Desember 19, 2022
lele
Desember 19, 2022
lele
Ikan lele dumbo pertama kali masuk ke negara kita pada tahun 1986. Ikan ini dimasukkan oleh suatu perusahaan swasta di Jakarta, Ikan lele dumbo diduga yaitu hasil persilangan antara
ikan lele Afrika, Clarias gariepinus Burchel 1822
(jantan) dan ikan lele Hongkong C. fuscus Lacepede 1803 (betina), ikan lele dumbo lebih dekat sebagai ikan lele Afrika murni dibandingkan hasil hibrida kedua jenis ikan lele. area asalnya yaitu meliputi hampir seluruh negara di benua Afrika, sedang ikan lele Hongkong memiliki area penyebaran yang meliputi Vietnam, Thailand, China, Filipina, Salah satu area pengembangan budidaya ikan air tawar, ikan lele dumbo yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat. produksi ikan air tawar sebesar 30% dari produksi total dari budidaya ikan sebesar 8 ribu ton pada tahun
2025 Beberapa strain ikan lele dumbo yang beredar di NTB yaitu ikan lele Sangkuriang, Masamo, ada 3 strain ikan lele dumbo yang
beredar, Variasi genetik 3 strain ikan lele dumbo yaitu Paiton, Sangkuriang, Masamo sudah dievaluasi dengan memakai marker RAPD (Random Amplified Polyymorphism DNA) fingerprinting. Genome DNA diekstraksi dari sirip ikan dengan memakai metode phenol-chloroform. DNA diamplifikasi dengan memakai 20 primer yaitu OPA 1 – 20. Hasil yang diperoleh
menandakan bahwa hanya 3 primer yang memiliki produk amplifikasi yang baik yaitu OPA-11,OPA-07, OPA-09, Secara genetik
tidak ada perbedaan yang nyata diantara ke3 strain ikan lele yang dicoba (P>0,05). Variasi genetik 3 stok ikan lele dumbo beragam dari rendah ke sedang. Variasi genetik tertinggi diperoleh pada strain Masamo dengan nilai heterosigositas 0,273 (dengan 70% polymorphism loci), Paiton 0,147 (40% polymorphism loci, Sangkuriang 0,189 (60%polymorphism loci), Strain Paiton dan Masamo berkaitan kekerabatan lebih dekat dibandingkan antara keduanya dengan Sangkuriang, Ikan lele Sangkuriang yaitu hasil
persilangan balik antara induk jantan lele dumbo dari F2 dengan induk betina dari F6 di BBBAT
Sukabumi. Ikan lele Masamo yang dipakai
yaitu ikan lele dumbo hasil pengembangan PT
Matahari Sakti, Sidoarjo yang induknya berasal dari ikan lele dumbo dan lele Afrika, Ikan lele Paiton yaitu hasil perkawinan antara induk jantan lele dumbo diarea Paiton, Probolinggo, Jawa Timur dan induk lele dumbo betina asal Thailand, penelitian tentang keragaman genetik sudah dilakukan dengan memakai teknologi RAPD fingerprinting pada jenis ikan lele dan
aplikasi mikro satelit, Dengan diketahuinya variasi genetik masing-masing strain ikan lele dumbo, Penelitian ini untuk mengevaluasi secara genetis 3 strain ikan lele dumbo di NTB dengan memakai
marka RAPD fingerprinting. Marka ini yaitu
marka dominan dan dapat menjaring jumlah loci
yang banyak tanpa memerlukan informasi awal
sekuens DNA yang dianalisa, Ikan uji yang dipakai yaitu ikan lele strain Paiton, Sangkuriang, Masamo ukuran 100 – 150 gram, Jumlah contoh yang dipakai untuk diagnosa setiap strain-nya yaitu 15 ekor. DNA ikan diekstraksi dari potongan sirip ekor ikan lele, melalui tahap-tahap sebagai berikut; 5 – 10 mg potongan sirip ikan
dimasukkan kedalam tabung 1,5 ml yang sudah berisi 500 µl larutan TNES Urea. lalu contoh
ditambahkan 10 µg/ml Proteinase K dan
diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 12 jam.
Sebanyak 500 µl larutan Phenol-Chloroform
ditambahkan kedalam tabung di atas untuk
lalu di vortex selama 1 menit dan
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatannya diambil dan
dimasukkan kedalam tabung baru dan ditambahkan 600 µl larutan propanol dan divortex sampai terlihat endapan putih. DNA diendapkan dengan cara mensentrifugasi campuran ini pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, lalu larutan diatasnya dibuang dan DNA dikeringkan pada suhu ruangan. lalu dilarutkan kembali dalam larutan 50 – 100 µl Tris-EDTA (TE) dan disimpan dalam 4 oC. Tahap pertama dilakukan penyeleksian terhadap 20 primer (OPA1-20) untuk memperoleh primer yang memiliki produk amplifikasi yang sesuai dengan DNA ikan lele.
Pengamplifikasian dilakukan memakai metode Polymerase Chain Reaction (PCR). pemakaian pure taq DNA (Promega) ditambahkan 10 µg DNA template, 10 pmol setiap primer dengan total volume keseluruhannya 25 µl. Siklus PCR yang dipakai dalam amplifikasi yaitu satu siklus denaturisasi pada suhu 94 oC selama 2 menit. beberapa 45 siklus penggandaan yang terdiri dari 72 oC selama 2,5 menit (extention), 94 oC selama 1 menit (denaturation), 36 oC selama 1 menit (annealing), lalu satu siklus terakhir pada suhu 72 oC selama 10 menit. Hasil amplifikasi lalu dipisahkan melalui proses elektroforesis dengan memakai gel agarose 2 – 3% dalam Tris-Boric-EDTA (TBE) buffer dan dianalisa dengan illuminator (UV) dan di cetak gambarnya dengan polaroid. Untuk mengevaluasi variasi DNA antar strain ikan lele dilakukan dengan memakai analisa molekuler varians (AMOVA) dan Fst dalam program TFPGA, Kekerabatan antar strain
didiagnosa dengan memakai Jarak Genetik Nei
digambarkan dalam UPGMA , 3 dari 20 primer yang diuji memiliki hasil ampifikasi yang baik yaitu OPA 07, 09 dan 11 dengan menghasilkan pita yang dapat direproduksi kembali. sedang 17 primer lainya tidak memiliki hasil amplifikasi atau menghasilkan pita dengan tingkat inkonsistensi yang tinggi dari satu contoh , tidak diikutkan dalam diagnosa lebih jauh. Tingkat persentase lokus yang polimorfisme pada ikan lele dumbo strain Masamo mencapai 70% sedang dua strain lainnya yaitu 60% pada ikan lele Sangkuriang dan 40% pada ikan lele Paiton. Variasi genetik dari stok ikan lele dumbo yang diuji beragam tergambarkan dari nilai heterozigositas. Nilai heterosigositas tertinggi ada pada ikan lele Paiton (0,147) , dumbo Masamo (0,273), Sangkuriang (0,189), Secara statistik dengan memakai AMOVA (Analysis Molecular Variance) berdasar fragmen dari 3 primer menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata secara genetik antara strain ikan lele yang diuji (P>0,05),
keadaan ini akan terlihat jelas pada hasil
penghitungan jarak genetik berdasar fragmen
yang dihasilkan oleh 3 primer RAPD. Jarak
genetik Nei rata-rata yang dihitung antara strain ikan lele yaitu sekitar 0,11, dendogram yang dibentuk berdasar jarak genetik Nei ini menandakan bahwa ikan lele dumbo digolongkan menjadi 2 grup. Ikan lele Masamo memiliki jarak lebih dekat dengan ikan lele dumbo Paiton dibandingkan dengan jarak antara ikan lele Masamo, Paiton dengan ikan lele Sangkuriang ,
Marka RAPD yang dipakai dalam diagnosa
memiliki kemampuan konsistensi produksi yang
cukup tinggi dengan ukuran pita antara 100 – 1800bp. Hasil yang sama dengan yang diperoleh pada ikan lele Clarias batrachus (100 – 1200 bp) dan lele Afrika (172 – 1677 bp) di India, Dari 20 primer yang di skrining, 3 primer yaitu OPA-11, OPA-07, OPA-09, menghasilkan tingkat polimorfisme yang tinggi (30% – 60%) untuk ikan lele Afrika. Perbedaan dalam tingkat polymorfisme loci mungkin diakibatkan oleh berbagai sebab termasuk diantaranya yaitu variasi jenis marka RAPD yang dipakai . bahwa jumlah pita yang dihasilkan dalam marka RAPD, Variasi genetik 3 strain ikan lele berdasar RAPD dengan 3 primer OPA 07, 09 dan 11. termasuk ukurannya tergantung pada sekuens primer yang dipakai dan sumber DNA. Variasi genetik diukur dari nilai heterozigositas dalam sebuah contoh penggandaan gen (DNA amplication) yang dikumpulkan dari satu lokus. ini mewakili pola variasi molekular di dalam sebuah contoh penggandaan gen. Tingkat variasi heterozigositas dipengaruhi oleh jenis strain ikan lele dumbo. strain ikan lele dumbo yang diteliti memiliki tingkat keragaman rendah-menengah dengan nilai heterozigositas rata-rata 0,203. Strain ikan lele Masamo memiliki nilai heterozigositas 0,273, diikuti oleh ikan lele strain Sangkuriang (0,189) dan Paiton (0,147). Nilai ini setara dengan keragaman yang dianalisa pada ikan lele
Afrika di Nigeria dengan nilai heterozigositas 0,301 dan butter catfish di Bangladesh dengan nilai 0,214 – 0,249, Heterozigositas ikan lele dumbo yang diuji juga setara dibandingkan
pada ikan air tawar lainnya, seperti ikan gurame
yaitu 0,236 – 0,305 dan 0,310, huna air tawar 0,009 – 0,221 dan lebih tinggi dari ikan kancra dengan nilai 0,0, Variasi genetik pada ikan lele
dumbo strain Masamo memiliki nilai yang relatif
lebih tinggi dibandingkan 2 jenis strain ikan lele
dumbo lainnya menandakan bahwa jenis ikan ini
memiliki peluang yang relatif besar
dikembangkan sebagai ikan budidaya yang lebih
adaptif dibandingkan ikan lele strain Paiton dan Sangkuriang, Jika variasi genetik dalam suatu populasi tinggi maka populasi ikan ini akan memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan, biasanya variasi genetik pada ikan air tawar tergolong cukup rendah sebagai akibat keterbatasan migrasi secara alami. ini dimungkinkan sebab komoditas lele dumbo sudah bersifat merata keseluruh area negara kita dalam pembudidayaannya sehingga kemungkinan terjadinya ’inbreeding depression’ atau ‘bottle neck’ yang biasanya terjadi pada ikan air tawar khususnya pada komoditas budidaya yaitu relatif besar, mengindikasikan bahwa
strain ikan lele dumbo yang ada pada pembudidaya di area NTB juga sudah mengalami inbreeding akibat semakin banyaknya benih untuk budidaya yang dihasilkan dari pemijahan dengan jumlah induk yang terbatas sehingga peluang terjadinya perkawinan antar ikan yang dekat kekerabatannya semakin besar. Ikan hibrida antar spesies akan memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan galur pembetuknya maka stok ikan lele dumbo yang ada di area NTB lebih dipercaya bukan hibrida ikan lele Afrika dan ikan
lele Hongkong, namun lebih cenderung berkerabat
dengan ikan lele Afrika, mengingat induk
pembentuk yang dipakai dari strain Paiton, Masamo, Sangkuriang, yaitu berasal dari strain
yang sama yaitu jenis ikan lele dumbo dan lele
Lele Dumbo Afrika, berdasar jarak genetik Nei
terlihat bahwa nilai rata-rata jarak genetik berkisar 0,115. Ke 3 strain ikan lele dumbo
digolongkan menjadi 2 grup kecil yang
berasal dari satu grup besar. jarak genetik Nei
rata-rata sebesar 0,273 dan membedakan dua grup besar dari ikan lele Afrika dari lingkungan budidaya dan alam. Nilai jarak genetik pada ikan lele ini relatif setara dibandingkan jarak genetik antara ikan dari populasi yang yang sama, seperti pada ikan kancra dengan nilai 0,349 dan ikan
gurame 0,118, Kekerabatan terdekat tergambar antara strain Masamo dan Paiton, sedang strain Sangkuriang terpisah dari keduanya. ini menandakan bahwa kemungkinan kawin silang antar strain yang memiliki peluang terbaik untuk menghasilkan benih unggul untuk kegiatan budidaya yaitu antara ikan lele strain Masamo dengan Sangkuriang atau Paiton dengan Sangkuriang. bahwa secara fenotipa nilai heterosis terbesar pada parameter sintasan pada periode pembenihan, pertumbuhan berat dan sintasan dan FCR pada saat pembesaran
ada pada persilangan antara Sangkuriang dan Masamo, Secara genetik tidak ada perbedaan yang nyata diantara ke3 strain ikan lele yang dicoba (P>0,05). Nilai heterozigositas tertinggi ada
pada strain Masamo yaitu 0,273 (dengan 70%
polymorphism loci), diikuti oleh Sangkuriang 0,189
(60%) dan Paiton 0,147 (40%). Strain Masamo dan
Paiton berkaitan kekerabatan yang lebih
dekat dibandingkan antara keduanya dengan
Sangkuriang. Kandidat benih unggul ikan lele
disarankan melalui hibridisasi antar strain Masamo dan Sangkuriang. Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat sesudah
masuknya jenis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ke negara kita pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat dan lebih tahan penyakit. namun , perkembangan budidaya yang pesat tanpa
didukung pengelolaan induk yang baik memicu lele dumbo mengalami penurunan kualitas. ini sebab adanya seleksi induk yang salah, perkawinan sekerabat (inbreeding), pemakaian induk yang berkualitas rendah. Sebagai usaha perbaikan mutu ikan lele dumbo, peneliti sudah berhasil melakukan rekayasa genetik dengan cara silang balik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele sangkuriang, lele sangkuriang berpotensi untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan jenis ikan lele lainnya. Prospek pembudidayaan ikan lele sangkuriang sangat cerah, ikan lele sangkuriang memiliki tingkat
toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, kedudukan ikan lele sangkuriang dalam
taksonomi hewan digolongkan sebagai berikut: Phyllum: Chordata, Kelas:
Pisces, Subkelas :Teleostei, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Siluroidea, Famili:
Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias sp.
morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyakperbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. ini disebab kan lele sangkuriang yaitu hasil persilangan dari induk lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang memiliki bentuk tubuh tidak bersisik, memanjang, berkulit licin, berlendir, Bentuk kepala menggepeng dengan mulut yang relatif lebar. Ikan lele sangkuriang memiliki 3 sirip tunggal, yaitu
sirip dubur, sirip punggung, sirip ekor, Pada sirip dada ditemukan sepasang patil atau duri keras yang dapat dipakai untuk mempertahankan diri dan dapat dipakai untuk berjalan di permukaan tanah atau pematang. bagian atas ruangan rongga insang ada alat pernapasan tambahan (organ arborescent) berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah untuk membantu mengikat oksigen dari udara. Mulutnya ada di bagian ujung dan ada 4 pasang sungut. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang. Ikan lele memiliki kebiasaan makan di dasar perairan dan
bersifat karnivora dan kanibal, yaitu memangsa jenisnya sendiri jika kekurangan jumlah pakan dan lambat memberikan pakan, habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti telaga, rawa, genangan-genangan kecil seperti kolam, danau, waduk, Ikan lele Sangkuriang memiliki sifat yang sama dengan lele dumbo yaitu hidup di air tawar. Jika ikan ini mengalami stres atau kaget maka warna tubuhnya akan berubah menjadi terang. Ikan lele memiliki patil yang tidak beracun dan
pertumbuhannya cepat. Salah satu sifat lele sangkuriang yaitu suka meloncat kedarat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini sebab lele sangkuriang yaitu hewan yang banyak melakukan aktivitas dimalam hari ( nocturnal ).
Sifat ini akan tampak saat lele sangkuriang akan mencari makan. Itulah sebabnya lele sangkuriang akan lebih suka berada ditempat gelap dibanding ditempat yang terang, ikan lele Sangkuriang tergolong omnivora. ia memanfaatkan mollusca, plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil sebagai makanannya. Ikan lele dapat hidup pada perairan yang nilai kandungan oksigen terlarutnya rendah, sebab memiliki alat pernafasan tambahan
dinamakan arborescen organ. walau lele sangkuriang mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang agar ikan lele dapat tumbuh secara optimal diperlukan lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang cukup. kandungan oksigen
terlarut yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu sebesar 6 ppm. Suhu berperan sebab suhu air mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan, nafsu makan, kelarutan oksigen dalam air. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang berkisar antara 22-32°C, suhu yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu berkisar antara 24-26 0 C. Tingkat Keasaman (pH)
berperan dalam bidang perikanan sebab berkaitan dengan kemampuan tumbuh dan bereproduksi. tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah
kotoran dalam lingkungan perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme pada ikan. bahwa nilai pH yang baik untuk lele berkisar antara 6,5-8,5.memilih lahan tidak boleh sembarangan. ini berkaitan dengan kelangsungan hidup lele sangkuriang, Pemilihan lahan untuk fasilitasproduksi lele sangkuriang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan
sosial. Persyaratan ini yaitu :
Kualitas airnya baik, tidak tercemar oleh limbah industri dan logam berat, Dekat dengan sumber air, namun bukan area banjir, Air mengalir secara terus menerus sepanjang musim, Luas lahan disesuaikan dengan jumlah produksi, Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap biaya operasional, seperti ketersediaan pakan dan produktifitas kolam. Tidak semua jenis tanah dapat
dipakai sebagai lahan kegiatan pembesaran lele sangkuriang sebab tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan air kolam. Kolam yang subur akan mudah menumbuhkan pakan alami yang diperlukan oleh ikan. mengenai tanah yang baik
dalam pembuatan kolam lele sangkuriang yaitu jenis tanah lempung berpasir (tanah liat) sebab tanah ini mengandung pasir 30% sehingga mudah dibuat kolam dengan pematang yang kokoh dan kondisi tanahnya subur, Berhasil atau tidaknya pembesaran lele ini ditentukan oleh kondisi airnya. Kualitas air yang baik memberikan hasil
memuaskan. Sebaliknya, kualitas air yang kurang baik akan memberikan hasil yang mengecewakan.
Air untuk kolam pembesaran lele sangkuriang dapat berasal dari sungai, irigasi, atau saluran air kecil. air yang berasal dari saluran kecil cocok untuk kolam yang sempit atau kecil sebab tidak diperlukan pembuatan bendungan atau pintu
air, namun cukup dibuat gundukan batu. Air dari sumber air ini kurang cocok untuk perkolaman yang luas sebab debit airnya sangat kecil, kualitas air sangat berpengaruh pada keseimbangan fisiologis dan organ-organ tubuh ikan dan akan berdampak pada pertumbuhan dan reproduksi ikan. Parameter sifat fisika seperti warna, kekeruhan dan suhu. Parameter sifat kimia seperti oksigen,karbondioksida, pH, dan amoniak. sedang parameter sifat biologi seperti adanya binatang-binatang yang hidup diperairan ini
Kolam pembesaran lele sangkuriang yaitu tempat untuk memelihara benihyang berasal dari kolam pendederan (atau benih beli) hingga menjadi ikan lele siap konsumsi.Ukuran luas kolam bisa beragam dari 200-500 m2 atau tergantung
pada sistem budidaya yang diterapkan. Bila sistem budidaya intensif, luas kolam pembesaran lele biasanya hanya berukuran 50-100 m2
. Kolam pembesaran lele sangkuriang ada 3 , yaitu kolam tanah (kolam irigasi, kolam tadah hujan, dan
kolam rawa), kolam beton dan kolam terpal,
Lele sangkuriang pada dasarnya senang hidup dalam keadaan air yang agak tenang dengan kedalaman yang cukup sekalipun kondisi airnya jelek, keruh,kotor, miskin kandungan oksigen terlarut. maka, lele sangkuriang dapat dipelihara dan tetap bisa tumbuh dengan baik di berbagai jenis kolam, Kolam irigasi yaitu kolam yang memperoleh pengairan dari sumber irigasi.
pemakaian kolam irigasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat disarankan sebab pengairan kolam ini selalu tersedia sepanjang waktu dan jauh dari kekhawatiran kemungkinan kekurangan air. maka , proses pembesaran dapat berjalan sepanjang tahun. penentuan luas kolam irigasi juga lebih leluasa sehingga kolam bisa dibuat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kolam tadah hujan yaitu kolam yang hanya memperoleh sumber air dari air hujan. Kolam tadah hujan ini dibuat bila disekitar lokasi tidak ada sumber air
irigasi atau air tanah. Jadi, sumber air untuk mengisi air kolam sepenuhnya berasal dari air hujan. Oleh sebab mengandalkan air hujan maka curah hujan akan menentukan jumlah atau volume air kolam. Namun, kolam air diam ini masih
cukup baik untuk pembesaran lele sangkuriang sebab lele ini mampu hidup dalam kondisi air yang minim oksigen, asal proses persediaan air selama produksinya cukup. Untuk menjamin tersedianya air selama proses produksi, jenis
tanah yang akan dijadikan kolam tadah hujan mutlak dari jenis tanah yang cukup kedap air sehingga mampu menampung air dalam waktu yang lama. Kolam rawa yaitu kolam yang dibangun di area dataran rendah, namun
bukan area pasang surut.biasanya kolam rawa bersifat sangat asam (pH rendah, kurang dari 4). Sifat tanah dan air kolam yang asam sebetulnya tidak cukup baik untuk pembesaran lele . Namun ini dapat diatasidengan teknik reklamasi (pencucian). Caranya, kolam rawa ini dialiri air
baru untuk mempercepat proses material asam dan lalu dibuang ke perairan yang lebih luas. usaha lain untuk menaikan pH pada kolam rawa yaitu dengan pengapuran. efek kapur membantu bila terlebih dahulu kolam direklamasi sebelum dikapur. Pengapuran dilakukan di dasar kolam
dan lalu untuk menjaga stabilitas air dapat ditambahkan kapur dengan dosis yang lebih rendah. Kolam beton yaitu kolam yang bagian dasar kolam dan pematangnya dibeton sehingga tidak mudah rusak. Pematang beton dibuat tegak lurus. Untuk luas kolam 100 m 2, lebar pematang cukup dibuat dengan lebar 30-40 cm. Ketinggian pematang 1-1,5 m dengan konstruksi dasar kolam melandai ke titik pusat pintu pengeluaran dengan kemiringan 5-10%. Saluran pemasukan air berupa pipa PVC berdiameter 3 inci dipasang agak menjulur ke tengah dengan ketinggian
dari permukaan air minimal 50 cm sebab lele suka melompat mengikuti aliran air masuk. Pipa pengeluaran diusahakan agar dapat mengeluarkan lapisan dasar sebab lapisan ini banyak mengandung bahan endapan lumpur dan sisa-sisa makanan dan kotoran ikan yang dapat mengurangi mutu air. Kolam terpal yaitu jenis kolam yang memakai terpal sebagai bahan
utamanya dan didukung oleh bahan lainnya. Jenis kolam ini bisa dibongkar pasang sehingga bisa di pindahtempatkan. Selain itu, biaya untuk pembuatan kolam ini juga tidak terlalu mahal dan proses pembuatannya relatif mudah dan
praktis. Namun kelemahannya yaitu kolam ini tidak bisa bertahan lama. Jenis kolam terpal ada dua, yaitu kolam terpal yang terletak di atas
permukaan tanah dan kolam terpal yang berada di dalam tanah. Konstruksi pada kolam terpal yang berada di atas tanah memakai kerangka yang bisa dibuat dari bambu, pipa ledeng, dan batu bata. sedang kolam terpal yang berada di dalam tanah yaitu kolam tanah biasa yang dilapisi terpal di bagian dasar dan dindingnya. Sama seperti jenis kolam lainnya, kolam terpal juga dilengkapi
dengan saluran pemasukan air dan saluran pengeluaran air untuk menjamin kualitas, kuantitas, dan terus menerus itas air.Benih yaitu anak ikan yang akan dipelihara pada masa pembesaran. Benih yang akan dipelihara pada masa pembesaran yaitu benih yang sudah berukuran 7-9 cm dengan berat antara 2,30-3,60 g. Jenis lele yang akan dibesarkan dipilih dari
jenis lele sangkuriang sebab sudah terbukti memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan lele lokal maupun lele dumbo,
Keseragaman benih perlu diperhatikan agar pertumbuhan semua benih serempak. Benih yang terlalu besar akan menghabiskan pakan dalam jumlah yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat. sedang benih yang terlalu
kecil akan kalah merebut pakan sehingga konsumsi pakannya lebih sedikit. Akibatnya, pertumbuhannya terhambat. Untuk memperoleh benih yang seragam, perlu dilakukan seleksi. Baskom berlubang yang besar bisa dipakai
untuk seleksi benih. mengenai cara seleksinya sebagai berikut:Masukan benih ke dalam baskom yang berlubang-lubang. Ukuran lubang
diameter ini sekitar 1,5 cm. Goyang-goyangkan baskom sehingga ukuran lele yang terlalu kecil akan lolos dari lubang ini .sedang benih yang tertinggal dalam baskom yaitu benih yang berukuran besar. Benih-benih itulah yang akan dipakai dalam pembesaran, Sarana produksi kedua yang harus disediakan dalam pembesaran lele sangkuriang yaitu pakan. Pakan yaitu segala sesuatu yang dapat diberikan kepada hewan ternak (baik berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatannya. Zat
pakan yaitu bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan bermanfaat bagi tubuh ( 6 macam zat pakan: vitamin, air, mineral, karbohidrat, lemak, protein ). ikan memerlukan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh, Pakan yang dimakan ikan berasal alam ( pakan alami) dan dari
buatan manusia ( pakan buatan). pakan alami sudah ada secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami bagus diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. sedang pakan buatan diramu dari beberapa bahan baku yang memilii kandungan nutrisi khusus . Bahan baku diolah secara sederhana atau diolah di pabrik secara masal
dan menghasilkan pakan buatan berbentuk pasta pellet, tepung, remeh atau crumble,
Hama ikan yaitu hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu memicu gangguan pada ikan. hama ikan dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasar sifat hidupnya, yaitu :
Pengganggu yaitu organisme atau aktivitas lain diluar ikan budidaya yang keberadaannya dapat mengganggu ikan budidaya. Perlakuan manusia yang kurangbaik dalam mengelola ikan dapat dikategorikan sebagai pengganggu, seperti saat
sampling yang tidak sesuai aturan atau cara panen yang kurang baik.
.Predator /pemangsa yaitu binatang karnivora (pemakan daging)sengaja maupun tidak sengaja masuk ke areal budidaya ikan dan memangsa ikan yang dibudidayakan. Jenisnya berupa ikan yang lebih besar, hewan air jenis lain, Contohnya seperti ikan gabus linsang, ular, burung.
Kompetitor yaitu organisme yang memicu persaingan dalammemperoleh oksigen, pakan dan ruang gerak. Hama ini tidak dikehendaki
keberadaannya dalam wadah atau areal budidaya. Contohnya ikan sejenis yang berukuran lebih besar, kepiting, katak, keong
Penyakit diartikan sebagai keadaan fisik,
morfologi, penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal).Penyakit internal yaitu berupa kelainan genetik, saraf dan metabolik. penyakit eksternal terdiri dari penyakit patogen (bersifat parasit; penyakit viral,jamur dan bakteri) dan non patogen (bersifat lingkungan atau kualitas air ,
kekurangan nutrisi, kelarutan gas, nutrisi; pH, zat beracun ), Penyakit yang menyerang lele
sangkuriang dipicu oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung, contohnya kualitas air ( suhu) di bawah standar atau akibat stres sebab penanganan yang salah sehingga ikan sakit. sedang organisme patogen yang menyerang berupa Dactylogyrus sp., Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp., Penanggulangan organisme patogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur perlu memperbaiki kondisi air kolam dengan menambahkan bahan probiotik. sedang pengobatan ikan yang sudah terserang penyakit dilakukan dengan memberikan obat, Ikan lele sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi sesudah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan
berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan memakai waring. Cara lain penangkapan yaitu dengan memakai pipa
ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dapat ditangkap Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang
airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan ini diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan memakai karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya
dan dengan jumlah air yang sedikit, Salah satu hama yang sering menyerang lele sangkuriang di area pemeliharaan yaitu berang-berang. Hama ini memakan ikan dengan cara masuk ke dalam kolam pada saat malam hari. bahwa hama ikan
yaitu hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu memicu gangguan pada ikan, baik yang sifatnya predator, kompetitor
maupun pengganggu. Untuk mengatasinya, petani membuat jaring disekitar area kolam ikan guna mencegah masuknya hewan ini ke dalam kolam. sedang untuk jenis hama lainnya tidak ditemukan.
Penyakit yang biasa menyerang lele sangkuriang di area pemeliharaan biasanya berupa jamur,
sebab tubuh ikan terlihat luka atau bercak-bercak seperti jamur. Serangan jamur ini kemungkinan terjadi sebab kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlalu rendah, atau kadar amoniak terlalu tinggi. Penyakit yang menyerang lele sangkuriang biasanya dipicu oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung, contohnya kualitas air. Cara mengatasinya, para petani ikan sering melakukan pergantian air di dalam kolam dengan memanfaatkan perairan irigasi sebagai sumber air kolam. maka , sirkulasi air dan supply oksigen
selalu tercukupi. Sehingga diharapkan kolam dapat terbebas dari serangan jamur. Namun bila ikan sudah terserang oleh jamur ini , maka cara pengobatan yang biasa dilakukan oleh para petani lele sangkuriang yaitu dengan memberikan
larutan garam (NaCl) dan larutan PK dengan dosis tertentu ke dalam kolam lele sangkuriang.
bahwa ikan memerlukan pakan sebagai zat gizi , menghasilkan tenaga,menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Bagi petani ikan, pakan
termasuk salah satu masalah yang harus dihadapi, mengingat kini harga pakan yang dijual semakin mahal yaitu berkisar Rp 600.000/sak (50 kg/sak). Apalagi kebutuhan pakan harus tersedia setiap harinya. Untuk itu, petani ikan terkadang harus membuat pakan tambahan sendiri guna menghemat biaya oprasional pembelian pakan. Pakan tambahan yang dibuat sendiri biasanya berupa keongmas yang dicincang kecil-kecil, atau berupa campuran dedak. biasanya memperoleh benih dengan cara membeli benih di tempat-tempat pembudidayaan ikan air tawar Harga benih lele sangkuriang biasanya dibeli dengan kisaran harga Rp 350 – 400/ekor, tergantung dari besar kecilnya ukuran benih ataupun area
lokasi pembeliannya. Benih lele sangkuriang yang sudah diperoleh, dipelihara di dalam kolam pembesaran selama kurang lebih 3 bulan hingga menjadi ikan yang memiliki ukuran konsumsi. Biasanya ukuran lele sangkuriang konsumsi memiliki ukuran sekitar 15 – 20 cm dengan bobot 200 – 250 gram/ekor. Lele sangkuriang
konsumsi biasanya dijual per kilo (4 – 5 ekor/kg) dengan harga jual berkisar Rp 20.0000 – 22.000/kg. besarnya harga biaya tetap petani ikan dalam pembuatan lahan kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri
dari happa, pipa, baskom, jaring dan timbangan yaitu sebesar 1.990.000 rupiah. sedang biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) yaitu sebesar 100.823 rupiah, dan per tahunnya (4 periode) yaitu sebesar 700.292 rupiah.
meliputi: pembelian pakan 10 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan tambahan, tenaga kerja 1 orang dan biaya transportasi dengan total keseluruhan biaya oprasional setiap periodenya sebesar 9.937.500 rupiah. bahwa jenis biaya oprasional yang banyak dikeluarkan yaitu pembelian pakan (Pellet) yaitu 680.000/sak. ini disebab kan pakan yaitu kebutuhan yang setiap harinya harus selalu tersedia diberikan kepada ikan lele sangkuriang guna mempercepat pertumbuhannya hingga nanti menjadi lele sangkuriang yang memiliki ukuran konsumsi.
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 3.250 ekor (sekitar 800 kg) x Rp 21.000/kg
= Rp 16.800.000
Besarnya penerimaan yang diterima atas penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 800 kg dengan harga jual 21.000
rupiah/kg setiap periodenya yaitu sebesar 16.800.000 rupiah. Laba yaitu nilai pendapatan sesudah dikurangi dengan jumlah biaya total.
Laba dibedakan menjadi laba per periode dan laba per tahun. Laba per periode = penerimaan – biaya total = Rp 16.800.000 – Rp 9.813.323
= Rp 6.986.677, Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 6.986.000 x 4 = Rp 27.946.708
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh untuk setiap periodenya yaitu sebesar 6.986.677 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya yaitu
sebesar 27.946.708 rupiah., Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang yaitu sebagai berikut:
Pakan 8 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 8
= Rp 4.800.000, Obat-obatan = Rp 50.000
Benih = Rp 350/ekor x 2.500 ekor
= Rp 875.000
Pakan tambahan = Rp 150.000
Transportasi = Rp 100.000, Total = Rp 5.975..000
berdasar rincian di atas, biaya oprasional yang dikeluarkan dalam pelaksanaan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang setiap periodenya meliputi: pembelian pakan 8 sak, benih lele sangkuriang, obat-obatan, pakan tambahan dan biaya transportasi dengan total keseluruhan biaya oprasional setiap periodenya sebesar 5.975.000 rupiah. Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ini tidak memakai tenaga kerja yang diupah sebagaimana para pembudidaya lainnya. ini dilakukannya guna untuk menghemat
ikan lele Afrika Clarias
gariepinus yaitu hasil hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia C.
fuscus. walau ikan lele Dumbo sudah tidak lagi populer, hasil perbaikan genetisnya sudah menghasilkan strain ikan lele Sangkuriang
yang banyak dipakai dalam usaha budidaya di negara kita . Sebagai ikan lele Dumbo, identitas ikan lele Sangkuriang juga tidak jelas,
sehingga diperlukan penelitian untuk memastikannya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara ikan lele Dumbo melalui
sifat morfometrik dan meristik contoh ikan lele Sangkuriang (yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT
STP) dengan spesies ikan lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan Kenya. sifat dilakukan melalui pengukuran
terhadap 20 sifat morfometrik dan 5 sifat lalu didiagnosa memakai diagnosa komponen utama. Hasil
penelitian ini menandakan bahwa sifat meristik morfometrik ke3 contoh ikan lele Sangkuriang tidak berbeda dari
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. bahwa sifat morfometrik ke 3 contoh ikan lele Sangkuriang ini tidak berbeda dari spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. Hasil ini
menandakan bahwa ikan lele Dumbo memiliki sifat biometrik yang tidak berbeda dari ikan lele Afrika C. gariepinus, sehingga
diduga yaitu spesies yang sama.Ikan lele sudah lama dibudidayakan di negara kita .
Spesies ikan lele yang pertama kali dibudidayakan di
negara kita yaitu spesies ikan lele lokal, nama
ilmiahnya ditulis Clarias batrachus Linnaeus, Budidaya ikan lele di negara kita semakin berkembang sesudah dilakukannya
introduksi ikan lele Dumbo pada tahun 1985, sebab
memiliki keunggulan sebagai komoditas
budidaya yang melebihi spesies ikan lele lokal,
terutama pada laju pertumbuhan dan
resistensi penyakit, walau budidaya ikan lele Dumbo
berkembang pesat, namun ada suatu
permasalahan tentang ketidakjelasan identitasnya.
Ketidakjelasan identitas ikan lele Dumbo ini
terutama disebab kan tidak adanya penelitian ilmiah
yang mendokumentasikan proses introduksinya.
Informasi introduksi ikan lele Dumbo ke negara kita hanya berdasar publikasi-
populer non-ilmiah, bersifat tidak akurat sehingga memicu ketidakjelasan , ada 2 pendapat
berbeda mengenai identitas ikan lele Dumbo, yaitu
sebagai spesies ikan lele Afrika Clarias gariepinus
Burchell, 1822 dan sebagai ikan lele hibrida hasil
hibridisasi (persilangan) antara spesies ikan lele
Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia
C. fuscus La Cepede, 1803. Sebagian besar
publikasi populer dan dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintah, terutama beberapa
Standar Nasional negara kita (SNI) tentang budidaya
ikan lele Dumbo menuliskan identitas ikan lele
Dumbo sebagai ikan hibrida hasil hibridisasi antara
ikan lele C. gariepinus dengan C. fuscus, namun , nama ilmiah ikan lele
Dumbo dalam beberapa SNI yang lain ditulis secara
tidak konsisten, yaitu sebagai sebagai Clarias sp., Clarias gariepinus
, sebagai Clarias spp. sebagai C. gariepinus
, berdasar hasil penelitiannya
sifat morfometrik dan meristik ikan lele
Dumbo dibandingkan dengan ikan lele Afrika (C.
gariepinus), bahwa
ikan lele Dumbo bukan spesies ikan lele
Afrika. namun , metode dan hasil
penelitian ini bersifat problematik dan kurang
jelas, hasil penelusuran publikasi ilmiah dan non-ilmiah bahwa ikan lele Dumbo yaitu spesies ikan lele
Afrika C. gariepinus, Namun
masih perlu diverifikasi.
berdasar riwayat pembentukannya ikan lele Sangkuriang pada dasarnya yaitu
ikan lele Dumbo. contoh ikan lele Dumbo hasil
introduksi yang pernah populer dan dipakai secara
luas dalam budidaya ikan lele di negara kita saat ini
sudah tidak mungkin dapat diperoleh, mengingat
sudah luasnya penyebaran strain-strain ikan
lele C. gariepinus hasil introduksi,
sehingga stok ikan lele
Dumbo yang masih murni (asli) sudah tidak ada di
tingkat pembudidaya. Sebaliknya, kemurnian ikan
lele Sangkuriang tentunya terjamin, sebab pengembangannya di bawah pengawasan
pemerintah. Berbeda dari sebelumnya, saat ini istilah
ikan lele Dumbo yaitu nama umum yang
dipakai oleh para pembudidaya untuk menyebut
nama ikan-ikan lele yang beredar di penduduk
selain dari ikan-ikan lele yang sudah memiliki nama populer tertentu, seperti ikan lele Piton, Sangkuriang,
Masamo, Paiton , Oleh sebab itu, sifat
biometrik ikan lele Dumbo pada penelitian ini
memakai contoh ikan lele Sangkuriang sebanyak
30 ekor ikan dengan ukuran 1,1–2,6 kg Sebagai pembanding dipakai contoh ikan lele Afrika C. gariepinus yang
diintroduksi dari Thailand sebanyak 34 ekor ikan
dengan ukuran 1,8–3,4 kg (
dan dari
Kenya sebanyak 30 ekor ikan dengan ukuran 2,0–3,2
kg, contoh ikan leleAfrika C.
gariepinus yang diintroduksi dari Thailand
yaitu keturunan pertama dari ikan lele yang
diintroduksi oleh PT Matahari Sakti di Mojokerto
pada tahun 2010 dan dikenal dengan nama ikan lele
Masamo,
sedang contoh ikan lele Kenya yaitu koleksi PT STP dan yaitu keturunan pertama
dari ikan lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi
oleh BBPBAT Sukabumi dari Kenya pada tahun
2011,sifat biometrik contoh ikan lele
Sangkuriang, Kenya, dan Masamo dalam penelitian
ini dilakukan pada sifat morfometrik dan
meristik berdasar metode standar identifikasi sifat morfometrik dilakukan melalui
pengukuran terhadap 20 sifat , sifat meristik dilakukan melalui
penghitungan terhadap 4 sifat, Pengukuran sifat morfometrik ini
dilakukan dengan memakai jangka sorong
digital dengan tingkat ketelitian 0,01 mm.
Data sifat morfometrik dan meristik yang
diperoleh dalam penelitian ini didiagnosa berdasar metode standar diagnosa data sifat biometrik
spesies ikan lele, Data
sifat morfometrik didiagnosa dengan
diagnosa komponen utama (PCA = Principal
Component Analysis). Sebelum didiagnosa dengan
diagnosa komponen utama, data hasil pengukuran
sifat morfometrik ditransformasi secara
logaritmis. sifat
morfometrik sebagai komponen utama yang terkait
dengan faktor ukuran ikan tidak
dipakai dalam interpretasi hasil, hanya komponen
utama berikutnya sebagai faktor yang terkait dengan bentuk yang
dipakai . lalu , nilai hasil diagnosa
komponen utama dari masing-masing contoh diplot
dalam diagram pencarian diantara dua
sumbu komponen utama untuk mengetahui bentuk
sebaran yang terjadi pada selang kepercayaan elips
95%.
Nilai-nilai sifat morfometrik dalam bentuk
persentase terhadap panjang standar (%PS) dan
panjang kepala (%PK) nilai-nilai sifat meristik hasil sifat yang dilakukan terhadap
contoh -contoh ikan lele Sangkuriang, bahwa nilai-nilai sifat morfometrik
ikan lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT
Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP dan ikan
lele Afrika C. gariepinus yang diintroduksi dari
Thailand dan Kenya tidak berbeda. Demikian pula,
nilai-nilai sifat meristik ikan lele Sangkuriang
yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT
Cijengkol dan PT STP dan ikan lele Afrika
C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan
Kenya juga tidak berbeda. sifat morfometrik ikan lele Sangkuriang
yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT
Cijengkol dan PT STP dan ikan lele Afrika
C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan
Kenya tidak berbeda.
ikan lele Dumbo
menandakan performa budidaya yang bagus, namun
akibat penerapan manajemen induk yang tidak tepat
20 tahun lalu mengalami
penurunan, sehingga menjadi tidak populer dan
banyak ditinggalkan oleh para pembudidaya ikan lele
, lalu ,
hasil perbaikan genetis (pemuliaan) ikan lele Dumbo yang dilakukan oleh BBPBAT Sukabumi sudah
menghasilkan strain ikan lele Sangkuriang yang
pengembangannya memperoleh dukungan pemerintah.
berdasar riwayat pembentukannya yang
dilakukan melalui proses silang-balik,
diantara stok-stok induk jantan dan betina ikan lele
Dumbo tertua yang ada, ikan lele
Sangkuriang ini pada dasarnya yaitu juga
ikan lele Dumbo. Sebagai ikan lele Dumbo ataupun
sebagai ikan lele yang memiliki nama tersendiri
nama
ilmiahnya hanya ditulis sebagai Clarias sp.,
identitas ikan lele Sangkuriang juga tidak jelas
sebagai spesies ikan lele Afrika C. gariepinus atau
yaitu ikan lele hibrida hasil hibridisasi antara
ikan lele C. gariepinus dengan C. fuscus.
sifat biometrik untuk menguji
kemiripan dan menduga bahwa ikan lele Dumbo
yaitu ikan lele hibrida hasil hibridisasi antara
ikan lele Afrika C. gariepinus dengan ikan lele Asia
C. fuscus atau bukan dapat dilakukan melalui
sifat biometrik contoh -contoh ikan lele
Sangkuriang pada penelitian ini dibandingkan
dengan informasi hasil-hasil penelitian tentang
hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus
dengan ikan lele C. fuscus. Hibridisasi antara ikan
lele Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus untuk
keperluan budidaya, Kombinasi persilangan antara ikan lele
Afrika C. gariepinus dengan spesies ikan lele Asia
C. fuscus yang sifat nya
potensial sebagai komoditas perikanan budidaya
yaitu hibridisasi antara betina ikan lele C. fuscus
dengan jantan C. gariepinus, sedang
resiproknya tidak dilaporkan menandakan
performa yang potensial sebagai ikan budidaya
ini bersesuaian dengan hasil-hasil
hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus
dengan spesies ikan lele lokal Asia yang
lain, yaitu dengan ikan lele C. macrocephalus di
Thailand Vietnam
Malaysia Bangladesh dan Myanmar dengan ikan lele C. batrachus di
Bangladesh di India dan
dengan ikan lele C. meladerma di negara kita
,
Seluruh ikan lele hibrida
hasil hibridisasi antara jantan ikan lele Afrika
C. gariepinus dengan betina spesies ikan
lele lokal Asia ini dilaporkan memiliki
performa yang lebih potensial sebagai komoditas
perikanan budidaya dibandingkan resiproknya.
maka , jika ikan lele Dumbo yaitu ikan
lele hibrida unggul hasil hibridisasi antara ikan lele
Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus, maka
tentunya yaitu hasil hibridisasi antara betina
ikan lele C. fuscus dengan jantan C. gariepinus.
Ikan lele hasil hibridisasi antara ikan lele
C. fuscus dengan C. gariepinus
memiliki bentuk morfologis yang lebih
mirip ikan lele C. fuscus, sifat biometrik dan
morfologi contoh -contoh ikan lele Sangkuriang
yang dipakai pada penelitian ini
tidak berbeda dari spesies ikan lele Afrika
C. gariepinus yang diintroduksi dari Thailand dan
Kenya Hanya sifat
warna tubuh yang sedikit beragam, yaitu tampak
berbintik-bintik dan polos. namun , warna
tubuh spesies ikan lele Afrika C. gariepinus memang terdiri dari 2 pola,
yaitu berwarna polos dan memiliki pola
warna berbintik-bintik, maka , perbedaan warna tubuh diantara
contoh -contoh ikan lele pada penelitian ini
yaitu hal yang wajar dan bukan
indikasi adanya perbedaan spesies.
bahwa sifat meristik ikan lele hasil hibridisasi
antara betina ikan lele C. fuscus dengan jantan
C. gariepinus yang dapat dipakai untuk
membedakannya dari ikan lele Afrika C. gariepinus
yaitu jumlah jari-jari sirip punggung (rata-rata
sebanyak 64) dan sirip anal (rata-rata sebanyak 47)
yang lebih sedikit dibandingkan ikan lele Afrika C. gariepinus (jumlah jari-jari sirip punggung ratarata sebanyak 72 dan jumlah jari-jari sirip anal ratarata sebanyak 55). Jumlah jari-jari sirip punggung
(rata-rata sebanyak 67–69) dan sirip anal (rata-rata
sebanyak 50–53) contoh ikan lele Sangkuriang
yang berasal dari BBPBAT Sukabumi, BPBAT
Cijengkol dan PT STP lebih banyak dibandingkan ikan
lele hibrida hasil hibridisasi antara betina ikan lele
C. fuscus dengan jantan C. gariepinus di China
ini . Jumlah jari-jari sirip punggung dan sirip
anal ke3 contoh ikan lele Sangkuriang pada
penelitian ini juga sama dengan spesies ikan lele
Afrika C. gariepinus di perairan benua
Afrika yang
berkisar 60–79 dan 45–60,bahwa ikan lele hasil hibridisasi antara
betina ikan lele C. fuscus dengan jantan C.
gariepinus dapat dibedakan dari ikan lele Afrika C.
gariepinus berdasar sifat lebar tonjolan
oksipital, bahwa lebar
tonjolan oksipital ikan lele Afrika C. gariepinus
(rata-rata 5,33±0,13% panjang total) lebih kecil dibandingkan hibridanya (rata-rata 6,70±0,10% panjang
total), lebar tonjolan oksipital
contoh ikan lele Sangkuriang yang berasal dari
BBPBAT Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT
STP menandakan nilai yang kecil, berkisar 4,76–4,92% panjang total (rata-rata 4,87±0,43%
panjang total). Hasil perbandingan sifat meristik dan morfometrik antara contoh ikan lele Sangkuriang dengan ikan lele hasil
hibridisasi antara betina ikan lele C. fuscus dengan
jantan C. gariepinus ini mengindikasikan
bahwa ikan lele Sangkuriang bukan yaitu
ikan lele hasil hibridisasi antara betina ikan lele C.
fuscus dengan jantan C. gariepinus.
mengenai perbandingan sifat morfometrik
dan meristik ikan lele Dumbo dengan ikan lele
Afrika C. bahwa ikan
lele Dumbo bukan spesies ikan lele
Afrika C. gariepinus. ada
beberapa hal yang bersifat problematik dalam
penelitian ini . Metode sifat
morfometrik dan meristik yang dipakai dalam
penelitian bukan berupa metode
standar sifat biometrik spesies ikan lele
yang secara ilmiah sudah banyak
dipakai dalam identifikasi spesies ikan
lele. Hasil diagnosa komponen data
sifat morfometrik menandakan bahwa sebaran contoh ikan lele
Dumbo dan ikan lele Afrika bersifat tidak terpisah
ini mengindikasikan bahwa
sifat morfometrik ikan lele Dumbo dan
ikan lele Afrika tidak berbeda, sifat
morfometriknya berbeda. lalu , nilai-nilai
sifat morfometrik dan meristik ikan lele Dumbo
hasil penelitian jika dibandingkan
dengan nilai-nilai sifat morfometrik dan
meristik spesies ikan lele Afrika C. gariepinus yang
pernah dilaporkan di negara-negara lain ternyata juga tidak berbeda. Selain itu,
kepastian identitas (riwayat, silsilah) ikan lele
Afrika maupun ikan lele Dumbo yang dipakai
tidak disampaikan secara
jelas, mengingat bahwa hingga tahun 2004 ini
sudah terjadi beberapa kali proses introduksi ikan
lele Afrika. maka , berdasar
sifat morfometrik dan meristik yang
dilaporkan seharusnya tidak dapat disimpulkan bahwa ikan lele
Dumbo bukan yaitu spesies ikan lele Afrika
C. gariepinus.
Salah satu informasi utama lainnya yang
memperkuat bukti bahwa ikan lele Dumbo bukan
yaitu ikan lele hasil hibridisasi antara betina
ikan lele C. fuscus dengan jantan C. gariepinus
yaitu pada aspek biologi-reproduksinya. Hasil
penelitian dalam hibridisasi antara
betina ikan lele C. fuscus dengan jantan C.
gariepinus menandakan bahwa sifat
reproduksi jantan ikan lele hibrida ini bersifat
tidak fertil, Demikian pula, ikan lele hasil
hibridisasi antara betina ikan lele C. macrocephalus
dengan jantan C. gariepinus di Thailand dan di Malaysia maupun ikan lele hasil hibridisasi antara
betina ikan lele C. meladerma dengan jantan C.
gariepinus di negara kita ,
Ikan lele hasil hibridisasi antara betina ikan lele C.
batrachus dengan jantan C. gariepinus di
Bangladesh juga potensial
sebagai ikan lele budidaya, namun dilaporkan bahwa
organ reproduksi ikan jantannya tidak berkembang
secara normal dan tidak fertil. Hasil penelitian
tentang tidak fertilnya jantan ikan lele hasil
hibridisasi antara jantan ikan lele Afrika C.
gariepinus dengan betina spesies ikan lele lokal
Asia ini berbeda dari sifat biologireproduksi jantan ikan lele Dumbo faktanya bersifat normal dan dapat
menghasilkan keturunan. Perkawinan diantara
sesama ikan lele Dumbo maupun diantara sesama
ikan lele Sangkuriang yang dilakukan oleh para
pembudidaya di negara kita pada faktanya menghasilkan keturunan dengan sifat yang
serupa dengan induk-induknya (pengamatan
pribadi). Jika ikan lele Dumbo yaitu ikan lele
hasil hibridisasi antara ikan lele Afrika C.
gariepinus dengan C. fuscus, maka perkawinan
diantara sesama ikan lele Dumbo ini
seharusnya menghasilkan keturunan dengan
sifat yang berbeda dari ikan lele Dumbo.
Perkawinan diantara sesama ikan hibrida akan
menghasilkan keturunan dengan sifat yang
tidak stabil dan berbeda-beda, Hasil sifat biometrik dan diagnosa
komponen utama pada penelitian ini menandakan
bahwa sifat morfometrik dan meristik ikan
lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT
Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP tidak
berbeda dari ikan lele Masamo dan Kenya yang
yaitu spesies ikan lele Afrika C. gariepinus.
ini diduga bahwa ikan
lele Sangkuriang yang berasal dari BBPBAT
Sukabumi, BPBAT Cijengkol dan PT STP ini
yaitu spesies ikan lele Afrika C. gariepinus.
Pembuktian identitas ikan lele Dumbo sebagai
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus pada
penelitian ini hanya dilakukan melalui
perbandingan sifat biometrik antara contoh
ikan lele Sangkuriang sebagai representasi ikan lele
Dumbo dengan contoh spesies ikan lele Afrika C.
gariepinus. Pada sisi yang lain, penelitian
pembuktian identitas ikan lele Dumbo juga dapat
dilakukan melalui perbandingan sifat
biometrik antara contoh ikan lele Sangkuriang
dengan contoh spesies ikan lele C. fuscus maupun
ikan lele hasil hibridisasi diantara keduanya,
sebagaimana halnya sudah dilakukan pada penelitian
sifat biometrik hibridisasi antara ikan patin
Siam (Pangasianodon hypophthalmus Suavage,
1878) dengan ikan patin Jambal (Pangaius djambal
Bleeker, 1846) . namun ,
perbandingan sifat biometrik antara
contoh ikan lele Sangkuriang dengan contoh
spesies ikan lele C. fuscus maupun ikan lele hasil
hibridisasi diantara keduanya ini tidak dapat
dilakukan di negara kita , sebab tidak tersedianya
contoh spesies ikan lele C. fuscus.
Selain melalui sifat biometrik,
pembuktian identitas ikan lele Dumbo sebagai
spesies ikan lele Afrika C. gariepinus atau
yaitu ikan hasil hibridisasi antara ikan lele
Afrika C. gariepinus dengan C. fuscus tentunya
juga dapat dilakukan melalui sifat secara
genetis. sifat genetis pada hibridisasi
antara ikan lele Afrika C. gariepinus dengan C.
fuscus sudah dilakukan di Taiwan dengan memakai marka RAPD
(random aplified polymorphic DNA). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada 3 primer yang secara khusus
dapat dipakai untuk membedakan spesies ikan
lele C. gariepinus dari spesies ikan lele C. fuscus.
Sayangnya, marka RAPD ini tidak dapat
dipakai untuk membedakan ikan lele hasil
hibridisasi antara ikan lele Afrika C. gariepinus
dengan C. fuscus dari spesies ikan lele Afrika C.
gariepinus, sehingga tidak dapat
dipakai untuk membedakan ikan lele Dumbo
dari ikan lele Afrika C. gariepinus di negara kita .
sifat genetis dengan metode RFLP
(restriction fragment length polymorphism) terhadap DNA mitokondria ikan lele Dumbo (nama
ilmiahnya C. gariepinus) di
negara kita sudah dilakukan melalui proyek Catfish Asia, Hasil sifat ini
menandakan bahwa ikan lele Dumbo masih
yaitu spesies murni yang belum mengalami
introgresi gen dari spesies ikan lele yang lain.
Informasi ini menandakan bahwa ikan lele
Dumbo tampaknya yaitu spesies ikan lele
Afrika C. gariepinus. namun , identitas
(tempat asal, riwayat, silsilah) contoh -contoh ikan
lele Dumbo yang dipakai tidak disebutkan
secara jelas, mengingat pada saat itu juga sudah
terjadi introduksi spesies ikan lele Afrika dari
Thailand oleh Charoen Pokphand Group. maka masih diperlukan untuk mengetahui
sifat genetis
identitas ikan lele Dumbo,