajraasanas) rileksasi dan doa penutup. aturan dalam melakukan terapi yoga asanas untuk mengatasi dismenorhea yaitu dilarang melakukan
gerakan dengan penekanan yang kuat pada
area perut, dilarang melakukan gerakan berdiri terbalik. wanita yang mengalami dismenorhea akan menjadi lebih baik, tubuh dan pikiran menjadi lebih
rileks, stres yang dirasakan berkurang, muncul perasaan bahagia, dismenorhea saat menstruasi mulai berkurang. Bagi remaja yang mengalami dismenorhea maupun tidak agar selalu memperhatikan tiga konsep sehat Ayurweda yaitu, ahara : pola makan yang sehat, wihara : pola hidup yang sehat dan nidra : istirahat yang cukup.
Terapi yoga dapat dilakukan baik pada sebelum menstruasi, saat menstruasi dan sesudah menstruasi.